BISNIS - Pandemi Covid-19 yang belum kunjung berakhir, praktis memukul pelaku usaha mikro seperti di Riau banyak yang sudah 'megap-megap', usaha yang dijalankan pun terkadang seperti gelombang air laut.
Seperti Yayuk [45] yang membuka usaha [kafe] dibilangan jalan Arifin Achmad, usaha kelas rumahan yang ditekuni sebagai usaha sampingan kaum perempuan. Yayuk mengaku, usaha yang dilakoni sejak setahun silam itu, sebelum pandemi, sempat berjaya. Dengan modal Rp 25 juta, dia bahkan berani membuka usaha kafe dengan mengontrak sebuah rumah di pinggir jalan utama Arifin Achmad. Namun, tak bertahan lama, pandemi datang, kafenya sepi pembeli. Dia tak mampu menutup tingginya biaya operasional, hingga terpaksa menutup kafenya itu.
"Akhirnya, saya pindah ke sini, kontraknya Rp 3 juta setahun. Walau tempatnya kayak gini, yang penting usaha tetap jalan," ujar Yayuk, yang dibantu kakak dan seorang karyawannya. Order harian rata-rata 10 dus, kadang bisa mencapai 20-50 dus, dengan harga jual Rp20.000 dan Rp32.000 per dus berisi 6 buah donat. "Untungnya tipis, tapi alhamdulilah bisa membantu ekonomi keluarga," ujarnya.
Sari (38), pemilik usaha loundree di Jalan Adi Sucipto, juga mengaku pandemi membuat usahanya yang telah berkembang pesat selama lebih dari lima tahun terakhir, terpuruk akibat penurunan order. "Dulu order bisa jutaan per bulan, tapi sejak pandemi ditambah musim hujan merosot drastis," ujarnya.
Rita (47) pemilik Dapur kuliner makanan khas Melayu di Jl Arifin Achmad mengaku sebaliknya. Dia mengaku justru di masa pandemi orderan kulinernya meningkat. "Alhamdulilah, kalau dibanding masa sebelum pandemi, sekarang justru meningkat. Order datang dari kegiatan PKK, pengajian, arisan, hingga pesta ulang tahun," terangnya.
Baik Yayuk, Ciwie maupun Rita mengaku, seluruh modal usaha berasal dari uang pribadi mereka. Mereka mengaku belum tersentuh akses perbankan. Bukan hanya itu, mereka juga belum atau tidak berani menyentuh permodalan perbankan. "Belum berani mencoba ambil kredit bank, takutnya proposal saya ditolak. Saya kurang yakin, apakah usaha ini layak mendapat kredit dari bank," ujar Yayuk. Demikian pula, Rita yang mengaku belum pede untuk mengajukan permohonan kredit ke bank. "Karena masih kelas rumahan, saya masih nyaman dengan modal sendiri. Mungkin besok kalau orderan bertambah banyak, dan butuh modal lebih besar, baru saya ke bank," ujarnya.
Kendati belum tersentuh kredit perbankan, ketiganya mengaku tidak ingin terjerat bank plecit, istilah warga setempat untuk menyebut petugas rentenir yang biasanya mendatangi pelaku usaha mikro atau kelas rumahan dengan bunga mencekik leher.
Kredit Melawan Rentenir
Melalui Program Kredit melawan Rentenir, OJK bersama dengan pemerintah daerah (Pemda) dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang tergabung dalam Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) mendukung untuk memajukan dan mengembangkan pelaku UMKM melalui pemberian akses permodalan, sehingga tidak terjebak oleh lintah darat (rentenir).
Dalam program kredit atau pembiayaan melawan rentenir, pinjaman yang diberikan harus bertujuan untuk modal kerja dan investasi. Selain itu, OJK terus mendorong integrasi berbagai jenis program bantuan sosial dan pembiayaan untuk UMKM di Jawa Tengah. Sebagai contoh, usaha super mikro, mikro dan kecil yang belum bankable perlu diberdayakan dengan Banpres Produktif, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN dan CSR Swasta.
