PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Ketua Umum Sinergi Pemuda Riau (SPR), Randi Syaputra menilai Disdik Riau tidak serius menyelesaikan masalah penjualan seragam sekolah di atas harga pasar yang mencekik masyarakat.
"Harga seragam sekolah sudah mencekik leher masyarakat."
"Bisnis seragam siswa di SMA/SMK Negeri di Riau terus berlanjut di tengah penderitaan masyarakat. Harga seragam yang ditetapkan jauh lebih lebih tinggi dibanding harga pasar. Pembiaran bisnis di sekolah ini menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan yang tak pernah diselesaikan," kata Randi Syaputra didepan wartawan, Senin (30/9).
"Ini membuktikan kalau jargon pendidikan gratis yang dikampanyekan pemerintah hanyalah omong kosong belaka."
"Apakah Disdik turun ke lapangan mengecek harganya. Jangan di meja saja, jalankanlah fungsi pengawasan Disdik Riau itu!," kata dia.
Randi juga merespon pernyataan Pelaksana Tugas Kabid SMA Disdik Riau, Alfira yang tak mengakui kalau harga paket seragam siswa ditetapkan dengan harga tinggi di atas harga pasar.
Menurutnya, pernyataan Alfira itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Randi juga heran mengapa Disdik Riau hanya bisa sekadar menerbitkan surat edaran ke SMA/SMK Negeri soal kebijakan seragam siswa. Dalam surat tersebut hanya disebut kalau seragam siswa menjadi tanggung jawab orangtua atau wali peserta didik.
"Tapi, implementasi dari surat itu tidak diawasi. Kenyataannya justru sekolah berbisnis seragam siswa. Ketika media menyampaikan informasi yang valid justru dibantah. Mereka (Disdik) ini membela siapa sebenarnya?" sebutnya.
SPR berencana akan menyampaikan masalah bisnis seragam siswa ini kepada Penjabat (Pj) Gubernur Riau Rahman Hadi.
Ia meminta Rahman Hadi agar menempatkan pejabat yang benar-benar berkualitas dan berintegritas di Disdik Riau. Soalnya, Disdik adalah pengampu utama dari dari sistem pendidikan, maupun satuan pendidikan.
"Sejak proses PPDB, Disdik Riau ini sudah penuh masalah. Bayangkan, salah satu sekolah favorit di Pekanbaru ini, bisa menerima murid di luar PPDB hingga ratusan siswa. Sekarang dugaan pembiaran penetapan harga seragam sekolah juga dibiarkan. Kami minta Pj Gubernur Riau juga harus bersikap," kata Randi.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Edi Rusma Dinata belum memberikan klarifikasi.
Begitupun Ketua Dewan Pendidikan Riau, Prof Juneidi juga belum memberikan pernyataan.
Sebelumnya, diwartakan, pengadaan seragam siswa SMA/SMK Negeri tahun ajaran baru 2024 memiliki nilai bisnis lebih dari Rp 174 miliar.
Pengadaan seragam siswa SMA/ SMK Negeri dilakukan oleh pihak sekolah dibungkus oleh hasil rapat komite.
Adapun harga yang ditetapkan yakni sebesar Rp 1.750.000 untuk siswa SMA dan Rp 2.100.000 untuk pelajar SMK.
Penetapan harga tersebut dinilai jauh dari harga pasar yang ditetapkan oleh pengusaha konveksi atau tukang jahit di Pekanbaru.
Informasinya, harga pasar seragam siswa SMA hanya sebesar Rp 1.100.000 atau selisih lebih dari Rp 600 ribu per paket seragam yang terdiri dari 6 stel pakaian. Ditaksir, keuntungan cuan bisnis seragam ini mencapai 35 persen.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Alfira menyatakan, pada tanggal 29 Juli 2024 lalu, Plt Kadisdik Provinsi Riau Roni Rahmat telah menyampaikan soal aturan tentang seragam siswa.
