Korupsi   2025/07/08 19:42 WIB

Penanganan Hukum Dugaan Korupsi Proyek Revitalisasi Pelabuhan Batuampar Masih 'Terkatung Katung', 'yang Belum Ditetapkan Tersangkanya'

Penanganan Hukum Dugaan Korupsi Proyek Revitalisasi Pelabuhan Batuampar Masih 'Terkatung Katung', 'yang Belum Ditetapkan Tersangkanya'
Proyek revitalisasi Pelabuhan Batuampar, Batam

BATAM - Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi Dermaga Utara Pelabuhan Batuampar hingga kini belum mengarah pada penetapan tersangka.

Meski sudah berjalan sejak Februari 2025 dan puluhan saksi telah diperiksa, status para pihak yang diselidiki masih sebagai terlapor.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kepri, Kombes Silvester Simamora, mengatakan kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan dan terus berjalan. Sejauh ini sudah lebih dari 40 saksi yang kami periksa “Masih on progres,” kata Silvester.

Ia menyampaikan pihaknya masih menunggu perhitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hasil perhitungan kerugian negara tersebut menjadi kunci penting dalam menetapkan siapa yang paling bertanggung jawab.

“Masih belum (hasil kerugiaan BPK),” tegasnya.

Sebelumnya, daftar saksi yang telah dimintai keterangan bisa saja bertambah.

Bahkan, sejumlah pejabat aktif dan nonaktif di lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam masih berpotensi dipanggil ulang untuk pendalaman.

Salah satunya adalah Fesly Abadi S, pejabat yang kini telah dilantik dalam jabatan struktural.

Fesly sebelumnya telah diperiksa dan dinilai memiliki peran penting dalam pelaksanaan proyek revitalisasi pelabuhan yang kini disidik Polda Kepri.

“Penunjukan seseorang sebagai pejabat tidak menghentikan proses penyidikan. Kalau memang diperlukan untuk diperiksa ulang, pasti akan kami panggil,” tegas Silvester beberapa waktu lalu.

Tetapi Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86), Cak Ta’in Komari menyebut proyek revitalisasi Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar, Batam masih menuai sorotan tajam.

“Seharusnya status Fesly Abadi Paranoan (FAP) sudah ditetapkan sebagai tersangka di Polda Kepri, apalagi kantor dan rumahnya telah digeledah penyidik pada 19 Maret 2025. Aneh jika statusnya masih dikatakan sebagai saksi,” kata Cak Ta’in Komari, Jumat (27/6) kemarin.

Cak Ta’in meminta Kepala BP Batam, Amsakar Ahmad, untuk membatalkan pengangkatan FAP sebagai Direktur Perencanaan BP Batam, yang baru dilantik pada 16 Juni 2025 lalu.

Menurutnya, menyusul fakta bahwa FAP sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Proyek Strategis BP Batam—sebuah posisi yang diduga turut terkait dalam kasus korupsi proyek senilai Rp75 miliar tersebut.

Cak Ta’in menyatakan, penggeledahan dalam konteks hukum pidana bukan tindakan sepele.

Prosedurnya diatur secara ketat dalam Pasal 33 ayat (1) KUHAP dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Standar Operasional Prosedur Penggeledahan.

"Penggeledahan hanya bisa dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (KPN), yang diajukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan bukti permulaan yang cukup."

“Jika sudah ada sprindik, maka sudah terbit juga SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Dalam SPDP semestinya sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.

Mantan Dosen Universitas Riau Kepulauan ini menjelaskan bahwa penggeledahan biasanya diikuti dengan penyitaan dokumen, bahkan penangkapan.

"Setiap tindakan tersebut wajib didukung oleh dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam KUHAP."

“Pertanyaannya sekarang, bagaimana mungkin FAP bisa diangkat sebagai pejabat eselon II di BP Batam, padahal status hukumnya seharusnya sudah tersangka? Ini perlu klarifikasi lebih lanjut dari Polda Kepri,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan legalitas proses penggeledahan yang dilakukan pada 19 Maret 2025 di beberapa lokasi, termasuk kantor Badan Perencanaan Proyek Strategis BP Batam, rumah FAP di Sukajadi, dan rumah AM di sekitar Bandara Hang Nadim.

“Apakah penggeledahan tersebut sudah sesuai ketentuan KUHAP dan SOP penggeledahan Polri?” tanya dia.

Cak Ta’in menegaskan, agar Kepala BP Batam meninjau kembali keputusan pengangkatan FAP guna menghindari terganggunya kinerja lembaga akibat potensi masalah hukum di kemudian hari.

“Kalau perlu langsung dibatalkan dan diganti dengan pejabat yang tidak memiliki keterkaitan dengan kasus hukum. Jika Ditreskrimsus Polda Kepri tidak menuntaskan kasus ini, kami akan melaporkannya ke Tipikor Bareskrim dan KPK,” tegasnya.

Diketahui, proyek Revitalisasi Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar yang dikerjakan oleh PT Marindo Karyautama Subur sejak 2021 hingga 2023 mengalami delapan kali addendum dan akhirnya diputus kontrak oleh BP Batam pada 10 Maret 2023.

Proyek senilai Rp75 miliar tersebut diduga mengalami kendala teknis pada struktur konstruksi dermaga, termasuk kedalaman kolam dan alur pelayaran.

Cak Ta’in menyimpulkan bahwa secara hukum, kasus tersebut telah memenuhi unsur pidana korupsi dan hanya tinggal menunggu pemberkasan lengkap untuk dibawa ke pengadilan.

“Penyidik kabarnya sudah mengantongi bukti-bukti dan data lengkap. Ini yang harus dikawal oleh masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi hukum. Jangan sampai kasus ini mengambang,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Mus Gaber, menyatakan dukungannya terhadap pelaporan kasus-kasus mandek di daerah sebaliknya dilaporkan ke aparat penegak hukum pusat, termasuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami siap memfasilitasi dan mengawal proses hukumnya hingga tuntas, apalagi jika penggeledahan dan penyitaan sudah dilakukan, namun seluruh pihak masih dinyatakan sebagai saksi. Mungkin mereka tidak berniat menuntaskan kasus tersebut, jadi bagusnya dilaporkan ke Jakarta saja," ujarnya. (rp.ant/*)

Sebagaimana diketahui, penyidikan ini berawal dari temuan awal dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek strategis nasional yang ditujukan untuk mempercepat kelancaran logistik di kawasan perbatasan. Namun, proyek tersebut sempat terhenti dan menimbulkan tanda tanya publik.

Tim Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Kepri bahkan telah menggeledah Kantor BP Batam pada 19 Maret 2025 lalu.

Dari sana, penyidik menyita sejumlah dokumen penting seperti kontrak kerja, laporan kemajuan proyek, dan dokumen anggaran.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri juga sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian.

Dalam SPDP tersebut, disebutkan ada tujuh terlapor yang berasal dari ASN di BP Batam, BUMN, hingga pihak swasta.

“Kami memang sudah menerima SPDP-nya, tapi sampai sekarang belum terima berkas perkara. Kami masih tunggu dari penyidik,” ungkap Kasi Penkum Kejati Kepri, Yusnar. (rp.ant/*)

Tags : pelabuhan batuampar, batam, proyek revitalisasi pelabuhan batuampar, dugaan kasus proyek revitalisasi pelabuhan batuampar,