News Daerah   2025/09/09 9:21 WIB

Tanah Pemerintah Dijadikan Tempat Usaha yang Diduga tak Miiliki HGU

Tanah Pemerintah Dijadikan Tempat Usaha yang Diduga tak Miiliki HGU

PEKANBARU - Tanah Pemerintah Kota (Pemko) Dumai dijadikan tempat usaha Cucian Mobil sekaligus Caffe yang diduga tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) di bilangan Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru.

"Kami menduga usaha cucian mobil yang sekaligus Caffe itu dibangun semi permanen tanpa HGU dalam menggarap atau memanfaatkan tanah pemerintah untuk fasilitas umum," kata Larshen Yunus, Ketua DPD I KNPI Riau saat Ia menaruh mobilnya untuk jasa service pencucian itu.

Menurutnya, jika tanah pemerintah yang tidak diusahakan memperoleh izin dan dirawat tidak menjadi masalah.

Tetapi pengusaha terlebih dahulu memperoleh HGU atau badan hukum lainnya tentu mereka akan memperolehnya dalam jangka waktu tertentu, paling lama 25 tahun, terangnya.

Hal yang menjadi pertanyaan, apakan mereka sudah meminta izin langsung kepada pemko Dumai untuk memanfaatkan tanah pemerintah, "pada hal izin HGU (mislanya) penting untuk mendapatkan kepastian hak dan menghindari masalah hukum." 

Diakuinya, tanah terlantar atau tanah negara dapat dialihkan untuk kepentingan pembangunan strategis, seperti sekolah, rumah, pertahanan, keamanan, dan fasilitas publik lainnya, tetapi untuk menciptakan kepastian hukum memanfaatkan tanah pemerintah dengan membuka usaha harus ada izin sebagai memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi penggarap atau pengusaha.

Di Pekanbaru juga terdapat rumah dalam cluster diminati masyarakat tetapi dijadikan tempat usaha Caffe.

"Umumnya cluster dibangun dengan jumlah unit rumah terbatas dan sistem kemanan berkonsep one gate system atau satu gerbang untuk keluar dan masuk tetap tidak nyaman dan bisa terusik bila ada tetangga penghuni cluster yang menyalahgunakan pemanfaatan rumah tinggalnya menjadi tempat usaha."

"Gangguan bisa muncul karena rumah yang dijadikan tempat usaha itu jadi ramai dilalui orang yang mondar mandir, ntah itu pegawai maupun klien bisnisnya," sebutnya.

Selain mengganggu kenyamanan, kata Larshen, kondisi ini juga bisa mengganggu keamanan lingkungan pemukiman di dalam cluster, "Ini bisa terjadi karena banyak orang asing yang bukan warga jadi sering mondar mandir keluar masuk cluster akibat adanya rumah yang dijadikan tempat usaha," kata dia.

Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik [HMPB] Satya Wicaksana ini juga menjelaskan, ada sejumlah ketentuan yang sebenarnya perlu diperhatikan saat ingin menggunakan rumah sebagai tempat usaha.

Tentang tempat usaha yang berada pada kawasan perumahan atau permukiman, jelas dia, ada aturan yang perlu diketahui yakni Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman (UU 1/2011).

Dinyatakan bahwa pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.

Namun, lanjut dia, tentu dengan persyaratan dan kesesuaiannya terhadap peraturan perundang-undangan terkait.

Ia mengatakan, pemilik rumah perlu memperhatikan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dan ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, sehubungan dengan Izin Mendirikan Bangunan, guna memastikan bahwa pemanfaatan bangunan tersebut telah sesuai dengan fungsi peruntukannya.

Sebagaimana ketentuan Pasal 49 Ayat (1) UU 1/2011 di atas, yang paling penting adalah apakah rumah yang dijadikan tempat usaha tidak membahayakan dan tidak menggangu fungsi hunian, terutama bagi warga di sekitarnya.

"Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Ayat (2) UU 1/2011 yang menyatakan pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian, harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian," jelasnya.

Jadi semua tempat usaha yang disebutkan diatas harus mengurus Izin gangguan dengan membayar retribusi izin gangguan, sesuai aturan hukum yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah (Permendagri 19/2017). 

Namun demikian, sekalipun sudah ada Permendagri 19/2017 tersebut, implikasi penetapan izin gangguan diserahkan kepada kebijakan daerah masing-masing.

Langkah hukum secara adminitratif dapat ditempuh apabila tempat usaha di dalam permukiman tersebut diduga telah melanggar ketentuan Pasal 49 Ayat (2) UU 1/2011, yaitu menyebabkan tidak terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.

Sanksi administratif diatur di dalam ketentuan Pasal 150 Ayat (2) UU 1/2011, dengan terlebih dahulu sebelumnya membuat aduan kepada instansi terkait.

Apabila terbukti, maka tempat usaha yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi berupa:

  1. peringatan tertulis;
  2. pembatasan kegiatan pembangunan;
  3. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
  4. penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan;
  5. penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);
  6. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu;
  7. pembatasan kegiatan usaha;
  8. pembekuan izin mendirikan bangunan;
  9. pencabutan izin mendirikan bangunan;
  10. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah;
  11. perintah pembongkaran bangunan rumah; pembekuan izin usaha;
  12. pencabutan izin usaha; pengawasan; pembatalan izin;
  13. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu;
  14. pencabutan insentif;
  15. pengenaan denda administratif;
  16. penutupan lokasi.

(*)

Tags : tanah pemerintah jadi tempat usaha, pekanbaru, rumah jadi tempat usaha, tempat usaha, rumah, properti update, News Daerah,