Tradisi ini dikenal sebagai Asya al-Walidain (sedekah hidangan untuk orang tua).
AGAMA - Tradisi peringatan haul atau haulan merupakan kenduri kematian yang dilakukan setiap tahun setelah wafatnya seseorang.
Tradisi ini sering dijadikan sebagai ajang berkumpul dan mendoakan almarhum.
Beberapa ulama menganggap amalan ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat, namun para pengamalnya merujuk pada hadits-hadits dan tradisi Nabi Muhammad SAW serta para sahabat yang mengunjungi makam pahlawan Uhud setiap tahunnya seperti dijelaskan Isnan Ansori LC.,M.Ag, dalam bukunya Pro Kontra Tahlilan & Kenduri Kematian.
Beberapa ulama menganggap amalan ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat, namun para pengamalnya merujuk pada hadits-hadits dan tradisi Nabi Muhammad SAW serta para sahabat yang mengunjungi makam pahlawan Uhud setiap tahunnya seperti dijelaskan Isnan Ansori LC.,M.Ag, dalam bukunya Pro Kontra Tahlilan & Kenduri Kematian.
Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh para sahabat utama seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, serta Fatimah binti Rasulullah SAW. Hadits ini, yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah, menjadi dasar kuat bagi para pendukung peringatan haul.
Meskipun amalan ini tidak selalu dilakukan di makam dan dalam bentuk ziarah kubur, namun esensinya adalah memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal, serta bersedekah atas nama mereka.
Tidak hanya di Indonesia, tradisi yang serupa juga ditemukan di wilayah lain, termasuk Makkah dan Arab Saudi. Di sana, tradisi yang dikenal sebagai 'Asya' al-Walidain' (sedekah hidangan untuk kedua orang tua) dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan peringatan untuk orang tua yang telah wafat, meskipun istilah "haul" tidak digunakan.
Pandangan ulama tentang haul bervariasi. Ulama yang menerima konsep bid'ah hasanah (bid'ah yang dianggap baik) umumnya tidak mempermasalahkan tradisi ini, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.
Sebaliknya, ulama yang menolak konsep bid'ah hasanah menganggap tradisi ini sebagai bid'ah yang tidak memiliki dasar kuat dalam Alqur'an dan hadits.
Perdebatan lebih lanjut terjadi di kalangan ulama Saudi terkait tradisi 'Asya' al-Walidain'. Syaikh Abdul Aziz bin Baz (w. 1420 H) menilai bahwa tradisi ini diperbolehkan dan bahkan dianjurkan, mengingat Rasulullah SAW pernah menyebutkan pentingnya berbakti kepada orang tua, bahkan setelah mereka wafat.
Salah satunya adalah melalui sedekah, doa, dan amal kebaikan lainnya yang dilakukan atas nama mereka.
Nabi SAW juga menegaskan dalam haditsnya bahwa amal yang tidak terputus setelah kematian adalah sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendoakan orang tuanya.
Namun, ulama lain seperti Syekh Shalih al-'Utsaimin (w. 1421 H) berbeda pendapat. Ia menilai bahwa tradisi 'Asya' al-Walidain' tidak memiliki dasar yang jelas dalam syariat dan menganggapnya sebagai bid'ah yang tidak diperbolehkan.
Kesimpulannya, meskipun tradisi haul atau 'Asya' al-Walidain' ini tidak secara langsung diatur dalam Alqur'an dan hadits, beberapa ulama memperbolehkannya dengan catatan tidak ada pelanggaran syariat di dalamnya.
Bagi yang menolak konsep bid'ah hasanah, amalan ini dianggap sebagai sesuatu yang sebaiknya tidak dilakukan. Perbedaan pendapat ini menunjukkan beragamnya pandangan ulama tentang tradisi peringatan tahunan bagi orang yang telah wafat. (*)
Tags : asya al walidayn, haul, hukum haul, apa hukumnya haul, apakah haul bidah, bid'ah pada haul, tradisi haul, tradisi tahlilan, menjalankan haul, dasar syariat, tradisi tahlilan, tradisi tahlilan dan haul, memberi makan saat haul, budaya haul di nusantara, tradisi haul di nusantara,