PEKANBARU - Wacana menjadikan Riau sebagai daerah istimewa mengemuka. Kali ini, dorongan kuat datang dari DPRD Riau dan akademis yang menilai kekayaan budaya dan sejarah panjang Riau layak mendapat pengakuan serupa dengan Yogyakarta.
"Wacana Daerah Istimewa Riau (DIR) karena memiliki kekhususan sejarah dan budaya."
"Provinsi layak menjadi Daerah Istimewa jika provinsi tersebut memiliki kekhususan sejarah, budaya, atau tata kelola daerah yang unik dan sudah ada sebelum Indonesia berdiri, dan kekhususan tersebut diakui dalam hukum Indonesia seperti Undang-Undang Dasar," kata Prof Dr Junaidi M.Hum, Rektor Universitas Lancang Kuning (Unilak).
Menurutnya, syarat utama daerah istimewa adalah memiliki pemerintahan sendiri (zelfbestuur) yang melekat sejak dahulu, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kepala daerah berstatus penguasa monarki.
Kriteria provinsi layak jadi daerah istimewa, menurutnya, bisa dilihat adanya kekhususan sejarah dan budaya, memiliki keunikan sejarah atau budaya yang sudah lama ada dan berbeda dari daerah lain.
Daerah tersebut sudah memiliki pemerintahan sendiri atau kesatuan pemerintahan yang asli sebelum ada Republik Indonesia dan kekhususan daerah tersebut diakui dan dijamin dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti diatur dalam UUD 1945.
Menurutnya, keistimewaan diakui dalam undang-undang diberikan status khusus karena sejarah dan budaya yang unik, serta memiliki otonomi khusus dalam tata kelolanya.
Dasar hukum pembentukan daerah istimewa ini, menurutnya, ada pada Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, yakni memberikan pengakuan terhadap keberadaan daerah-daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna Peringatan Hari Jadi ke-68 Riau, Sabtu 9 Agustus 2025, Ketua DPRD Provinsi Riau, Kaderismanto sangat mendukung gagasan pembentukan Daerah Istimewa Riau (DIR) ini.
Kaderismanto dalam pidatonya menyampaikan, bahwa status keistimewaan daerah merupakan langkah strategis dalam mempercepat pembangunan dan memperkuat jati diri budaya Melayu Riau.
Politisi PDI Perjuangan itu menjelaskan, bahwa gagasan DIR bukanlah muncul secara tiba-tiba.
Menurutnya, ini adalah keinginan luhur dari masyarakat Riau dan saat ini dimotori oleh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) bersama berbagai elemen masyarakat.
Ketua DPRD Riau dari Dapil Dumai - Bengkalis dan Kepulauan Meranti itu juga menyampaikan keinginan untuk menjadikan Riau sebagai Daerah Istimewa yang lahir dari semangat menjaga warisan budaya, memperkuat adat istiadat, serta mengoptimalkan potensi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Dengan terwujudnya Daerah Istimewa Riau, kita tidak hanya bicara tentang status administratif, tetapi tentang cita-cita luhur masyarakat Riau yang ingin negerinya bertamadun, bermartabat, dan menjadi pusat kebudayaan Melayu," sebut Kaderismanto.
Ia menilai, status DIR ini bagian yang bersanding dengan RPJMD Riau 2025-2029 yang mengusung visi "Riau Bedelau", yang berarti Riau yang berbudaya Melayu, dinamis, ekologis, religius, dan maju.
Kaderismanto menyampaikan dukungannya agar Riau ditetapkan sebagai daerah istimewa karena memiliki nilai-nilai historis dan kultural yang tak kalah istimewa.
"Riau memiliki beragam kearifan lokal, jejak sejarah Kesultanan, dan menjadi pusat penyebaran agama Islam di masa lalu. Itu sudah cukup untuk menjadikannya daerah istimewa," ujarnya.
Kaderismanto menyebut bahwa konsep keistimewaan tidak harus menunggu pemekaran wilayah.
Menurutnya, wilayah-wilayah (Daerah) bisa masuk dalam kerangka besar DIR sebagai satu kesatuan kawasan politik dan pembangunan, walau memiliki kultur yang berbeda.
Terlebih, keberadaan Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim (SSK II) dan kawasan industri di Dumai memperkuat posisi strategis wilayah ini.
"Jika disatukan dalam konteks pembangunan, Riau menjadi kawasan terpadu yang memperkuat posisinya sebagai sentra penerbangan sekaligus kawasan pengembangan daerah istimewa," tambahnya.
Dari sisi demografi dan potensi fiskal, Kaderismanto yakin Riau sudah sangat layak untuk DIR.
Potensi sumber daya alam seperti migas, pertanian, perikanan, serta kekayaan budaya menjadi modal kuat untuk menyandang status istimewa.
Ia pun meminta agar pihak eksekutif lebih proaktif melakukan komunikasi politik dengan pemerintah pusat dan provinsi.
"Kapasitas fiskal Riau sangat mumpuni. Kami akan dorong ini secara kelembagaan. Tapi eksekutif juga harus menyatukan visi dan komunikasi politiknya dengan serius," tegasnya.
