Sorotan   2024/08/09 22:41 WIB

Terkepung Tambang Batubara, SALAMBA: 'Warga Inhu Terimbas Denyut Ekonomi Global yang Membawa Petaka di Daerah'

Terkepung Tambang Batubara, SALAMBA: 'Warga Inhu Terimbas Denyut Ekonomi Global yang Membawa Petaka di Daerah'
Ir Marganda Simamora SH M.Si, dari Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba].

"Geliat ekonomi global penambangan batu bara marak seiring meningkatnya harga batu bara dunia"

panduk lebar itu berbunyi demikian: “Kami seluruh masyarakat Ratusan warga Desa Bongkal Malang, Kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau menolak keras truk batu bara yang bermuatan melintas di jalan Desa!! Dan bagi truk kosong jangan ugal-ugalan.”

Spanduk itu terpasang di pinggir jalan raya di Kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, kata Ir Marganda Simamora SH M.Si, dari Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba] menyikapi kejadian itu, Sabtu malam. 

Tuntutan masyarakat itu dipicu banyaknya angkutan batu bara yang menimbulkan kemacetan, kerusakan jalan, dan kecelakaan lalu lintas.

Geliat ekonomi global Penambangan batu bara di Inhu marak pada beberapa tahun terakhir, seiring meningkatnya harga batu bara dunia.

Sebelumnya, batu bara di Inhu yang tergolong kurang berkualitas karena masih muda jarang dilirik pengusaha.

Namun kenaikan harga batu bara dunia menyebabkan banyak pengusaha berebut menggali batu bara di Inhu untuk diekspor.

Tidak banyak usaha yang perlu dilakukan, tinggal meminta izin, kemudian menggali lalu mengangkut. Maka, dalam sekejab, perut bumi di ekploitasi reklamasi diabaikan masyarakat pun makin sengsara berkepanjangan.

Sumhayana (48), warga Desa Bongkal Malang, kini hanya bisa membayangkan nikmatnya menghirup udara bersih, dan mandi di sungai yang jernih saat masa kecilnya.

Tanah desa tempat ia dilahirkan, tersebut begitu subur dan menjadi salah satu daerah penghasil sayur yang cukup besar.

Tak kenal musim, setiap hari hawa dingin dan bersih khas pedesaan membuat nyaman kehidupan warga yang notabene petani.

Namun semua berubah begitu cepat, tatkala izin pembukaan tambang batubara (2007) masuk di Desa Bongkal Malang.

Sumhayana dan anak-anaknya harus berkutat dengan debu batubara yang memicu polusi udara.

Batuk dan gangguan pernafasan yang semula membuat cemas, kini dianggap biasa oleh warga setempat.

“Paling terdampak itu anak-anak dan lansia. Batuk terus menerus hingga dianggap mereka sudah kebal hirup debu. Karena mau bagaimana lagi, beberapa kali kita protes tetap tidak ada solusi,” tuturnya, saat dibincangi beberapa waktu lalu.

Tak hanya gangguan pernafasan dan batuk, gangguan kesehatan lain seperti gatal-gatal dan ruam, juga sering dialami warga akibat pencemaran air sungai.

Pascamasuknya tambang, air sungai di desa yang dulunya jernih dan terlihat dasar sungai kini ibarat kopi susu.

Warna air keruh kecokelatan dan membuat gata-gatal jika ada yang nekat menggunakannya untuk mandi.

“Dulu sebelum masuk tambang (batubara), warga memanfaatkan air sungai untuk dikonsumsi dan kebutuhan lain. Benar-benar bergantung pada air sungai. Namun sekarang jangankan untuk diminum, kebutuhan domestik saja tak bisa karena air keruh berlumpur,” jelas Sumhayana.

Puncaknya, saat tahun 2019 awal mula terjadi banjir besar akibat rusaknya sungai Bongkal Malang.

Banjir tersebut berulang setiap tahun dan setiap musim hujan. Bahkan terparah, tahun 2022 pernah dalam 1x24 jam terjadi dua kali luapan air bercampur limbah batubara.

