PEKANBARU - Sejumlah gudang tempat penampung Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit yang beroperasi di sepanjang jalan lintas Pekanbaru hingga Dumai persisnya diwilayah Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau mendadak tutup.
"Sejumlah gudang penampung CPO Ilegal terancam diperiksa dan dirazia.""Kayaknya sudah biasa gini ya, kalau ada razia tutup, nanti kalau sudah aman baru buka lagi," kata Larshen Yunus, Ketua Umum DPP Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) yang juga sebagai Ketua DPD I, KNPI Provinsi Riau menceritakan pengalamannya memantau kegiatan ilegal itu.
Dari pantauannya dilapangan terlihat gudang (tempat) untuk menampung minyak CPO dan inti sawit di sepanjang jalan lintas Pinggir-Dumai tak lagi ada kegiatan alias tutup.
"Atau mereka (pelaku) juga merahasiakan tempat dan kegiatannya," sebutnya lagi.
"Tetapi warga sekitar ditanya menjawab sudah tutup karena kabarnya ada razia," kata Larshen menirukan ucapan Rusdi, salah seorang warga Pinggir.
Menurut Larshen, usaha tampung CPO dan inti sawit dari mobil truck pengangkut disepanjang jalan lintas Pekan Baru-Dumai diperkirakan memiliki omset besar, akan tetapi legalitas usaha itu masih dipertanyakan, jika ada razia tutup sudah aman kembali buka.
"Kasus seperti ini murni pidana yang diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan," sebutnya.
"Polri perlu koordinasi dari pihak penegak hukum lainnya untuk mengawal kasus distribusi ilegal minyak sawit itu," kata dia lagi.
Dia sependapat dengan DPR yang menyatakan Riau 'sarang' kencing CPO.
Dari data ekonom Riau sekitar 25% CPO digelapkan setiap tahunnya dan diekspor melalui pelabuhan tidak resmi.
Larshen menilai seharusnya penegak hukum tidak perlu menunggu laporan. Jadi sepertinya pihak kepolisian merasa kesulitan menangani kasus ini.
"Karena distribusi CPO ilegal sudah merugikan negara dan perusahaan sawit."
"Tetapi total ekspor CPO Riau mencapai 6,5 juta ton per tahun. Sekitar 25% digelapkan. Ini terang saja merugikan negara karena tidak membayar pajak dan retribusi lainnya," katanya.
Menanggapi maraknya distribusi CPO ilegal di Riau ini, Larshen menyebut, DPR RI perlu membentuk regulasi perkebunan sawit dengan menyusun Undang-undang untuk mengatur proses tata niaga komoditas sawit dan cpo dan mencegah praktik distribusi ilegal itu.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subagyo pernah berucap, praktik ilegal distribusi CPO atau biasa disebut 'kencing CPO' telah merugikan negara dan pihak perusahaan itu sendiri.
"Kencing CPO marak terjadi di beberapa daerah, seperti di Riau. Kami tengah membentuk regulasi baru untuk mencegah hal ini. DPR RI juga akan membicarakan hal ini dengan Dewan Sawit Nasional," katanya.
Regulasi itu akan mengatur persoalan tata niaga mulai dari pembukaan lahan, penanaman, panen, distribusi dan hilirisasi.
Dia menjelaskan regulasi tersebut harus menguntungkan negara, perusahaan serta masyarakat untuk dapat meningkatkan perekonomian. Aparat juga diminta untuk tidak tutup mata.
"Untuk menangani kasus ini, Polri ataupun Bea dan Cukai tidak mesti harus menunggu laporan."
Firman mengatakan penanganan pihak penegak hukum juga masih terlihat minim. Riau merupakan salah satu daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia.
CPO diekspor ke beberapa negara seperti India, Tiongkok, Malaysia dan Singapura dan lainnya.
CPO diekspor ke tol Laut Dumai dan Belawan, Sumatra Utara untuk dipasarkan ke luar negeri.
Tetapi Larshen balik mengakui, dari informasi yang dirangkumnya, modus penampungan ilegal ini beroperasi dengan kerjasama antara 'kaki tangan' si 'mafia' CPO dengan para supir dan kernet mobil tangki CPO.
Jadi dimulai dari lokasi penampungan. Larshen Yunus berkata; ada yang berlokasi dipinggir jalan lintas yang disamarkan dengan warung dan dibelakangnya ditutupi tenda agar kolam CPO tak mudah dilihat. Ada juga yang memilih tersembunyi, tetapi tak jauh dari jalan. Selain membuat bak atau kolam, ada yang memakai drum untuk menampung. (*)
Tags : crude palm oil, cpo, cpo ilegal, sisi gelap pekerja penampung cpo ilegal, cpo ilegal di ujung tanduk, cpo ilegl di riau, News,