Alfira menyebutkan, Disdik memiliki sikap bahwa pengadaan pakaian seragam siswa menjadi tanggung jawab orang tua atau wali peserta didik.
"Itu poinnya yang sudah disampaikan. Jadi itu sudah disampaikan dengan tegas. Itu yang disampaikan di dalam surat Dinas Pendidikan kepada seluruh sekolah," kata Alfira, Jumat (27/9).
Alfira mengklaim kalau Disdik Provinsi Riau sudah mengirimkan surat tentang aturan seragam sekolah kepada seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK/ SLB Negeri dan swasta se-Provinsi Riau.
Saat ditanya mengapa pengadaan seragam siswa justru dilakukan oleh pihak sekolah, Alfira tidak memberi penjelasan.
Ketika ditanya mengapa harga seragam siswa yang ditetapkan pihak sekolah jauh lebih mahal dibanding harga pasar, Alfira lagi-lagi menyebut kalau pembelian seragam siswa merupakan tanggung jawab orangtua atau wali murid.
"Itu tidak ada sama sekali. Yang ada harga tinggi tidak ada, itu adalah orang tua yang melakukan pembelian seragam sendiri. Mungkin dia bercerita tempat dia lebih mahal, ini lebih murah," kata Alfira.
Sebelumnya, Forum Pemuda Peduli Masyarakat Miskin (FPPMM) Kota Pekanbaru mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau merespon cepat praktik bisnis di sekolah SMA/SMK Negeri yang terus berlangsung.
Merajalelanya bisnis di lingkungan sekolah menjadi sorotan, setelah terungkapnya proyek bisnis seragam siswa SMA/SMK Negeri tahun ini yang bernilai lebih dari Rp 174 miliar.
FPPMM menilai, sikap pasif Disdik Riau memunculkan spekulasi terjadinya pembiaran oleh Pemprov Riau, selalu otoritas pemerintah daerah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap satuan pendidikan SMA/SMK Negeri.
"Diduga, pesta pora bisnis seragam siswa terjadi di tengah menjeritnya kalangan orangtua/ wali murid untuk membayar biasa seragam yang mahal dan jauh di atas harga pasar, " kataKetua FPPMM, Suhermanto.
Suhermanto menyatakan, bisnis seragam siswa yang harganya sangat mahal sebenarnya bukan perkara sulit yang bisa diselesaikan dengan mudah.
"Ini masalah yang sangat sederhana, hanya soal ketegasan dan efektivitas pengawasan Disdik saja. Tapi kalau ada kepentingan, ya pasti susah untuk bicara," ujar Suhermanto, Rabu (25/9) lalu.
Suhermanto menyayangkan patokan harga seragam yang diberlakukan pihak sekolah yakni sebesar Rp 1.750.000 untuk siswa SMA Negeri dan Rp 2.100.000 untuk SMK Negeri.
Ia menyebut, harga tersebut jauh di atas harga jual pasar di tingkatan pengusaha konveksi dan tukang jahit.
Hasil penelusuran SabangMerauke News, rata-rata harga paket seragam siswa SMA di tingkatan pengusaha konveksi dan tukang jahit hanya berkisar Rp 1.100.000.
Sementara, harga patokan yang ditetapkan sekolah sebesar Rp 1.750.000 untuk siswa SMA Negeri dan Rp 2.100.000 untuk siswa SMK Negeri.
Menurut Suhermanto, harusnya harga paket seragam siswa bisa lebih murah lagi, karena pemesanan baju seragam dilakukan dalam jumlah sangat besar untuk ratusan ribu siswa yang diterima pada tahun ajaran baru 2024.
"Tapi kok harganya justru lebih mahal? Logis, gak? Ini siapa yang dibodohi?" sentil Suhermanto.
Menurutnya, dalam proyek bisnis seragam siswa sekolah negeri, banyak pihak yang terlibat. Ironisnya, proses penetapan harga tidak dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang jelas.
Ujug-ujugnya terbit keputusan penetapan harga secara sepihak oleh sejumlah pihak.