Kepala Desa Bongkal Malang Kecamatan Kelayang Kabupaten Indragiri Hulu, H. Depi Ariat membantah dituding telah menghalangi warga membentuk serikat pekerja untuk menjadi buruh pekerja di salah satu pertambangan batubara.

Hal ini disampaikannya, Senin 11 Oktober 2021 lalu untuk klarifikasi tudingan sekelompok warga terhadap dirinya.

Menurutnya, jika serikat tersebut memenuhi syarat dan aturan yang berlaku tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

Untuk mendirikan serikat harus ada AD/ART, ada SK serta lainnya sehingga kita melangkah dalam menjalankan suatu organisasi punya payung hukum yang melindungi, paparnya.

"Aturan buruh itu jelas dan diakui kedudukannya oleh Undang-Undang, saya rasa tak ada yang menghalangi", ujarnya.

Menyikapi isu yang mengatasnamakan masyarakat banyak dan bertanda tangan dalam sebuah surat pernyataan, mengaku sebagai oknum masyarakat bahwa Kades menghalangi buruh bekerja di sebuah pabrik, itu isu yang tidak benar, bantahnya.

"Saya sudah mengadukan persoalan ini ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [DPRD] Kabupaten Inhu untuk mendapatkan solusi yang baik sesama pekerja sehingga tidak terjadi konflik yang berkepanjangan," sebutnya.

Pengaduan ini mendapat respon positif dari Komisi IV DPRD Inhu yang membidangi persoalan tersebut dan telah dibahas dan menunggu keputusannya.

"Sebagai kepala desa saya menyelamatkan masyarakat banyak, jangan sampai organisasi bodong merusak organisasi pekerja yang sudah diakui kedudukannya oleh Undang-Undang."

"Menurut saya, jika organisasi bodong ini terus dipelihara justru akan menimbulkan keresahan di masyarakat Kabupaten Inhu. Banyak konflik buruh di Kabupaten Inhu yang saya dengar disebabkan pencatatan ganda yang telah dikeluarkan oleh dinas terkait," tuturnya.

Pada kesempatan ini, mewakili masyarakat Desa Bongkal Malang dan Desa Dusuntua Pelang Kecamatan Kelayang meminta kepada Ibu Bupati Inhu Rezita Meylani Yopi, SE dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [DPRD] Kabupaten Inhu untuk mencabut surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Disnaker Inhu, yang mana rekomendasi tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat tujuannya supaya masyarakat kami bisa bekerja dengan tertib dan aman sehingga tidak ada lagi gangguan dari organisasi/serikat yang tidak bertanggung jawab, ujar H. Depi Ariat. 

Kades Bongkal Malang, H. Depi Ariat juga mengaku, banjir yang dialami warga mengandung endapan tawas dan kapur yang memicu penyakit baru selain gatal-gatal.

"Saat musim banjir, anak-anak juga rentan terkena diare karena air kotor bercampur limbah tambang," kata dia.

Dengan terpaksa warga pun benar-benar meninggalkan air Sungai Bongkal Malang , untuk kebutuhan sehari-hari sejak tahun 2014.

Dimana saat itu penyakit kulit yang ditimbulkan dari air sungai banyak diderita oleh warga.

“Semacam korengan, jadi ruam itu muncul di sela jari dan gatal. Itulah alasannya kemarin warga meninggalkan air sungai diikuti beberapa dusun lainnya,” terangnya.

Jumiati warga setempat menambahkan, "jika air sungai tak dapat diharapkan lagi, warga pun berinisiatif membangun sumur untuk sumber air bersih."

"Nyatanya, sumur yang digali tidak dapat lebih dari kedalaman 5 meter karena rentan amblas."

“Sebelum banyak aktivitas tambang, dulu kalau menggali sumur dengan kedalaman 8-9 meter masih bisa. Airnya juga stabil, dan 1 sumur bisa mengcover 6 rumah. Namun sekarang 1 rumah hanya 1 sumur karena amblas tadi,” ungkap Jumiati.

Sayangnya, air tanah yang diharapkan mampu mengatasi krisis air bersih itupun memiliki kendala.

Air sumur hanya bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan tak layak dikonsumsi. Sebab jika dimasak, air kekuningan dan berasa karat dikhawatirkan memicu gangguan kesehatan.

