"Aksi perambahan kawasan hutan lindung di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau terus mencuat'
ondisi sekarang disekitar hutan TNTN memang terdapat rumah tempat tinggal warga dilingkungan Desa Air Hitam beserta kebun sawit mereka sebagai mata pencahariannya, tetapi pemukiman dan kebun tidak termasuk di lahan inti hutan yang dilindungi.
"Mereka tetap menjaga keasrian hutan dan ikut berpartisipasi agar lahan hutan tidak terbakar," kata Tansi Sitorus, Kepala Desa (Kades) Air Hitam tadi ini dihubungi melalui ponselnya, Selasa (4/10/2022).
"Rumah bagi kawanan gajah sumatera dan satwa dilindungi lainnya masih terlindungi ditengah lingkungan yang juga ditumbuhi lahan perkebunan sawit."
"Soal tergarapnya lahan TNTN menjadi kebun sawit versi pihak Balai TNTN menjadikan saya sedikit repot karena ditelepon dari berbagai media. Ini perlu diluruskan," kata Tansi.
Ada pelaku justru menunjukkan surat keterangan tanah (SKT) sebagai bukti kepemilikan. Tansi Sitorus mengaku tidak mengetahui kalau ada penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) ini.
"Kalau surat keterangan sebagai garapan memang ada tetapi tidak masuk dalam kawasan TNTN. Itu sebetulnya bukan SKT tujuan untuk pemohon pembuatan Sertifikat Hak Milik (SHM)," kata Tansi.
"Bukan itu, akan tetapi maksudnya adalah surat keterangan garapan biar tahu siapa pemiliknya, lalu kita usulkan untuk permohonan pembebasan lahan lewat UU Cipta Kerja," terang Tansi Sitorus mengklarifikasi maraknya pemberitaan akhir-akhir ini.
Tansi juga mengklarifikasi bahwa seluruh surat garapan yang diterbitkan itu tidaklah semuanya masuk dalam kawasan TNTN.
Wakil Bupati Pelalawan Drs. H. Zardewan diampingi Ketua DPRD Kabupaten Pelalawan Adi Sukemi, Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Pelalawan Sri Noralita, Camat Ukui Amri Juharza, Kades Air Hitam Tansi Sitorus (sebelah kanan) dan Kades Lubuk Kembang Bunga Rusi Chairus serahkan bantuan Sembako kepada warga di dua desa di Kecamatan Ukui.
"Surat keterangan garapan hanya sebagian saja dari total yang diterbitkan dan tidak pula masuk ke dalam kawasan," sebutnya lagi.
Menurutnya, dari total kawasan TNTN 81 ribu hektare, yang terlanjur tergarap diluar kawasan hutan ternyata ada mengikuti UUCK untuk pembebasan lahan.
"Jadi setelah dilakukan pengukuran oleh tim pihak ketiga, kami meminta untuk mengukur lahan di Desa Air Hitam ini, seluas hampir 3.600 hektare," sebutnya.
"Dari hasil tim pengukur ketemulah sekitar 700 hektare. Jadi kita terbitkan surat keterangan garapan ini tidak masuk keseluruhan dalam kawasan," ungkapnya.
"Seluruh surat tanah yang diterbitkan itu hanya bersifat untuk melegalkan sebagai syarat diusulkan untuk pemohon pembebasan lahan melalui UUCK."
"Nah tujuan penerbitan surat keterangan sebagai garapan ini hanya bersifat surat keterangan saja dan bukan untuk sebagai pemilik lahan. Dasar kita sebagai pemohon diusulkan UUCK, tidak untuk syarat SHM," tegasnya.
Dengan begitu, penerbitan surat keterangan, Kades Tensi Sitorus tidak lain untuk memudahkan pihaknya melakukan identifikasi lahan jika terjadi kebakaran hutan dan lahan.
"Jadi apabila, sudah diketahui dari surat garapan yang kita terbitkan, warga harus bertanggung jawab menjaga lahan apalagi terjadi Karhutla," tandasnya.
Tim menangkap pelaku perambahan hutan
TNTN rumah bagi kawanan gajah sumatera dan satwa dilindungi lainnya itu berubah menjadi lahan perkebunan.
Tetapi para pelaku justru menunjukkan surat keterangan tanah (SKT) sebagai bukti kepemilikan.
"Dari penangkapan itu pula, ada terlihat Kepala Desa (Kades) menerbitkan surat keterangan tanah (SKT) di dalam kawasan TNTN," kata Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro
Dia mengaku ada Kades menerbitkan SKT.
"Kami mendata dan hasil pengakuan Kades yang mengaku sudah 1.500 SKT yang diterbitkan dalam kawasan Taman Nasional.".
"Satu SKT itu luasnya ada yang 2 hektar. Tapi enggak tahu juga apakah ada yang lebih. Kami tidak tahu juga apakah SKT itu diperjualbelikan," kata Heru pada media, Rabu (28/9).
"Yang jelas penerbitan surat tanah di dalam kawasan hutan lindung menyalahi aturan," sambungnya.
