News   21-03-2025 13:7 WIB

Strategi DJPb Genjot Pendapatan Daerah yang Berhasil Raup Pendapatan Negara untuk Riau Capai Rp28,75 Triliun

Strategi DJPb Genjot Pendapatan Daerah yang Berhasil Raup Pendapatan Negara untuk Riau Capai Rp28,75 Triliun
Kepala Kanwil DJPb, Heni Kartikawati

PEKANBARU – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Provinsi Riau menyebutkan jika pendapatan negara di Riau hingga 31 Desember 2024 berhasil mencapai Rp28,75 triliun atau 104,38 persen dari target yang ditetapkan.

Kepala Kanwil DJPb, Heni Kartikawati mengatakan angka ini menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 4,10 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023 (year-on-year).

Heni menjelaskan bahwa penerimaan negara ini terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp27,014 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp1,735 triliun.

"Penerimaan perpajakan mengalami kenaikan 4,90 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Semua jenis penerimaan perpajakan mencatatkan kinerja positif, kecuali Pajak Penghasilan (PPh) yang turun sebesar 9,92 persen," kata dia hari ini di Pekanbaru

Sementara itu, kata Heni, penerimaan bea keluar mencapai Rp3,595 triliun, atau 108,25 persen dari target, dengan kenaikan signifikan sebesar 52,43 persen dibanding tahun lalu.

Meskipun pendapatan negara melampaui target, belanja negara di Riau tercatat sebesar Rp32,769 triliun atau 96,75 persen dari pagu yang ditetapkan. Realisasi belanja ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2023, dengan penurunan sebesar 1,99 persen.

Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp9,506 triliun (94,87 persen dari pagu) dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp23,263 triliun (97,54 persen dari pagu).

"Belanja negara yang terealisasi defisit sebesar Rp4,019 triliun hingga akhir 2024. Hal ini menjadi perhatian untuk terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja," tambah Heni.

Kondisi serupa juga terlihat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau. Pendapatan daerah tercatat sebesar Rp31,976 triliun, dengan belanja daerah mencapai Rp35,729 triliun, menghasilkan defisit sebesar Rp3,752 triliun.

Pembiayaan daerah sebesar Rp808,73 miliar menghasilkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar Rp2,944 miliar.

Disebutkannya, pendapatan daerah masih sangat bergantung pada Transfer ke Daerah (TKD) yang mencapai Rp22,965 triliun atau 71,82 persen dari total pendapatan APBD.

"Ketergantungan fiskal daerah terhadap pemerintah pusat ini menunjukkan perlunya peningkatan kemandirian keuangan daerah," ucapnya.

Sebelumnya, Heni Kartikawati juga telah menegaskan, belanja pemerintah masih menjadi penggerak utama perekonomian di Riau.

"Efisiensi anggaran dan ketidakpastian ekonomi global membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka."

"Meskipun pemerintah tetap berperan dalam menggerakkan perekonomian, kebijakan efisiensi membuat kontribusi belanja investasi berkurang," kata Heni, Kamis (20/3).

"Selain itu, dinamika politik dan ketidakpastian ekonomi turut memengaruhi perilaku konsumsi masyarakat, yang saat ini lebih memilih menabung daripada berbelanja," sambungnya.

Heni menekankan, pemerintah daerah perlu menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan lebih optimal.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan penerimaan dari pajak air permukaan dan pajak air tanah, memperbarui NJOP PBB, serta meningkatkan kepatuhan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

"Langkah ini penting agar daerah tidak hanya bergantung pada transfer dana dari pusat, tetapi juga bisa lebih mandiri dalam pembiayaan pembangunan," jelasnya.

Hingga Februari 2025, realisasi belanja modal di Riau masih tergolong sangat rendah, yakni baru mencapai Rp45,78 miliar atau 0,93 persen dari total pagu sebesar Rp4.899,45 miliar.

Heni menegaskan, percepatan belanja modal sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.

"Realisasi belanja modal harus dipercepat agar dapat memberikan dampak multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur yang lebih baik akan meningkatkan daya saing Riau dalam menarik investasi," ujarnya.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa pemerintah daerah harus mengalokasikan minimal 40 persen dari APBD untuk belanja modal, sesuai amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Lebih lanjut, Heni mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat investasi di sektor-sektor strategis di Riau.

Beberapa prioritas investasi yang tengah dikembangkan meliputi pembangunan Kawasan Industri Kelapa di Indragiri Hilir, pengembangan industri Crude Palm Oil (CPO) di Kawasan Industri Tanjung Buton, serta pengembangan pariwisata di Pantai Tanjung Lapin.

"Kita perlu mendorong nilai tambah dari sektor industri pengolahan agar Riau tidak hanya bergantung pada bahan mentah. Dengan penguatan industri hilir, kita bisa meningkatkan daya saing ekonomi daerah secara berkelanjutan," jelasnya.

Selain investasi, dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga menjadi fokus utama. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempermudah akses pembiayaan bagi pelaku usaha kecil, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi).

"UMKM memiliki peran besar dalam menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian. Kemudahan akses pembiayaan akan membantu mereka berkembang lebih pesat," pungkasnya. (*)

Tags : direktorat jenderal perbendaharaan, kanwil djpb heni kartikawati, strategi djpb genjot pendapatan daerah, djpb raup pendapatan negara capai rp28, 75 triliun, News,