“Jadi untuk kebutuhan makan dan minum, warga membeli air galon dari luar kampung. Setiap rumah kebutuhannya berbeda, namun rata-rata membeli air galon. Bahkan ada warga yang menjual air matang [yang sudah mendidih] yang sbelumnya dari air galon,” bebernya.

Rani (21) warga setempat mengaku menjadi ‘pasien langganan’ dari dampak debu batubara dan pencemaran sungai.

Ia menyebutkan jika kelompok rentan seperti wanita, anak-anak dan lansia paling terdampak semenjak aktivitas tambang mengepung desa mereka.

“Paling sering itu batuk dan sesak nafas, kebanyakan lansia maupun anak-anak. Selain itu ada juga yang terjangkit gatal-gatal dengan tekstur ruam bentol berair ditambah kemerahan. Saya 3 kali berobat ke bidan desa, dan semuanya menyebutkan jika gatal ini akibat debu batubara,” ucapnya.

Belum lagi persoalan debu berwarna hitam di lantai rumah, debu-debu dengan partikel halus pun menempel di setiap perabot rumah tangga, seperti rak piring dan peralatan elektronik sehingga harus selalu diberi penutup khusus dari kain atau plastik.

“Baru nyapu sebentar, sudah kotor lagi. Telapak kaki selalu menghitam. Pernah juga saat hujan kami tadah airnya ke ember, dan ternyata air hujan pun kotor sekali karena terlihat jelas dari endapan di ember jika hujan sudah bercampur debu,” ungkapnya.

Diketahui populasi penduduk Desa Bongkal Malang, mencapai 400 kepala keluarga dan mayoritas selama ini mengandalkan hidup dari bercocok tanam dengan Sungai setempat, sebagai sumber air utama.

Seiring dengan menghilangnya lahan untuk berkebun, warga desa kini banyak bekerja di tambang terutama di bagian buruh non skill yang sampai sekarang kontrak kerjanya tak kunjung jelas.

Ratusan warga Desa Bongkal Malang, Kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu, sudah berusaha menghentikan truck batu bara di jalan lintas tengah mendapat ancaman akan diciduk polisi.

Isu ini berkembang di tengah masyarakat bahwa PT Global akan melaporkan warga ke Polda Riau. 

Pemuka masyarakat Desa Bongkal Malang, Suwito menjelaskan bahwa ratusan truck batu bara didemo warga agar tidak melintas di jalan lintas tengah desa Bongkal Malang karena merusak jalan dan mengganggu kesehatan warga disebabkan debu yang timbul dari aktivitas truck batu bara. 

"Sudah tiga hari ratusan unit truck mengangkut batu bara dari Peranap dihentikan warga Kelayang di Desa Bongkal Malang. Warga melarang truck tersebut melintas karena kondisi jalan lintas rusak,"  sebut Suwito, Minggu (21/7). 

Suwito menyebutkan akibat dari aksi warga ini, pihak perusahaan menebarkan ancaman akan melaporkan warga ke polisi apabila tidak memperbolehkan truck batu bara melintas. 

Menyikapi adanya ancaman pada warga Desa Bongkal Malang, Forum Penyelaman Aset Negara [FPAN] mendukung warga agar truck batu bara tetap tidak diperbolehkan melintas di jalan lintas tengah sebelum adanya komitmen dengan warga yang terdampak. 

Ketua FPAN Agustiar A Khalik mengatakan pihaknya tetap menuntut agar perusahaan batu bara wajib membangun jalan sendiri sebagaimana amanah UU No 3 Tahun 2020. Tidak dibenarkan menggunakan fasilitas umum. 

Kemudian FPAN juga menuntut perusahaan batu bara memberikan kompetensi kepada warga yang terdampak oleh aktivitas angkutan batu bara. 

"Selagi tuntutan ini belum dilaksanakan pihak perusahaan batu bara tidak boleh melintas. Dan kami FPAN mendukung warga Desa Bongkal Malang menghentikan truck batu bara agar tidak melintas di jalan lintas," sebutnya.