Oleh sebab itu, Heru mengirimkan surat untuk meminta menghentikan dan mencabut kembali SKT tersebut.
Namun, setelah surat itu dikirim, Heru malah mendapat ancaman dari sekelompok orang. Massa yang berjumlah ratusan orang mencoret dinding kantor seksi pengelola wilayah (SPW) 1 Balai TNTN.
Namun versi Heru menyebutkan bahwa saat ini total luas TNTN 81.000 hektar. Namun, 40.000 hektar sudah menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Sisanya itu yang mesti kita selamatkan dari pelaku perambahan hutan. Meski ada tekanan-tekanan, tetapi kami akan terus maksimal melakukan pencegahan dengan patroli di dalam hutan setiap hari," tegas Heru.
Lantas Heru memastikan perusakan kawasan TNTN di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, masih terus terjadi.
TNTN beralih fungsi
Pihak Pengelola Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Provinsi Riau mengklaim, sekitar 5.000 hektare lahan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan beralih fungsi, serta total lebih dari 53.000 Ha hutan alam di kawasan tersebut sudah dirambah.
"Aktifitas perambahan di kawasan kita, hingga kini masih terus terjadi. Sebagian dari luas taman nasional telah dijadikan area peruntukan lain seperti kebun sawit. Ada 5.000 Ha lahan sudah memiliki sertifikat," papar Kepala Balai TNTN Darmanto di Pekanbaru.
Mayoritas SHM tersebut dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Indragiri Hulu, meski sebagian besar lahan sebenarnya berada di daerah lain seperti Kabupaten Pelalawan.
Kondisi itu terjadi karena lokasi taman nasional ini berada pada tiga daerah di Riau yakni Pelalawan, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi, tetapi sebagian besar wilayahnya berada di Pelalawan.
Tercatat pada 19 Juli 2004, kawasan Tesso Nilo dijadikan taman nasional dengan areal seluas 38.576 Ha.
Namun pada tanggal 19 Oktober 2009, taman nasional tersebut diperluas menjadi 83.068 Ha.
Masih ditemukan adanya pembakaran kayu di Hutan
"Ini kasus lama yang masuk dalam program zero tunggakkan perkara hukum," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Sugeng Rianta.
Sugeng mengatakan, penyidik telah menemukan adanya sejumlah bukti dengan dugaan pelanggaran hukum dilakukan Zaiful Yusra saat menjabat sebagai Kepala BPN pada tahun 2003.
Penyidik telah melakukan koordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ditemukan cukup bukti kerugian negara dalam penerbitan 217 sertifikat hak milik untuk 28 orang penerima.
Diduga sebanyak 511,24 Ha kawasan hutan TNTN telah dialihfungsikan menjadi milik perorangan. Akan tetapi, jaksa belum bersedia menyebutkan jumlah kerugian negara oleh BPKP lantaran masih adanya berkas yang belum lengkap.
"Jika sudah lengkap, maka berkas akan kami serahkan kepada BPKP untuk proses penghitungan," ucapnya.
Tidak semua surat keterangan garapan diterbitkan masuk kawasan TNTN
Seperti kembali ditegaskan Tansi Sitorus, Kades Air Hitam, adapun pengeluaran surat keterangan sebagai garapan terhitung diperuntukkan hanya 700 Ha, "tetapi tidak semua surat garapan yang diterbitkan masuk pada kawasan TNTN (kawasan inti)," kata dia.
Sementara Darmanto menilai, sekarang masalah TNTN semakin sulit untuk diselesaikan. Apa lagi dikembalikan fungsinya sebagai hutan lindung karena banyak diduga oknum bermain atau terlibat seperti terbitnya SHM," katanya.
Pada peta kawasan TNTN berbentuk seperti mata pensil, ucap Darmanto, dibagian mata telah banyak dirambah dan dijadikan lahan perkebunan atau tepatnya bekas areal Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Siak Raya Timber.
Lazimnya modus yang digunakan para oknum tersebut yakni dengan membentuk koperasi milik masyarakat, termasuk warga yang tinggal di dalam kawasan Tesso Nilo dan kini sudah membuat tatanan masyarakat seperti rukun tetangga dan rukun warga serta fasilitas umum seperti sekolah.
Tesso Nilo adalah rumah bagi 360 flora terbagi dalam 165 marga dan 57 suku, lalu 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia.
Data dari penggiat lingkungan World Wildlife Fund for Nature (WWF) Riau mencatat, sejak 2004 hingga 2015 sudah terdapat 74 ekor gajah mati di sekitar taman nasional tersebut.
"Kalau kita tanya tentang kepengurusan satu koperasi, maka yang tampak hanya nama ketua dan bendahara. Sedangkan nama pengurus yang diduga oknum tertentu, tidak pernah diperlihatkan," bebernya.
Kejaksaan Tinggi Riau pernah mendalami kasus dugaan korupsi penerbitan 217 SHM di Taman Nasional Tesso Nilo dengan menetapkan seorang tersangka Kepala Badan Pertanahan Kampar Zaiful Yusra pada tahun 2014.