Bila UMKM tersebut telah berkembang, maka bisa dilanjutkan dengan skema KUR Super Mikro dan KUR Reguler, dan selanjutnya baru kredit komersial.
Anggota Komisi XI DPR RI, Musthofa menegaskan, pemerintah telah memberikan perhatian yang luar biasa kepada UMKM. Menurut dia, OJK dan Bank Indonesia perlu terus menerus melakukan kegiatan literasi dan inklusi keuangan, khususnya kepada UMKM. Selain itu, UMKM perlu mengadopsi teknologi informasi dalam pengembangan usaha, khususnya untuk efisiensi kegiatan operasional dan pemasaran digital.
Relaksasi Diperpanjang
Di tingkat nasional, OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit perbankan, sehingga diputuskan untuk memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.
“Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang sudah dikeluarkan OJK sejak Maret tahun ini terbukti bisa menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dari tekanan ekonomi akibat dampak pandemi Covid–19. Sehingga untuk tahapan percepatan pemulihan ekonomi kita perpanjang lagi sampai Maret 2022,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dalam siaran pers, Senin (2/11/2020).
Selain relaksasi restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan seperti pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas Agunan yang Diambil Alih (AYDA) serta penundaan implementasi Basel III.
Hingga 5 Oktober 2020, realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan sebesar Rp 914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur yang terdiri dari 5,88 juta debitur UMKM senilai Rp 361,98 triliun dan 1,65 juta debitur non UMKM senilai Rp 552,69 triliun.
Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan perusahaan pembiayaan hingga 27 Oktober sudah mencapai Rp 177,66 triliun dari 4,79 juta kontrak. Sedangkan restrukturisasi pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Wakaf Mikro hingga 31 Agustus masing-masing mencapai Rp26,44 miliar untuk 32 LKM dan Rp4,52 miliar untuk 13 BWM.
Di masa pandemi Covid–19 ini, OJK memfokuskan upaya percepatan pemulihan ekonomi pada lima hal, yakni melanjutkan implementasi relaksasi kebijakan restrukturisasi dalam POJK 11 sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi akibat kondisi pandemi. Tentunya, perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard.
Mempercepat gerak roda ekonomi di daerah-daerah guna menopang ekonomi nasional yang diantaranya dilakukan dengan menfasilitasi percepatan serapan government spending.
Mengoptimalkan peran industri keuangan secara berkelanjutan melalui dukungan pembiayaan kepada usaha padat karya dan atau konsumsi yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap ekonomi.
Mempercepat terbangunnya ekosistem digital ekonomi dan keuangan yang terintegrasi, serta melanjutkan reformasi IKNB dan pasar modal sehingga sektor-sektor tersebut memiliki daya tahan yang kuat dan berdaya saing, dan penguatan pengawasan terintegrasi didukung dengan percepatan reformasi IKNB dan Pasar Modal.
OJK mencatat bahwa berdasarkan data sektor keuangan hingga September 2020, kinerja intermediasi masih tumbuh positif dan tingkat prudensial juga tetap terjaga pada level yang terkendali.
Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 12,88% yoy. Sementara itu, setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April sampai Juni 2020, kredit perbankan masih mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 0,12% yoy.
Meskipun kredit tumbuh melambat di bulan September ini, namun mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara month-in-month (mom) yaitu 0,16% yang ditopang oleh kredit Bank Milik Pemerintah.
Kredit Modal Kerja dan kredit konsumtif mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara mtm sejak pandemi Covid–19 yang terutama berasal dari kredit rumah tangga (peralatan rumah tangga dan multiguna) yang tumbuh 2,05% (mtm).
Berbagai kebijakan stimulus yang diberikan OJK dan Pemerintah telah memberikan dampak positif pada segmen UMKM, tercermin dari kenaikan pertumbuhan yang positif secara mtm di dua bulan terakhir yakni di bulan Agustus tumbuh positif 0,18% mtm dan September tumbuh 0,78%.
