
7 ribu massa tumpah ke jalan demonstrasi besar-besaran dari TNTN ke Kantor Gubernur.
PEKANBARU - Ribuan massa unjuk rasa besar-besaran di Kantor Gubernur Riau pada Rabu 18 Juni 2025 dinilai telah menakut nakuti yang menjadi kekhawatiran menimbulkan kemacetan parah.
"Pemprov Riau telah mengeluarkan surat himbauan agar para pegawai datang ke kantor tidak menggunakan mobil."
"Menghimbau aparatur sipil negara dan tenaga harian lepas dari masing-masing organisasi perangkat daerah seyogianya untuk tidak membawa kendaraan roda empat/ mobil ke kantor pada Hari Rabu, 18 Juni 2025," demikian isi surat tersebut.
Himbauan tersebut disampaikan lewat sepucuk surat yang ditandatangani oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Provinsi Riau, M. Job Kurniawan.
Surat ditujukan kepada sejumlah pimpinan perangkat daerah, yakni Inspektur Daerah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan serta jajaran Kepala Biro di lingkungan Sekdaprov Riau.
Sebagai alternatifnya, para pegawai diminta untuk menggunakan kendaraan sepeda motor saat datang berkantor.
Meski ada demonstrasi, namun para pegawai tetap menjalankan tugas dan aktivitas kedinasan seperti biasa.
Diperkirakan ada sebanyak 7 ribu orang masyarakat akan mengadakan unjuk rasa damai di kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru pada Rabu (18/6/2025) pagi ini.
Massa merupakan warga yang mendiami kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso (TNTN) di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Massa menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pelalawan (AMMP).
Tetapi kedatangan massa untuk menyuarakan penolakan keras atas rencana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang akan melakukan relokasi terhadap masyarakat dari kawasan TNTN.
Satgas PKH telah memasang plang penguasaan kembali hutan konservasi TNTN seluas 81 ribu hektare lebih pada Pada Selasa 10 Juni 2025) lalu.
Lebih dari 68 ribu hektare kawasan hutan ini telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin.
"Relokasi adalah bahasa halus dari pengusiran. Mengapa negara tega mengusir kami rakyat jelata. Ini tidak adil dan perbuatan semena-mena negara terhadap rakyat. Hidup kami ada di sini, jangan kami diusir," kata warga yang tinggal di TNTN.
Sementara itu, massa dari TNTN sejak subuh pagi tadi telah mulai berdatangan ke kawasan kompleks Gubernur Riau.
Mereka tiba menggunakan sejumlah kendaraan truk pengangkut kelapa sawit.
Pantauan SabangMerauke News, pagi ini Jalan Sudirman yang berada di depan Kantor Gubernur Riau telah mulai didatangi oleh massa. Meski demikian, kondisi masih dalam keadaan tertib.
Dalam pernyataan sikapnya, masyarakat menegaskan akan tetap bertahan di TNTN serta menolak direlokasi dari TNTN.
Selain itu, mereka juga meminta agar pejabat dan elit Riau (gubernur dan bupati) menaruh perhatian dan membela hak-hak masyarakat yang tinggal dan menjadi petani sawit di TNTN.
Masyarakat di TNTN juga meminta agar mereka dapat difasilitasi bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto serta pimpinan DPR RI untuk menyuarakan langsung keprihatinannya atas rencana relokasi dari TNTN.
Warga yang menjadi target relokasi TNTN juga mengultimatum akan menduduki kantor Gubernur Riau jika tuntutan mereka tidak ditindaklanjuti.
Sebelumnya Satgas PKH menerbitkan pengumuman resmi terkait masa depan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.
Satgas PKH menyatakan warga yang tinggal di kawasan TNTN untuk segera melakukan relokasi secara mandiri.
Pengumuman Satgas PKH tersebut tertera dalam spanduk yang terpasang di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan yang berada dalam kawasan TNTN.
Lokasi pemasangan spanduk pengumuman akan dikunjungi oleh Tim Pengarah Satgas PKH pada Selasa (10/6).