Tetapi penanganan kasus itu sempat mangkrak selama dua tahun.
Sejak tahun 1980 ada 300 kepala keluarga (KK) yang sudah bertempat tinggal dilingkungan TNTN, mereka mengais rezeki dari sumber daya alam hutan.
"Masa perkembangan terkini, warga di sekitar hutan kini mulai melakukan cocok tanam untuk keperluan hidup mereka," katanya.
"Hanya menginginkan sebidang tanah di tempat tinggalnya untuk menyambung hidup, tetapi mereka selama ini selalu menghadapi kesulitan untuk memperoleh legalitas," cerita Tansi.
Setelah mereka bercocok tanam berbagai aturan yang dihadapi terasa sulit, "belum lagi persoalan ditetapkannya sebagian lokasi hutan masuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga membuat warga yang terlanjur berkebun sawit terkena imbasnya," sambung Tansi.
Selain itu warga masih dihadapkan kesulitan untuk melakukan ibadah.
Sebagai orang nomor satu dalam struktur pemerintahan desa, Kades Tansi memiliki tugas dan fungsi yang luas dan menyeluruh pada berbagai aspek kehidupan pemerintahan desa.
Tugas inilah yang akan ditunjukan oleh Tansi Sitorus sebagai pelaksana tugas Kepala Desa Air Hitam, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan yang sudah berjalan tiga tahun terakhir ini semakin hari semakin berat dirasakan.
Bahkan diawal kepemimpinannya, dirinya mulai berbenah membangun desa dengan mengedepankan pembangunan fisik.
Menurutnya pembangunan rumah ibadah yang belum rampung tetap menjadi prioritas serta infrastruktur lainnya.
Selain itu bangunan fisik, sebagai orang nomor satu di Desa Air Hitam dirinya juga akan memperkuat kerja sama dengan seluruh aparatur desa dan lembaga-lembaga desa lainnya demi terselenggaranya pemerintahan yang efisien.
Bahkan Ia kini terus mendorong warga untuk dapat membangun sarana ibadah yang sampai hari ini juga belum ada.
“Paling tidak selama saya menjabat sebagai kepala desa, ada terobosan baru yang akan saya lakukan untuk desa AirHitam ini,” pungkasnya.
Tetapi disebutkan perambahan demi perambahan terus terjadi di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang berada di Kabupaten Pelalawan.
Kawasan Taman Nasional Teso Nilo
Data terbaru dari total luas kawasan 81 ribu hektar kini hanya menyisakan hutan primer seluas 13 ribu hektar.
Angka tersisa 13 ribu, kawasan yang digadang-gadang sebagai paru-parunya dunia mengemuka saat rapat diseminasi inisiatif restorasi dan pemulihan ekosistem semenanjung Kampar dan Kerumutan yang dipimpin Bupati Pelalawan H Zukri Misran.
"Kami di Kabupaten Pelalawan mempunyai kawasan Tesso Nilo, kondisi hari ini hancur. Hutannya saat ini 13 ribu hektar itu sudah banyak dari luas total kawasan 81 ribu hektar," diakui Bupati Pelalawan H Zukri dalam rapat yang dihadiri peserta baik secara langsung ataupun lewat virtual dari berbagai instansi, seperti Dirjen Kementerian LHK, BKSDA Riau dan sejumlah NGO pemerhati lingkungan belum lama ini.
Dalam rapat ini dengan lantang menyampaikan kondisi hari ini kawasan TNTN, hanya tersisa 13 ribu hektar.
Situasi kawasan TNTN yang sudah di ambang kehancuran, Bupati Zukri berharap harus ada langkah-langkah kongkrit yang diambil untuk upaya penyelamatan di lapangan.
"Tak ada lagi Pak, sudah hancur. Hutannya jika ada 13 ribu hektar itu sudah banyak itu Pak, dari 81 ribu hektar, awalnya 40 ribu dinaikan menjadi 81 ribu sekarang pun jika ada hutannya 13 ribu hektar, itu sudah hebat sekali. Akan tetapi tidak ada langkah-langkah yang kita ambil," beber Bupati Zukri menyampaikan persoalan ini kepada Dirjen KLHK dalam rapat itu.
Balai TNTN bersama Polres Pelalawan lakukan Pemulihan Ekosistem di TNTN
Sementara Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro, S.Hum, MM tidak membantah bahwa saat ini kawasan TNTN di Pelalawan, hanya menyisakan 13 ribu hektar hutan primer.
Dari luas kawasan 81 ribu hektar, sebut Heru, 43 ribu diantaranya atau lebih dari separuh, sudah dikuasai oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, ditanami kebun kelapa sawit, sementara 28 ribu hektar kondisi semak belukar.
"Jadi memang yang tersisa berdasarkan peta satelit hutan alam atau hutan primer itu yang tersisa hanya 13 ribu hektar," jelas Heru. (*)
Tags : Taman Nasional Teso Nilo, TNTN Pelalawan, Menjaga Hutan TNTN, Warga Hijaukan Hutan, Keasrian Hutan,