"Di dalamnya ada kepala sekolah, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), komite sekolah, Forum Komite Sekolah. Apakah mereka tidak tahu harga sebenarnya di pengusaha konveksi dan tukang jahit? Mengapa justru mereka menetapkan harga yang mahal lewat keputusan yang mereka buat?" kritik Suhermanto.
Suhermanto kembali mempertanyakan pengawasan yang dilakukan Disdik Riau.
"Apakah mereka (Disdik Riau) tidak peduli lagi dengan jeritan masyarakat?" tanya Suhermanto.
Menurut Suhermanto, sikap pasif Disdik Riau mengesankan terjadinya pembiaran dalam bisnis seragam siswa sekolah negeri.
Sejumlah pihak yang terlibat hanya mengandalkan hasil kesepakatan yang dibuat sebagai stempel legalitas untuk mematok harga seragam.
"Mereka berdalih pengadaan seragam siswa hnya karena alasan untuk keseragaman. Padahal masalah utamanya adalah harga jual di sekolah jauh lebih tinggi dibanding harga di tingkatan pengusaha konveksi atau tukang jahit," katanya.
"Mengapa harga yang ditetapkan lewat rapat Forum Komite SMA/ SMK Negeri justru jauh di atas harga pasar? Udahlah, malu kita. Masyarakat gak bodoh," pungkas Suhermanto.
Pengadaan seragam siswa SMA/SMK Negeri di Riau sangat menggiurkan. Hasil perhitungan sementara, tahun 2024 potensi bisnis rutin tahunan ini lebih dari Rp 174 miliar.
Pada tahun ajaran baru 2024 ini, Pengurus Forum Komite SMA/SMK Negeri Provinsi Riau menetapkan harga acuan seragam untuk siswa SMA Negeri sebesar Rp 1.750.000 per siswa. Sementara, biaya seragam siswa SMK Negeri di angka Rp 2.100.000 per orang.
Berdasarkan data daya tampung siswa SMA/SMK Negeri di Provinsi Riau, pada tahun 2024 ini, penerimaan siswa lewat PPDB Online mencapai 92.965 siswa. Jumlah tersebut terdiri dari 60.515 siswa SMA Negeri dan sebanyak 32.450 siswa SMK Negeri se Provinsi Riau.
Namun, jumlah siswa SMA/SMK Negeri Riau yang diterima tahun ini, diyakini jauh lebih besar ketimbang yang daya tampung yang tersedia.
Sudah jadi rahasia umum, penerimaan siswa tetap berlangsung, meski PPDB Online telah ditutup. Banyak SMA/SMK Negeri di Riau yang menambah siswa, lewat modus penambahan rombongan belajar (rombel) atau pun penambahan siswa di tiap kelasnya.
Jika jumlah siswa SMA/SMK Negeri didasarkan pada daya tampung, maka proyek bisnis seragam siswa tahun ini menembus angka Rp 174 miliar.
Angka itu muncul dari hasil perhitungan sebanyak 60.515 siswa SMA dikali harga seragam Rp 1.750.000 per siswa. Sehingga bisnis seragam siswa SMA Negeri nilainya menembus Rp 105,9 miliar.
Sementara, nilai proyek seragam siswa SMK Negeri yakni hasil perkalian jumlah siswa sebanyak 32.450 siswa dikali biaya seragam per siswa sebesar Rp 2.100.000. Hasilnya sebesar Rp 68,14 miliar
Jika nilai bisnis seragam siswa SMA dan SMK Negeri se Provinsi Riau dijumlahkan, maka nilainya lebih dari Rp 174 miliar. Angka itu belum termasuk perhitungan tambahan siswa yang diterima setelah PPDB Online ditutup.
Untuk siswa SMA Negeri, tiap siswa diberikan alokasi 6 stel (pasangan) seragam.