Kawasan Desa Bongkal Malang Dikepung Tambang

Untuk tambang batu bara yang berada di kawasan desa itu, mayoritas milik perusahaan swasta, seperti PT Global.

"Beberapa warga setempat menyebutkan jika sungai yang ada didesa rusak akibat aktivitas tambang dari PT Global. Maka itu pada tahun ini seharusnya dibuat kesepakatan musyawarah desa dengan pihak perusahaan dimana masyarakat bisa menerima kompensasi pengganti kerusakan infrastruktur yang terletak di sungai," jelas Ganda Mora [panggilan sehari-harinya] ini.

“Uang tersebut nantinya bisa diserahkan kepada Forum Desa sebagai pengelola sebesar 15 persen dari jumlah KK yang terdampak. Jika jumlah warga ada 400 KK yang menerima kompensasi. Namun itu hanya kompensasi kerusakan sungai, kalau polusi udara tidak ada sama sekali,” ucap dia.

Sayangya, saat media ini mencoba melakukan konfirmasi ke pihak PT Global dengan mendatangi kantor operasional langsung, pihak berwenang untuk diwawancarai sedang tidak berada di tempat.

“Silahkan ditelpon dulu,” ujar security singkat.

Lagi-lagi usaha untuk mengubungi pihak PT Global gagal, karena Kabag Humas perusahaan tidak bersedia diwawancarai terkait persoalan tambang dan sungai.

Desa Bongkal Malang hanyalah 1 dari banyaknya desa lain yang mengalami nasib serupa akibat masukknya tambang batubara.

"Diketahui, kawasan desa merupakan salah satu sentra tambang batu bara perusahaan swasta."

"Maka itu, sebagai wilayah yang dikepung aktivitas tambang batubara [kabupaten Inhu] terus rentan terpapar polusi udara," kata Ganda Mora lagi.

Ganda menilai, adanya pencemaran udara picu munculnya penyakit, salah satunya ISPA. Namun untuk di Bongkal Malang sendiri, peningkatan kasus ISPA terbilang tidak terlalu tinggi.

"Pencemaran udara pasti akan berdampak pada pernapasan. Jika ditanya apakah debu batubara jadi penyebab ISPA, bisa saja iya karena penyebaran ISPA ini juga melalui udara," ungkapnya.

Sementara itu, kondisi debu yang kian banyak ini, rupanya sejak awal sudah dipantau oleh Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Kabupaten Inhu.

Ory Hanang Wibisono selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indragiri Hulu beberapa waktu lalu sudah lakukan upaya pemantauan kualitas udara.

Namun karena alat yang digunakan masih minim, hasil dari pemantauan masih menunggu hasil laboratorium.

"Jika tahun ini hasil penilaian indeks kualitas udara belum keluar. Di tahun 2022 lalu di angka 86.80, KLHK menyebut kualitas udara masih dalam kategori baik."

“Untuk pemantauan kualitas udara, kita menggunakan passive sampler udara ambien. Metode pengambilan data selama 14 hari, dengan alat penangkap debu setinggi dua meter. Lokasi pemasangan alatnya di kantor Camat Kelayang," jelas Ory Hanang Wibisono.

Terkait apakah kualitas udara di Kecamatan Kelayang saat ini dalam kondisi bagus atau tidak, menurutnya harus berdasarkan kajian.

Pihaknya tidak bisa asal menyatakan, jika memburuknya kualitas udara semata karena debu batubara.

"Untuk saat ini kita mencari data dahulu, agar bisa ambil kebijakan. Nantinya tiap daerah terwakili data, terkait kualitas udara. Benar, perusahaan batubara umunya itu timbulkan polisi udara, karena itu saat ini kita fokus ke pengumpulan data," jelasnya.

Pentingnya Jalur Khusus Tambang Batubara

Kembali seperti disebutkan Ir Marganda Simamora SH M.Si, dari Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba] menyebutkan, batubara di Inhu tersebar di beberapa wilayah kabupaten itu.

Sementara total wilayah pertambangan diperkirakan seluas 20.000 hektar [Geoportal ESDM, 2020] yang mana wilayah pertambangan tersebut dimiliki oleh perusahaan, baik pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara [PKP2B] maupun IUP.