Ada lima poin utama pengumuman resmi yang disampaikan Satgas PKH. Yakni, Satgas PKH menegaskan bahwa hutan konservasi TNTN merupakan tanah negara.
"Hutan konservasi TNTN adalah tanah negara. Oleh karena itu, segala aktivitas di dalam kawasan hutan ini seperti tinggal, berkebun, mendirikan rumah dan membakar atau bentuk kegiatan lain yang mengubah fungsi hutan dinyatakan melanggar hukum," demikian pengumuman Satgas PKH.
Satgas juga mengumumkan segera dilakukannya relokasi (pindah) secara mandiri kepada masyarakat. Relokasi mandiri ini akan didampingi petugas.
Adapun periode pelaksanaan relokasi mandiri dilakukan dalam waktu 3 bulan sejak 22 Mei hingga 22 Agustus 2025.
"Teknis dan tahapan relokasi mandiri diatur oleh Tim Terpadu Penertiban Kawasan Hutan dan disosialisasikan kepada masyarakat," demikian pengumuman Satgas PKH.
Terkait nasib kebun kelapa sawit yang terbangun di kawasan TNTN, menurut Satgas PKH, pemerintah memahami ketergantungan sebagian masyarakat akan kebun sawit tersebut. Oleh karena itu, Satgas PKH mengambil kebijakan sementara, yakni:
Kebun sawit yang berumur lebih dari 5 tahun dan sudah menghasilkan, boleh dipanen sementara 3 bulan. Namun tidak boleh menanam, memperluas, dan memelihara tanaman seperti pemupukan dan prunning dan lainnya.
Tanaman sawit yang ditanam dalam lima tahun terakhir, dianggap perambahan baru dan melanggar hukum. Kebun akan ditertibkan dan dimusnahkan kemudian diganti dengan tanaman hutan oleh pemerintah.
Satgas PKH kembali menegaskan agar setiap orang dilarang keras membuka dan memperluas kebun di TNTN.
Bagi pihak yang melanggarnya akan dijerat secara pidana.
Satgas PKH juga mengumumkan larangan untuk keluar masuk ke kawasan TNTN.
Bagi masyarakat yang beraktivitas diwajibkan melapor terlebih dahulu kepada petugas di posko.
Langkah tegas akan diambil pemerintah untuk memulihkan kembali kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau yang kadung rusak akibat perambahan liar.
Kehancuran TNTN sudah pada kondisi kritis karena pembukaan kebun kelapa sawit secara ugal-ugalan dan ilegal yang dibiarkan selama belasan tahun. TNTN akan direvitalisasi dengan cara menghutankannya kembali.
Satgas PKH Sutikno menerangkan, dari 81 ribu hektare kawasan hutan TNTN, saat ini cuma tersisa sekitar 12-an ribu hektare. Padahal, hutan itu milik negara, namun dikuasai kelompok tertentu dan masyarakat.
"Selama ini, TNTN itukan dijarah oleh orang-orang, dan perusahaan-perusahaan tertentu. Makanya itu yang harus kita keluarkan itu. Dari 81-an ribuan hektare, sekarang tinggal 12-an ribu hektare. Dan itulah nanti yang akan kita kuasai kembali untuk dikembalikan ke negara semuanya," ujar Sutikno di Jakarta, Senin (9/6).
Menurut Sutikno, Satgas PKH saat ini, masih terus melakukan pendataan tentang cakupan penguasaan ilegal perkebunan kelapa sawit yang 'memakan' lahan milik negara itu.
"Selama ini, itu kan dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit," ujar Sutikno.
Menurut Sutikno, kawasan hutan di Tesso Nelo bukan cuma milik negara sebagai taman nasional, melainkan juga sebagai paru-paru dunia.
"Tesso Nilo itu, mestinya menjadi konservasi, tetapi dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit. Padahal kawasan itu, bukan cuma taman nasional, tetapi juga sebagai paru-paru dunia," kata Sutikno.
Sebelumnya, ribuan warga menyambut kedatangan Tim Satgas PKH ke Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan pada Selasa (10/6).
Kedatangan Satgas PKH untuk melakukan pemasangan plang penguasaan kembali kawasan hutan konservasi TNTN yang selama belasan tahun telah hancur disulap menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.