Adapun harga seragam putih abu-abu seharga Rp 315 ribu, seragam Pramuka dengan harga Rp 315 ribu, seragam khusus identitas sekolah Rp 285 ribu, seragam oahraga Rp 285 ribu, seragam batik Rp 300 ribu dan seragam Melayu Rp 250 ribu. Total harga untuk enam stel pakaian mencapai Rp 1.750.000 per siswa.
Ada lagi SMA Negeri yang menerapkan harga pakaian putih abu sebesar Rp 300 ribu, pakaian Pramuka Rp 325 ribu, baju khusus identitas sekolah Rp 325 ribu, pakaian olahraga Rp 200 ribu, pakaian batik Rp 300 ribu dan pakaian Melayu Rp 300 ribu. Totalnya sebesar Rp 1.750.000.
Beberapa pengusaha konveksi dan tukang jahit pakaian di Kota Pekanbaru, menemukan fakta terdapatnya selisih harga jika dibandingkan dengan harga paket seragam yang ditetapkan pihak sekolah.
Misalnya, seorang pemilik usaha penjahitan pakaian seragam sekolah mengaku mematok harga seragam putih abu-abu seharga Rp 168 ribu, seragam Pramuka Rp 168 ribu, pakaian Melayu Rp 155 ribu, pakaian olahraga Rp 130 ribu, pakaian batik Rp 120 ribu. Sementara harga untuk pakaian khusus khas sekolah di harga Rp 190 ribu.
Sehingga total harga paket seragam di tingkatan pengusaha tukang jahit berkisar Rp 931.000. Jika ditambah dengan biaya ornamen seragam berkisar Rp 169 ribu, maka total biaya seragam di tingkatan pengusaha jahit yakni berkisar Rp 1.100.000 per paket.
Sebagai perbandingan, seorang pengusaha penjahitan seragam lain di Pekanbaru mengaku mematok harga seragam putih abu-abu seharga Rp 170 ribu, pakaian Pramuka Rp 185 ribu, pakaian Melayu Rp 160 ribu, pakaian olahraga Rp 125 ribu, pakaian batik Rp 160 ribu serta pakaian khusus identitas sekolah Rp 190 ribu. Totalnya mencapai Rp 990 ribu. Jika ditambah dengan biaya ornamen seragam sebesar Rp 169 ribu, maka harga seragam di tingkatan pengusaha penjahitan 1.159.000 per paket.
Jika kita bandingkan harga paket seragam di tingkatan pengusaha penjahitan dengan harga patokan yang dipungut pihak sekolah dari orangtua/ wali murid, maka terdapat selisih margin harga yang cukup jauh. Margin keuntungan proyek bisnis seragam siswa SMA/SMK Negeri berkisar 35 persen. Atau setidaknya margin keuntungan dari tiap paket seragam berkisar Rp 600 ribu.
Sebenarnya, pola bisnis pengadaan seragam siswa SMA/SMK Negeri di Riau sangat sederhana. Diawali dengan rapat komite yang difasilitasi pihak sekolah mengundang orangtua/ wali murid. Rapat ini biasanya hanya formalitas untuk mengumumkan kesepakatan penetapan harga seragam kepada para orangtua/ wali murid.
Setelah rapat komite, maka orangtua siswa akan memesan seragam kepada pihak sekolah. Pembayaran bisa dilakukan dengan cicilan, namun harus dilunaskan setelah seragam lengkap selesai dan diterima siswa.
Ketua Forum Komite (Forkom) SMA/SMK Negeri Provinsi Riau Delisis Hasanto merespon soal pemberitaan tentang bisnis pengadaan seragam siswa yang bikin heboh di masyarakat.
Bisnis seragam siswa yang bersifat rutin tahunan ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Soalnya, patokan harga seragam dinilai jauh dari harga pasar dan mencekik para orangtua/wali murid. Pemprov Riau dinilai membiarkan dan lepas tangan terhadap membudayanya praktik bisnis dan komersialisasi pendidikan ini.
