RAMADHAN merupakan bulan yang paling dinanti oleh seluruh umat islam. Selain bulan yang penuh berkah, Ramadhan juga menjadi bulan yang penuh dengan tradisi dan budaya. Salah satu budaya yang khas di Indonesia adalah perang sarung.
Perang sarung merupakan aktivitas yang dimana beberapa anak muda menggunakan sarung sebagai senjata yang kemudian disabetkan kepada anak yang lain.
Aktivitas ini biasanya dilakukan setelah shalat tarawih. Akhir-akhir ini, kegiatan tersebut marak terjadi di berbagai tempat di Indonesia sehingga menimbulkan keresahan karena mengganggu ketertiban umum.
Meskipun perang sarung menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia, banyak juga pro dan kontra mengenai aktivitas ini.
Beberapa orang berpendapat bahwa perang sarung adalah aktivitas yang menyenangkan dan dapat mempererat hubungan antar sesama.
Aktivitas ini juga dapat mengurangi aktifitas ketergantungan terhadap gadget dan mendorong anak-anak untuk bersosialisasi di lingkungan luar. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa perang sarung hanya menyebabkan kegaduhan yang dapat merusak ketenangan dan ketertiban.
Perang sarung akan membuat kegaduhan lebih parah apabila salah satu dari pihak yang terkena sabetan sarung tidak terima.
Mereka akan tawuran menggunakan sarung yang diisi oleh batu dan semacamnya. Sehingga dapat menimbulkan cedera yang serius jika benda tersebut mengenai kepala atau organ vital lainnya.
Pihak berwenang seringkali melakukan peringatan agar masyarakat tidak melakukan aktivitas tersebut karena dapat mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan.
Namun, perang sarung masih marak terjadi di beberapa tempat terutama di pedesaan karena aktivitas tersebut masih dianggap aman dan menyenangkan.
Dalam konteks yang lebih luas, perang sarung memperlihatkan budaya kekerasan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita dalam mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari perang sarung saat hendak mengikutinya.
"Harus bijak dalam melakukan suatu hal agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata H. Darmawi Wardhana Zalik Aris SE Ak, Ketua Umum [Ketum] Lembaga Melayu Riau [LMR] menyikapinya.
"Saya berkesimpulan yang dapat ditarik adalah perang sarung merupakan tradisi yang terus dilakukan di bulan Ramadhan. Meskipun terdapat pro dan kontra mengenai aktivitas ini. Yang terpenting kita harus dapat menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan bersama dan sebaiknya kita isi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif lainnya seperti mengaji dan semacamnya," saran Darmawi Wardhana lagi.
Memang tradisi perang sarung biasanya dilakukan usai shalat tarawih atau shalat subuh. Biasanya dilakukan di jalan-jalan atau tanah lapang.
"Tradisi perang sarung bukan hanya terjadi di Ibu kota. Bahkan di kampung-kampung, tradisi itu sudah ada sejak dahulu kala," kata Darmawi Wardhana.
Menurutnya, kegiatan ini dilakukan untuk penyemangat agar mereka berolah raga ringan di pagi hari, meski berpuasa.
Perang sarung berlangsung dengan kesepakatan-kesepakatan dan aturan-aturan. Di akhir perang sarung, kedua kelompok saling memaafkan.
Biasanya, aturan main dalam perang sarung adalah sarung yang diikat bagian ujungnya tidak boleh diberi benda keras di dalam ikatan sarung.
Permainan antar lawan disepakati jumlahnya harus sama. Misalnya, lima lawan lima atau dua lawan dua. Postur tubuh pemain perang sarung juga diatur, yaitu anak-anak lawan anak-anak dan remaja lawan remaja.
Setelah tercapai kesepakatan, perang sarung pun dimulai. Mereka saling gebuk dengan sarung ke masing-masing tubuh lawannya.