Kedatangan Tim Satgas PKH ke kawasan TNTN itu telah dinantikan warga selama berjam-jam, sejak pagi tadi.
Mereka menunggu rombongan dari Jakarta tiba menggunakan helikopter, setelah transit lebih dulu di Lanud Rusmin Nurjadin, Pekanbaru.
Warga kecewa karena tidak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Satgas PKH. Apalagi, sempat muncul kabar bahwa Ketua Pengarah Satgas PKH yakni Menteri Pertahanan, Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsuddin dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni akan ikut dalam kunjungan lapangan ke TNTN.
Namun faktanya, tak ada seorang pun pejabat setingkat menteri yang hadir ke lokasi.
"Percuma saja datang dari Jakarta. Tapi kami tak bisa mengetahui nasib kami. Nasib kami menjadi tak jelas, apalagi kami diminta pindah (relokasi) dari sini," kata Ardi, warga setempat.
Meski tidak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Satgas PKH, namun masyarakat sempat berdialog singkat dengan Wakil Komandan Satgas PKH, Brigjend TNI Dody Triwinarto. Namun, warga mengaku tidak puas karena tidak ada keputusan yang bisa disepakati.
Berdasarkan informasi yang diperoleh SabangMerauke News, rombongan Satgas PKH yang datang ke TNTN hanya dari unsur Pelaksana, bukan dari level Pengarah. Tampak hadir Ketua Pelaksana Satgas PKH yakni, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah, Wakil Ketua 1 Satgas PKH yakni Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen Richard Tampubolon, Wakil Ketua 2 Satgas PKH yakni Kabareskrim Komjen Pol Wahyu Widada dan Wakil Ketua 3 Satgas PKH yakni Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari.
Satgas PKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penerbitan Kawasan Hutan.
Satgas PKH terdiri atas dua unsur pokok, yakni Pengarah dan Pelaksana.
Posisi Pengarah Satgas PKH diemban oleh pejabat setingkat menteri yakni diketuai oleh Menteri Pertahanan. Ada 3 orang Wakil Ketua Pengarah Satgas PKH yakni Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kapolri.
Sejumlah menteri di antaranya Menteri Kehutanan, Menteri ATR/BPN dan Kepala BPKP menjadi Anggota Pengarah Satgas PKH.
Kedatangan Tim Satgas PKH ke TNTN ini menjadi sorotan utama. Alasannya, tindakan yang dilakukan oleh Satgas PKH akan menentukan masa depan TNTN yang kadung hancur lebur bersalin rupa menjadi kebun sawit.
Pada sisi lain, ada ribuan warga yang sudah bermukim dan mengelola kebun sawit di TNTN tanpa izin.
Satgas PKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Adapun komposisi Tim Pengarah Satgas PKH diketuai oleh Menhan Sjafrie Sjamsoedin. Sejumlah pejabat juga menjadi Tim Pengarah Satgas PKH yakni Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta beberapa menteri, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Menteri Agraria.
Sejumlah pihak menyebut kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH ke TNTN sebagai simbol dimulainya genderang 'perang' terhadap para cukong yang membuka perkebunan kelapa sawit di TNTN.
Cukong yang dimaksud yakni para pemodal yang membuka kebun sawit di TNTN dalam area yang luas, tidak sekadar petani rakyat.
Para cukong menggarap TNTN dalam luasan mencapai ratusan hektare, secara ilegal dan tidak membayar kewajiban pajak.
"Kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH ke TNTN merupakan alarm bagi para cukong. Sekarang cukong kebun sawit di TNTN mulai tiarap. Namun, masyarakat petani kecil menjadi agak resah," kata sumber yang mengetahui situasi terbaru di TNTN.
Diketahui, TNTN merupakan hutan konservasi dengan tingkat kerusakan terparah di Indonesia. Keberadaan TNTN menjadi sorotan dunia di tengah kampanye pemerintah yang mengklaim peduli terhadap deforestasi hutan, namun di lapangan justru tak sesuai.