Delisis Hasanto dalam keterangannya menyebut, Forum Komite SMA/SMK/SLB Negeri Provinsi Riau menetapkan patokan harga seragam dilakukan agar harga yang dipungut dari orangtua/wali murid sesuai dengan harga pasar.
Ia menilai jika patokan harga tidak dilakukan, maka harga seragam di sekolah akan diterapkan 'brutal'.
"Kalau harga seragam tidak dipatok, maka akan ada harga yang tidak masuk akal. Bajunya sama, tapi kok harganya berbeda, sekolah ini, sekolah itu, maunya gitu, itu dasarnya ya," ujar Delisis Hasanto, Jumat (20/9).
Saat memberikan keterangannya, Delisis Hasanto didampingi oleh Ketua Komite SMA Negeri 11 Pekanbaru Ketua Komite SMA Negeri 18 Pekanbaru dan Ketua Komite SMK Negeri 5 Pekanbaru.
Delisis membantah keterlibatan Forum Komite dalam urusan pengadaan seragam siswa. Harga seragam siswa yang ditetapkan oleh Forum Komite, kata Delisis, merupakan harga maksimum.
"Harga seragam itu hanya rujukan kita. Makanya di dalam surat kami kunci dengan adanya kata-kata maksimum. Kami memberi apresiasi kepada sekolah yang menerapkan harga di bawah itu," tegasnya.
Delisis mengaku sedih ketika mendapat laporan adanya sekolah di luar daerah yang menetapkan harga seragam lebih besar dibanding harga yang dianjurkan Forum Komite.
"Itu yang bikin saya sedih. Ada apa sekolah nih, lebih brutal, makanya bahasa saya brutalkan, lebih sadis," bebernya.
Delisis menyebut, penetapan harga seragam siswa SMA/SMK dilakukan lewat rapat bersama. Harga tidak ditentukan dari pihak pengusaha konveksi (tukang jahit).
"Kita survei di Pekanbaru, kita survei juga di Bengkalis. Tentu kita berkoordinasi untuk mengantisipasi itu semua, supaya kita mengeluarkan acuan yang sinkron dengan situasi daerah," kata Delisis.
Sebelumnya, Forum Komite SMA-SMK-SLB Negeri Provinsi Riau menerbitkan sepucuk surat tertanggal 19 Juli 2024.
Surat ditujukan kepada Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA/SMK Negeri, Kepala SMA/SMK Negeri, Ketua Komite SMA/SMK Negeri dan Ketua Forum Komite SMA/SMK/SLB Negeri tingkat kabupaten dan kota se Provinsi Riau.
Adapun surat tersebut berisi kebijakan pengadaan seragam siswa SMA/SMK Negeri se Riau tahun 2024. Di dalam surat itu, tercantum harga maksimum seragam siswa Rp 1.750.000 untuk siswa SMA dan Rp 2.100.000 untuk siswa SMK Negeri.
Surat Forum Komite SMA-SMK-SLB Negeri Provinsi Riau itu menjadi acuan implementasi pengadaan seragam siswa di tiap sekolah SMA/SMK Negeri di 12 kabupaten/ kota se Riau.
Terbitnya surat dari Forum Komite SMA-SMK-SLB Negeri Provinsi Riau itu merupakan hasil dari rapat bersama yang digelar sehari sebelumnya, yakni pada tanggal 18 Juli 2024 di Kota Pekanbaru.
Rapat itu diklaim turut dihadiri oleh unsur Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Surat Forum Komite ini juga ditembuskan ke Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
"Dengan alasan keseragaman, pembuatannya dapat dibuat secara kolektif melalui rapat kesepakatan bersama orang tua/wali peserta didik melalui rapat komite yang difasilitasi oleh sekolah," demikian kutipan salah satu isi surat Forum Komite SMA-SMK-SLB Negeri Provinsi Riau. (*)
Tags : seragam sekolah, harga seragam sekolah, sma-smk, harga seragam sekolah mencekik leher, pendidikan, harga seragam sekolah disorot,