NURHAYATI, sebut saja namanya begitu, memilih balik ke hotel ketika mengetahui tarif taksi online yang hendak dipesannya dari depan kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah ke Masjidil Haram mencapai 55 riyal.
Tarif taksi online bernama Careem itu naik lebih dari dua kali lipat menjelang puncak haji.
Padahal, di waktu normal atau belum mendekati waktu puncak haji, tarif dari Daker ke Masjidil Haram hanya sekitar 20 riyal. "Pulang saja ayo pak," kata Nurhayati kepada ayah dan kakaknya.
Jamaah asal Makassar ini awalnya ingin sholat di Masjidil Haram. Namun, karena Bus Shalawat yang biasa mengantarkan jamaah haji Indonesia ke Masjidil Haram berhenti beroperasi sementara pada 11 Juni 2024 hingga 20 Juni 2024, banyak jamaah yang rela naik taksi untuk bisa sholat di depan Ka'bah.
Nurhayati adalah salah satunya. Namun, tidak sedikit jamaah yang mengurungkan niatnya seperti Nurhayati untuk ke Masjidil Haram karena tarif taksi yang meledak.
Selama pelaksanaan puncak musim haji, tarif taksi di Kota Makkah memang menggila. Pengemudi taksi meminta tarif antara 100 sampai 500 riyal untuk jarak hanya 1-2 kilometer saja.
Jika dirupiahkan dengan kurs 1 riyal Rp 4.400, maka 100 sampai 500 riyal sekitar Rp 440.000 sampai Rp 2,2 juta. Bahkan, ada jamaah yang ditembak tarif taksi hingga 3.000 riyal atau sekitar Rp 12 juta.
Saya sempat mencoba menggunakan taksi online Careem. Untuk jarak yang hanya sekitar 2 kilometer, awalnya tarif taksi yang tercatat 26,84 SAR atau riyal.
Namun, ketika sampai tarif taksi naik menjadi 36,84 riyal. Ketika ditelusuri, kenaikan sampai 10 riyal karena ada beberapa faktor, seperti jarak yang semakin jauh, hingga lama menunggu.
Sebenarnya saya sempat hendak meng-cancel pemesanan karena terlalu lama menunggu. Namun, di aplikasi, saya akan terkena denda 25 riyal jika membatalkan pesanan.
Iwan, jamaah asal Semarang juga menjadi "korban" kenaikan ongkos taksi yang menggila. Ketika ingin pulang dari Masjidil Haram usai melakukkan Tawaf Ifadah, Rabu (19/6/2024), Iwan memilih menggunakan taksi online untuk kembali ke pemondokannya di wilayah Aziziyah.
Jaraknya sekitar 3-4 kilometer dari Masjidil Haram ke hotel tempatnya menginap di Kota Makkah.
Saat memesan, tarif awal hanya sekitar 106,77 SAR atau riyal. Namun, karena banyaknya akses jalan ditutup dan taksi yang ditumpanginya memutar mencari jalan, ongkos taksinya menggelembung menjadi 178 riyal.
Masih di kawasan Masjidil Haram, ba'da Sholat Subuh saat saya hendak pulang ke hotel usai Tawaf Wada, seorang jamaah bersama ayahnya yang sudah lansia dan menggunakan kursi roda meminta tolong untuk dicarikan taksi agar bisa pulang ke pemondokan.
Jamaah asal Makassar itu hampir putus asa karena sempat bertanya kepada taksi gelap, tarif untuk sampai ke hotelnya mencapai 500 riyal untuk jarak 3-4 kilometer saja.
"Jangan difoto dan dilaporkan ya mas, gak enak sama ketua rombongan," kata Ilham, bukan nama sebenarnya saat saya mencoba memfoto sang ayah dengan latar belakang Menara Jam atau Makkah Royal Clock Tower.
Ilham bersama ayahnya terpisah dari rombongan. Karena sang ayah kesulitan berjalan, mereka berdua memilih menggunakan fasilitas mobil golf di lantai 4 Masjidil Haram, sehingga lebih lama menyelesaikan prosesi tawaf dan sai.
Sebagai informasi, Masjidil Haram saat ini memiliki fasilitas mobil golf bagi jamaah untuk tawaf dan sai dengan tarif 100 riyal per orang untuk tawaf dan sai.
"Saya tadi sempat tanya, mintanya 500 (riyal). Malah ada yang minta 1.000 riyal," ujar Ilham.
Saya sempat membantunya memesan taksi online Careem. Namun karena banyaknya penutupan, taksi yang dipesannya tidak kunjung datang hingga lebih dari 30 menit.
Setelah lelah menunggu, dia memilih meng-cancel pesanan meminta tolong dicarikan taksi gelap. Beruntung pagi itu dia mendapatkan tarif "hanya" 100 riyal.
Di waktu yang bersamaan dengan Ilham meminta bantuan saya, enam jamaah asal Kalimantan Selatan juga kebingungan mencari taksi. Bukan hanya soal tidak tahu cara memesan, tetapi juga takut ongkosnya ditembak mahal.
Jarak dari Terminal Ghaza III tempat keenam jamaah itu bertanya kepada saya hingga ke hotelnya di wilayah Jarwal hanya sekitar 1,2 kilometer.
Rata-rata pengemudi taksi gelap yang saya hentikan menawarkan tarif 100-300 riyal. Akhirnya keenam jamaah yang empat di antaranya adalah ibu-ibu tersebut saya arahkan naik mobil omprengan dengan tarif 20 riyal per orang.
Yang lebih gilanya lagi saat di Mina ketika jamaah bermalam atau mabit dan melempar jumroh.
Seorang petugas haji ketika berbincang dengan saya usai melempar jumroh Aqobah mengaku kaget setengah mati saat memesan taksi gelap.
Saat itu dia mengaku diminta 1.000 riyal untuk jasa taksi gelap. Padahal, jarak dari Jamarat ke hotelnya menginap hanya sekitar 3 kilometer.
"Mahal ada yang minta 3.000 riyal."
Selama puncak haji, jalan-jalan di Kota Makkah terutama ke arah Masjidil Haram serta jalan menuju Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) banyak yang ditutup.
Kemacetan di jalan-jalan besar seperti Jalan King Fadh dan Jalan Masjidil Haram terjadi. Bus-bus yang mengantarkan jamaah ke Mina terparkir karena macet.
Apalagi saat Hari Tasyrik yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijah, jalan menuju Mina ditutup untuk mobil pribadi, taksi, dan bus.
Hanya bus resmi dari Pemerintah Arab Saudi saja yang diizinkan masuk ke wilayah Mina. Karena itu banyak jamaah yang hendak mabit di Mina memilih berjalan kaki.
Sementara jamaah haji Indonesia berangkat dari tenda atau maktab setelah menyelesaikan Wukuf di Arafah dan mabil di Muzdalifah.
Yang unik, walaupun tarif taksi di Makkah selama puncak haji termasuk mahal, banyak jamaah yang saya temui tidak ragu mengeluarkan uang untuk naik taksi.
Menurut mereka, mahalnya tarif taksi tidak sebanding dengan pahala yang didapatkan dari ibadah haji dan sholat di Masjidil Haram.
Tags : tarif taksi, makkah, tarif taksi arab saudi, tarif taksi haji, taksi, ongkos taksi makkah, haji 2024, penyelenggaraan haji 2024, jamaah haji indonesia, masjidil haram,