Dari total luasan TNTN sekitar 81,7 ribu hektare lebih, seluas 40,4 hektare lebih sudah menjadi kebun sawit.
Data terkini, luas hutan tersisa di TNTN hanya sekitar 13,7 ribu lebih. Ini artinya, lebih 65 ribu hektare lebih kawasan hutan di TNTN, terindikasi telah mengalami kerusakan.
Penggarapan secara ilegal dan massif TNTN dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat, termasuk kaki tangan korporasi.
Hasil kebun sawit dari TNTN ditampung oleh sejumlah pabrik kelapa sawit milik perusahaan besar, namun tidak pernah mendapat tindakan hukum.
Gugatan Yayasan Riau Madani dua tahun lalu mengungkap adanya perkebunan sawit seluas 1.200 hektare di kawasan TNTN, diduga terafiliasi dengan korporasi sawit PT Inti Indosawit Subur. Namun, pihak perusahaan membantah keras disebut sebagai pengelola kebun sawit tersebut.
Ironisnya, meski gugatan Yayasan Riau Madani tersebut telah inkrah sejak beberapa tahun lalu, namun pihak Kementerian Kehutanan saat dijabat oleh Menteri Siti Nurbaya, berlanjut pada era kepemimpinan Raja Juli Antoni, tak kunjung mengeksekusi putusan.
Hingga kini, kebun sawit tersebut masih bebas beraktivitas.
Beragam upaya penyelamatan TNTN kerap gagal. Pada tahun 2016 lalu, Menteri LHK Siti Nurbaya membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN). Namun, hingga kini tak jelas apa hasil dan capaian RETN tersebut.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sempat menjadikan TNTN sebagai sampel dalam agenda Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) pada 2015 lalu. Namun, GNPSDA ini tak pernah lagi terdengar gebrakannya.
Ragam kepentingan yang berkait kelindan menyebabkan upaya penyelamatan TNTN selalu gagal.
Penegakan hukum dilakukan terkesan setengah hati. Hal ini menjadi tantangan serius bagi Satgas PKH untuk menunjukkan kedaulatan negara hadir di TNTN.
Sebelumnya diwartakan, Satgas PKH mulai bergerak menyasar kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.
Satgas PKH pada tahap awal telah memasang sejumlah spanduk berisi peringatan dan larangan mengelola hutan, termasuk jual beli lahan di kawasan hutan tersebut.
Operasi awal Satgas PKH ini merupakan tahapan sosialisasi kepada masyarakat setempat.
Satgas PKH dikabarkan akan meningkatkan tensi penegakan hukum, khususnya terhadap para penggarap TNTN yang telah menyulap hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sejak belasan tahun silam.
"Satgas sudah turun ke TNTN. Banyak spanduk peringatan yang sudah dipasang, khususnya di daerah Toro Jaya," kata Andi, warga setempat pada Minggu (8/6).
Operasi Satgas PKH di kawasan TNTN pun memicu kekhawatiran mendalam di kalangan pekebun sawit pada areal hutan konservasi tersebut.
Warga khawatir kebun kelapa sawit mereka menjadi objek penertiban Satgas PKH.
"Masyarakat sekarang cemas dan khawatir. Padahal, mereka sudah mengelola kebun sawit cukup lama. Warga khawatir kebunnya disita," kata Andi.
Sebanyak 7 ribu orang masyarakat akan mengadakan unjuk rasa damai di kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru pada Rabu 18 Juni 2025 pagi ini.
Massa merupakan warga yang mendiami kawasan hutan konservasi TNTN di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu.
Kedatangan massa untuk menyuarakan penolakan keras atas rencana Satgas PKH yang akan melakukan relokasi terhadap masyarakat dari kawasan TNTN.
Sebelumnya pada Selasa 10 Juni 2025 lalu, Satgas PKH telah memasang plang penguasaan kembali hutan konservasi TNTN seluas 81 ribu hektare lebih.
Lebih dari 68 ribu hektare kawasan hutan ini telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin.
"Relokasi adalah bahasa halus dari pengusiran. Mengapa negara tega mengusir kami rakyat jelata. Ini tidak adil dan perbuatan semena-mena negara terhadap rakyat. Hidup kami ada di sini, jangan kami diusir," kata warga yang tinggal di TNTN.