Sebelumnya, rapat soal wacana DIR tersebut sudah dilakukan dan mebahas persiapan-persiapannya dihadiri oleh para Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Akademisi, para Budayawan, serta berbagai elemen Masyarakat Riau.
Rapat dibuka oleh Ketua DPP DIR, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Riau, dan Datuk Seri Marjohan Yusuf selaku Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA- LAMR) Provinsi Riau.
Adapun maksud dan tujuan dilakukannya agenda Rapat adalah untuk memperteguh konsep keistimewaan Riau dan untuk merumuskan dasar dan arah perjuangan pembentukan DIR, serta dasar pengusulan status Keistimewaan.
Seperti kembali disebutkan Ketua Tim Perumus Naskah Akademis DIR Provinsi Riau, Prof Junaidi, menyatakan bahwa dasar pengusulan status keistimewaan bagi Riau bersumber pada kekayaan budaya Melayu.
Menurutnya, hal ini selaras dengan Visi Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu.
“Riau, sebagai pusat kebudayaan Melayu harus kita bangkitkan kembali. Ini menjadi latar belakang dari perjuangan DIR,” ujar Prof Junaidi.
Prof Junaidi juga menjelaskan bahwa kebudayaan Melayu memiliki implikasi terhadap sistem ekonomi dan Pemerintahan. Sementara, secara filosofis, pengusulan DIR wajib berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
“Pengajuan DIR tidak bertentangan dengan hukum, ini diperbolehkan oleh Negara dan bukan bentuk makar,” terang Prof Junaidi.
Ia menegaskan, bahwa sistem Pemerintahan dalam budaya Melayu dikenal dengan konsep tali berpilin tiga, yakni kolaborasi antara Pemerintah, Ulama, dan Tokoh-tokoh Adat.
Substansi keistimewaan yang di maksud juga mencakup pengakuan Riau sebagai pusat peradaban Melayu.
Kemudian, Prof Junaidi menyebutkan, bahwa naskah akademis yang dibahas masih bersifat normatif dan membutuhkan masukan lebih lanjut dari berbagai pihak yang berkompeten, serta dibutuhkan kolaborasi dan dukungan penuh dari semua pihak terkait.
Prof Junaidi menyebutkan bahwa Riau layak menjadi Daerah Istimewa (DI) karena alasan historis, budaya, dan kontribusi besar Riau bagi Indonesia, khususnya melalui peran Kesultanan Siak dalam kemerdekaan dan kekayaan peradaban Melayu yang menjadi pilar identitas nasional.
Menurutnya, status istimewa ini juga didukung oleh posisi Riau yang strategis dan kekayaan sumber dayanya, serta adanya dukungan kuat dari masyarakat dan pemerintah daerah untuk melestarikan warisan budaya Melayu.
Alasan Riau Layak Menjadi Daerah Istimewa
Proses dan Dukungan Terhadap Pengusulan
Riau telah memberi kontribusi bagi Indonesia bahkan sebelum republik ini berdiri. Kesultanan Siak menunjukkan patriotisme tanpa batas dengan menyumbangkan 13 juta gulden untuk perjuangan kemerdekaan, serta menyerahkan wilayah dan sumber daya demi Indonesia merdeka.
Lebih dari itu, bahasa Melayu Riau telah menjadi fondasi bahasa Indonesia — bahasa pemersatu bangsa — yang kita pakai setiap hari. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga warisan identitas nasional.
Kontribusi Ekonomi Riau Pilar NKRI
Migas: Sejak era Presiden Soekarno hingga kini, Riau konsisten menyumbang 20–35% produksi minyak nasional. Kita adalah salah satu penopang fiskal utama negara.
Sawit: Dengan 3,38 juta hektar perkebunan sawit (20,68% dari total nasional), Riau menjadi paru-paru ekonomi yang menopang ekspor, pangan, dan jutaan lapangan kerja.
Pulp & Paper: Indonesia menempati peringkat ke-8 dunia dan ke-3 Asia dalam industri pulp & paper. Dua raksasa industri dunia ada di Riau yaitu: RAPP: 2,8 juta ton pulp & 1,15 juta ton kertas/tahun dan IKPP: 2 juta ton pulp & 1,7 juta ton kertas/tahun. Keduanya menjadikan Riau kekuatan global yang mengharumkan nama Indonesia.
Sementara pengangguran di Riau pada 2024 mencapai 4,62%, lebih tinggi dari rata-rata nasional, meski kita dianugerahi kekayaan alam melimpah.
Suku Melayu, sebagai tuan rumah dan penjaga budaya, justru kerap terpinggirkan dalam kebijakan strategis.
Riau Layak Menjadi Daerah Istimewa
Riau tidak meminta hak istimewa karena ingin berlebih — Riau menuntut pengakuan istimewa karena sejak awal telah memberi banyak bagi republik ini. Saatnya pemerintah pusat memberikan payung kekhususan dengan hormat — sebagai bentuk keadilan dan kebersamaan dalam bingkai NKRI. (*)
Tags : daerah istimewa riau, dir, riau minta daerah istimewa, daerah istimewa, kekayaan budaya, sejarah riau, dprd riau, Prof Junaidi, universitas lancang kuning, unilak, rektor unilak Prof Junaidi, News,