Sementara itu, piutang Perusahaan Pembiayaan tercatat terkontraksi sebesar 14,4% yoy seiring belum pulihnya pasar kendaraan bermotor yang merupakan sektor ekonomi yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembiayaan.
Industri asuransi dapat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp17,8 triliun (Asuransi Jiwa: Rp11,6 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp6,2 triliun).
Sampai dengan 26 Oktober 2020, di pasar modal jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 141, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp93,4 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 45 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 49 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp20,75 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada September 2020 juga masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,15% (NPL net: 1,07%) dan Rasio NPF sebesar 4,9%.
Di tengah penguatan nilai tukar Rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,60%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 21 Oktober 2020 terpantau pada level 154,14% dan 32,94%, di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 23,39% serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506% dan 330%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.
Wimboh menegaskan, OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.
‘’OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional,’’ tegas Wimboh.
Data UMKM
Pemerintah provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mulai tahun ini melakukan pendataan jumlah pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Riau secara online.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Riau, Asrizal mengatakan, pendataan secara online tersebut dilakukan untuk memudahkan para pelaku UMKM dalam melakukan pendaftaran. Karena pada website yang sudah disediakan, sudah terdapat formulir yang dapat diisi. "Pendaftaran pelaku UMKM di Riau bisa melalui website yakni www.mataumkm.riau.go.id," kata Asrizal.
Menurutnya, dengan pendataan yang dilakukan terhadap para pelaku UMKM tersebut, nantinya akan memudahkan pemerintah mengetahui berapa jumlah UMKM di Riau. Karena saat ini pemerintah pusat juga sudah menyediakan bantuan untuk pelaku UMKM. "Mudah-mudahan semua pelaku UMKM di Riau bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. Untuk itu kami minta pelaku UMKM di Riau bisa mendaftarkan diri melalui website yang sudah disediakan tersebut," ujarnya.
Dari total 75 ribu pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Riau yang diusulkan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, sudah 23 ribu lebih pelaku UMKM yang mendapatkan bantuan. "Dari usulan yang sudah disampaikan kepada pemerintah pusat, yang sudah mendapatkan bantuan sebanyak 23 ribu lebih pelaku UMKM di Riau," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (DPPK UKM) Riau, Asrizal, Jumat (27/11).
Dia mengatakan, dana bantuan tersebut merupakan program pemberian bantuan bagi pelaku UMKM yang terdampak pandemi Covid-19. Dimana pemerintah pusat memberikan bantuan sebesar Rp 2,4 juta. Selain usulan 75 ribu tersebut, DPPK UKM Riau juga mengusulkan pelaku UMKM di Riau untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. Sebanyak 40 ribu lebih UKM diusulkan untuk terima bantuan. "Kami mendata ada 51 ribu lebih pelaku UMKM di Riau yang akan mendapatkan bantuan. Namun data tersebut tidak akan diusulkan seluruhnya ke pusat. Jadi yang akan kami usulkan ke pusat hanya 40 ribu nama, sedangkan sisanya akan langsung dibantu oleh pemerintah provinsi Riau," sebutnya, dirilis mediacenterriau.
Saat ini Pemprov Riau sudah menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar untuk membantu pemulihan ekonomi bagi pelaku UKM yang terdampak Covid-19. Namun hingga saat ini dana tersebut belum kunjung bisa disalurkan. "Program dari pemerintah pusat itu saat ini masih berjalan, dan pemerintah provinsi tugasnya adalah melanjutkan. Jadi mana nantinya pelaku UKM yang tidak mendapatkan dana bantuan dari pemerintah pusat namun sudah terdaftar, maka akan dibantu oleh pemerintah provinsi," jelasnya. (*)
Tags : UMK Riau, Pelaku UMKM, UMKM Riau Bangkit Saat Pandemi,