Sementara itu, massa dari TNTN sejak subuh pagi tadi telah mulai berdatangan ke kawasan kompleks Gubernur Riau. Mereka tiba menggunakan sejumlah kendaraan truk pengangkut kelapa sawit.
Pantauan pagi ini Jalan Sudirman yang berada di depan Kantor Gubernur Riau telah mulai didatangi oleh massa. Meski demikian, kondisi masih dalam keadaan tertib.
Dalam pernyataan sikapnya, masyarakat menegaskan akan tetap bertahan di TNTN serta menolak direlokasi dari TNTN.
Mereka juga meminta agar pejabat dan elit Riau (gubernur dan bupati) menaruh perhatian dan membela hak-hak masyarakat yang tinggal dan menjadi petani sawit di TNTN.
Masyarakat di TNTN juga meminta agar mereka dapat difasilitasi bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto serta pimpinan DPR RI untuk menyuarakan langsung keprihatinannya atas rencana relokasi dari TNTN.
Warga yang menjadi target relokasi TNTN juga mengultimatum akan menduduki kantor Gubernur Riau jika tuntutan mereka tidak ditindaklanjuti.
Sebelumnya diwartakan, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menerbitkan pengumuman resmi terkait masa depan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.
Satgas PKH menyatakan warga yang tinggal di kawasan TNTN untuk segera melakukan relokasi secara mandiri.
Pengumuman Satgas PKH tersebut tertera dalam spanduk yang terpasang di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan yang berada dalam kawasan TNTN.
Lokasi pemasangan spanduk pengumuman akan dikunjungi oleh Tim Pengarah Satgas PKH pada Selasa (10/6).
Ada lima poin utama pengumuman resmi yang disampaikan Satgas PKH. Yakni, Satgas PKH menegaskan bahwa hutan konservasi TNTN merupakan tanah negara.
"Hutan konservasi TNTN adalah tanah negara. Oleh karena itu, segala aktivitas di dalam kawasan hutan ini seperti tinggal, berkebun, mendirikan rumah dan membakar atau bentuk kegiatan lain yang mengubah fungsi hutan dinyatakan melanggar hukum," demikian pengumuman Satgas PKH.
Satgas juga mengumumkan segera dilakukannya relokasi (pindah) secara mandiri kepada masyarakat. Relokasi mandiri ini akan didampingi petugas.
Adapun periode pelaksanaan relokasi mandiri dilakukan dalam waktu 3 bulan sejak 22 Mei hingga 22 Agustus 2025.
"Teknis dan tahapan relokasi mandiri diatur oleh Tim Terpadu Penertiban Kawasan Hutan dan disosialisasikan kepada masyarakat," demikian pengumuman Satgas PKH.
Satgas PKH kembali menegaskan agar setiap orang dilarang keras membuka dan memperluas kebun di TNTN. Bagi pihak yang melanggarnya akan dijerat secara pidana.
Satgas PKH juga mengumumkan larangan untuk keluar masuk ke kawasan TNTN. Bagi masyarakat yang beraktivitas diwajibkan melapor terlebih dahulu kepada petugas di posko.
Langkah tegas akan diambil pemerintah untuk memulihkan kembali kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau yang kadung rusak akibat perambahan liar.
Kehancuran TNTN sudah pada kondisi kritis karena pembukaan kebun kelapa sawit secara ugal-ugalan dan ilegal yang dibiarkan selama belasan tahun. TNTN akan direvitalisasi dengan cara menghutankannya kembali.
Sekretaris Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Sutikno menerangkan, dari 81 ribu hektare kawasan hutan TNTN, saat ini cuma tersisa sekitar 12-an ribu hektare.
Padahal, hutan itu milik negara, namun dikuasai kelompok tertentu dan masyarakat.
"Selama ini, TNTN itukan dijarah oleh orang-orang, dan perusahaan-perusahaan tertentu. Makanya itu yang harus kita keluarkan itu. Dari 81-an ribuan hektare, sekarang tinggal 12-an ribu hektare. Dan itulah nanti yang akan kita kuasai kembali untuk dikembalikan ke negara semuanya," ujar Sutikno di Jakarta, Senin (9/6).