"Tak asal gebuk ... Tidak boleh terkena bagian kepala. Mukulnya pun bergantian. Saat lawan memukul, lainnya menangkis dengan sarung."
"Perang sarung selesai setelah salah satu pemain ada yang mengangkat tangan tanda menyerah atau sarungnya terjatuh. Masing-masing kubu harus menghentikan permainan, jika lawan ada yang sudah menyerah," terang Darmawi yang teringat masa kecil-kecil dahulu.
Tetapi Ia menyayangkan, akhir-akhir ini generasi muda melakukan tradisi perang sarung itu sekarang menjadi kejahatan jalanan.
Pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pekanbaru sendiri selalui menggelar patroli Asuhan Rembulan sepanjang Ramadhan 2024 untuk mengantisipasi terjadinya perang sarung antarkelompok anak-anak maupun remaja yang dapat merugikan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, Satpol PP Kota Pekanbaru terus melakukan koordinasi dengan seluruh personel Satpol PP yang berada di 13 kecamatan beserta jajaran TNI-Polri.
“Giat Asuhan Rembulan ini tidak hanya kami lakukan di skala kota saja, namun juga libatkan seluruh jajaran praja di kecamatan. Kami antisipasi jika ada indikasi aktivitas yang merugikan masyarakat,” kata Zulfahmi Adrian, Kepala Satpol PP Kota Pekanbaru saat dikonfirmasi usai pelaksanaan petang megang di tepian Sugai Siak, Senin (11/3/2024).
Zulfahmi Adrian menjelaskan, dalam giat tersebut anggotanya akan dikerahkan untuk patroli di wilayah yang berpotensi terjadi kerawanan ketertiban guna memastikan keamanan serta kenyamanan bagi warga Pekanbaru.
“Kami lakukan pengawasan wilayah yang berpotensi terjadi kerawanan ketertiban umum. Kami juga antisipasi kegiatan yang dilakukan anak-anak seperti perang sarung,” katanya.
Pihaknya juga selalu mengimbau kepada para orang tua untuk selalu mengawasi anak-anaknya, dipastikan sudah berada di rumah pada pukul 22.00 WIB, mengingat adanya jam malam untuk anak di bawah umur.
"Untuk orang tua, saya harap untuk selalu mengawasi anaknya, paling tidak mengontrol keberadaannya. Kami juga minta kepedulian sesama warga, ketika melihat kerumunan anak-anak supaya diingatkan atau bisa menghubungi command center 112," ujarnya.
Meski Begitu, Zulfahmi Adrian mengaku sejauh ini belum ada terjadi perang sarung ini, tetapi beberapa kejadian perang sarung masih dilakukan untuk konten, namun tindakan tersebut tetap saja membahayakan dan tidak dapat dibenarkan.
"Jika melihat adanya kerumunan, bisa diinformasikan ke kami, kami akan datang untuk membubarkan kerumunan tersebut. Karena kepedulian itu tidak hanya lewat Satpol PP, tapi dari orang terdekat mulai orang tua, keluarga, tetangga, warga," ucap Zulfahmi Adrian.
Jika pihaknya tetap mendapati ada remaja atau pelajar yang terlibat perang sarung atau tawuran, akan dikenakan sanksi sosial.
"Kalau ada yang bawa sajam (senjata tajam) kita serahkan ke polisi. Karena dalam operasi ini ada polisi yang bersama kami," ujarnya.
Sementara yang tidak kedapatan membawa sajam, akan kami bawa ke kantor Satpol PP untuk dilakukan pembinaan dan pendataan. Termasuk juga memanggil orang tua dan gurunya, katanya. (*)
Tags : perang sarung, pemkot pekanbaru, Ramadhan, puasa, bulan suci, ibadah ramadhan, tradisi pada bulan ramadhan, hadits tentang ramadhan, puasa wajib, Tradisi perang sarung, asal usul tradisi perang sarung, perang sarung merupakan permainan anak-anak saat puasa, perang sarung berujung tawuran,