Mayoritas cadangan batubara di Inhu berada di area terpencil dan terisolasi sehingga membutuhkan infrstruktur transportasi darat cukup panjang untuk mencapai pelabuhan agar dapat dijual baik untuk pasar domestik maupun internasional. 

Cara transportasi batubara dilakukan tentunya akan bergantung pada kondisi geografi dan jarak.

Pada jarak dekat, batubara umumnya ditransportasikan menggunakan coveyor belts atau truk.

Sedangkan untuk jarak jauh ditransportasikan dengan kereta api atau kapal tongkang jika berada dekat dengan wilayah perairan.

Permasalahannya adalah, banyak kasus ISPA menyerang warga di sekitar tambang batubara, terutama mereka yang tinggal dekat jalur angkutan batubara.

Ganda Mora mengungkapkan, pemerintah harus membangun jalur khusus angkutan tambang batubara sehingga tidak menimbulkan polusi bagi masyarakat di sekitar jalan yang dilalui angkutan batubara.

“Dan Desa [Bongkal Malang] yang perlu dapat kompensasi dampak debu batubara dari perusahaan, tetapi banyak desa yang dilewati angkutan batubara,” katanya.

Kasus yang sama ditemukan pada masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU. Apalagi sekarang faba dari limbah PLTU sekarang tidak lagi masuk dalam B3, sehingga pengawasan dan penangannya kini tidak seketat sebelumnya.

"Kondisi ini dikhawatirkan akan memperparah dampak dari PLTU pada masyarakat."

“Meski dekat PLTU, tetapi listrik di desa tetap tidak stabil. Justru dampak buruk yang dirasakan masyarakat,” katanya.

Warga Bongkal Malang Diancam Ditangkap

Tentang isu ini, Kompol Manapar Situmeang, S.H, S.I.K, M.H belum lagi sempat duduk di ruang kerjanya yang baru sebagai Wakapolres Indragiri Hulu [Inhu] langsung turun ke Desa Bongkal Malang, menengahi aksi unjuk rasa warga yang menahan puluhan angkutan truck batu bara di jalan lintas tengah Kecamatan Kelayang. 

Aksi warga Desa Bongkal Malang menghentikan angkutan batu bara sudah berlangsung tiga hari sejak Jumat 19 Juli 2024, kemarin.

Puluhan supir truck tidak dapat bergerak karena warga menuntut agar pihak perusahaan angkutan batu bara bertanggungjawab memperbaiki jalan lintas tengah yang rusak berat. 

Hingga Minggu 21 Juli 2024 kemarin, ketika Polres Inhu selesai menggelar acara pisah sambut Wakapolres Inhu dari Kompol Teddy Ardian kepada Kompol Manapar Situmeang, pihak Polres Inhu dan Polsek Kelayang langsung turun kelapangan menyelesaikan persolaan warga dengan pihak perusahaan angkutan batu bara PT Global. 

Mediasi dilakukan di lokasi jalan lintas tengah dipimpin Wakapolres Inhu Kompol Manapar Situmeang dihadiri Camat Kelayang Rosmida, S.Sos, Kapolsek Kelayang Iptu Zulmaheri, Kepala Desa Bongkal Malang Depy Ariat, Pimpinan PT Global Dedi didampingi operasional PT Global Deni Afiandi dan Andre, serta ratusan warga desa Bongkal Malang. 

Dalam pertemuan itu warga menuntut agar PT Global memperbaiki jalan rusak dan melakukan penyiraman jalan agar tidak menimbulkan debu. Pihak PT Global pun menyanggupi tuntutan warga dan bersedia melakukan perbaikan serta penyiraman jalan. 

Pertemuan berlangsung singkat dan akhirnya warga menyepakati akan melepaskan truck angkutan batu bara. Pertemuan berrakhir dengan saling memaafkan dan bersalaman antara warga dengan pihak PT Global. (*)

Tags : pertambangan, batubara, indragiri hulu, riau, warga desa terkepung tambang batubara, warga inhu terimbas tambang, tambang batubara membawa petaka di daerah, sorotan, riaupagi.com,