Menurut Sutikno, Satgas PKH saat ini, masih terus melakukan pendataan tentang cakupan penguasaan ilegal perkebunan kelapa sawit yang 'memakan' lahan milik negara itu.
"Selama ini, itu kan dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit," ujar Sutikno.
Menurut Sutikno, kawasan hutan di Tesso Nelo bukan cuma milik negara sebagai taman nasional, melainkan juga sebagai paru-paru dunia.
"Tesso Nilo itu, mestinya menjadi konservasi, tetapi dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit. Padahal kawasan itu, bukan cuma taman nasional, tetapi juga sebagai paru-paru dunia," kata Sutikno.
Sebelumnya, ribuan warga menyambut kedatangan Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) ke Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan pada Selasa (10/6).
Kedatangan Satgas PKH untuk melakukan pemasangan plang penguasaan kembali kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang selama belasan tahun telah hancur disulap menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.
Kedatangan Tim Satgas PKH ke kawasan TNTN itu telah dinantikan warga selama berjam-jam, sejak pagi tadi.
Mereka menunggu rombongan dari Jakarta tiba menggunakan helikopter, setelah transit lebih dulu di Lanud Rusmin Nurjadin, Pekanbaru.
Namun, warga kecewa karena tidak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Satgas PKH. Apalagi, sempat muncul kabar bahwa Ketua Pengarah Satgas PKH yakni Menteri Pertahanan, Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsuddin dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni akan ikut dalam kunjungan lapangan ke TNTN. Namun faktanya, tak ada seorang pun pejabat setingkat menteri yang hadir ke lokasi.
"Percuma saja datang dari Jakarta. Tapi kami tak bisa mengetahui nasib kami. Nasib kami menjadi tak jelas, apalagi kami diminta pindah (relokasi) dari sini," kata Ardi, warga setempat.
Meski tidak bisa bertemu langsung dengan pimpinan Satgas PKH, namun masyarakat sempat berdialog singkat dengan Wakil Komandan Satgas PKH, Brigjend TNI Dody Triwinarto. Namun, warga mengaku tidak puas karena tidak ada keputusan yang bisa disepakati.
Satgas PKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penerbitan Kawasan Hutan.
Satgas PKH terdiri atas dua unsur pokok, yakni Pengarah dan Pelaksana. Posisi Pengarah Satgas PKH diemban oleh pejabat setingkat menteri yakni diketuai oleh Menteri Pertahanan.
Ada 3 orang Wakil Ketua Pengarah Satgas PKH yakni Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kapolri. Sejumlah menteri di antaranya Menteri Kehutanan, Menteri ATR/BPN dan Kepala BPKP menjadi Anggota Pengarah Satgas PKH.
Kedatangan Tim Satgas PKH ke TNTN ini menjadi sorotan utama. Alasannya, tindakan yang dilakukan oleh Satgas PKH akan menentukan masa depan TNTN yang kadung hancur lebur bersalin rupa menjadi kebun sawit. Pada sisi lain, ada ribuan warga yang sudah bermukim dan mengelola kebun sawit di TNTN tanpa izin.
Satgas PKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Adapun komposisi Tim Pengarah Satgas PKH diketuai oleh Menhan Sjafrie Sjamsoedin. Sejumlah pejabat juga menjadi Tim Pengarah Satgas PKH yakni Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta beberapa menteri, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Menteri Agraria.
Sejumlah pihak menyebut kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH ke TNTN sebagai simbol dimulainya genderang 'perang' terhadap para cukong yang membuka perkebunan kelapa sawit di TNTN. Cukong yang dimaksud yakni para pemodal yang membuka kebun sawit di TNTN dalam area yang luas, tidak sekadar petani rakyat.
Para cukong menggarap TNTN dalam luasan mencapai ratusan hektare, secara ilegal dan tidak membayar kewajiban pajak.
"Kedatangan Tim Pengarah Satgas PKH ke TNTN merupakan alarm bagi para cukong. Sekarang cukong kebun sawit di TNTN mulai tiarap. Namun, masyarakat petani kecil menjadi agak resah," kata sumber yang mengetahui situasi terbaru di TNTN.
Diketahui, TNTN merupakan hutan konservasi dengan tingkat kerusakan terparah di Indonesia. Keberadaan TNTN menjadi sorotan dunia di tengah kampanye pemerintah yang mengklaim peduli terhadap deforestasi hutan, namun di lapangan justru tak sesuai.
Dari total luasan TNTN sekitar 81,7 ribu hektare lebih, seluas 40,4 hektare lebih sudah menjadi kebun sawit.
Data terkini, luas hutan tersisa di TNTN hanya sekitar 13,7 ribu lebih. Ini artinya, lebih 65 ribu hektare lebih kawasan hutan di TNTN, terindikasi telah mengalami kerusakan.
Penggarapan secara ilegal dan massif TNTN dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat, termasuk kaki tangan korporasi.
Hasil kebun sawit dari TNTN ditampung oleh sejumlah pabrik kelapa sawit milik perusahaan besar, namun tidak pernah mendapat tindakan hukum.
Gugatan Yayasan Riau Madani dua tahun lalu mengungkap adanya perkebunan sawit seluas 1.200 hektare di kawasan TNTN, diduga terafiliasi dengan korporasi sawit PT Inti Indosawit Subur. Namun, pihak perusahaan membantah keras disebut sebagai pengelola kebun sawit tersebut.
Ironisnya, meski gugatan Yayasan Riau Madani tersebut telah inkrah sejak beberapa tahun lalu, namun pihak Kementerian Kehutanan saat dijabat oleh Menteri Siti Nurbaya, berlanjut pada era kepemimpinan Raja Juli Antoni, tak kunjung mengeksekusi putusan. Hingga kini, kebun sawit tersebut masih bebas beraktivitas.
Beragam upaya penyelamatan TNTN kerap gagal. Pada tahun 2016 lalu, Menteri LHK Siti Nurbaya membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN). Namun, hingga kini tak jelas apa hasil dan capaian RETN tersebut.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sempat menjadikan TNTN sebagai sampel dalam agenda Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) pada 2015 lalu. Namun, GNPSDA ini tak pernah lagi terdengar gebrakannya.
Ragam kepentingan yang berkait kelindan menyebabkan upaya penyelamatan TNTN selalu gagal. Penegakan hukum dilakukan terkesan setengah hati. Hal ini menjadi tantangan serius bagi Satgas PKH untuk menunjukkan kedaulatan negara hadir di TNTN.
Sebelumnya diwartakan, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) mulai bergerak menyasar kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.
Satgas PKH pada tahap awal telah memasang sejumlah spanduk berisi peringatan dan larangan mengelola hutan, termasuk jual beli lahan di kawasan hutan tersebut.
Operasi awal Satgas PKH ini merupakan tahapan sosialisasi kepada masyarakat setempat. Satgas PKH dikabarkan akan meningkatkan tensi penegakan hukum, khususnya terhadap para penggarap TNTN yang telah menyulap hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sejak belasan tahun silam.
"Satgas sudah turun ke TNTN. Banyak spanduk peringatan yang sudah dipasang, khususnya di daerah Toro Jaya," kata Andi, warga setempat pada Minggu (8/6).
Operasi Satgas PKH di kawasan TNTN pun memicu kekhawatiran mendalam di kalangan pekebun sawit pada areal hutan konservasi tersebut. Warga khawatir kebun kelapa sawit mereka menjadi objek penertiban Satgas PKH.
"Masyarakat sekarang cemas dan khawatir. Padahal, mereka sudah mengelola kebun sawit cukup lama. Warga khawatir kebunnya disita," kata Andi. (*)
Tags : massa unjuk rasa, massa tumlah kejalan, tolak direlokasi dari tntn masa turun kejalan, riau, massa tumpah ke jalan jadi macet parah, massa tolak direlokasi dari tntn, tntn, satgas pkh, relokasi tntn, taman nasional tesso nilo, unjuk rasa, satgas pkh, relokasi, News,