INDRAGIRI HULU, RIAUPAGI.COM - Keluarga Muhammad Firmansyah Panjaitan, yang terkena air panas rebusan buah kelapa sawit di PT Persada Agro Sawita [PAS], yang mengakibatkan sebagian badannya mengalami luka bakar dan berakhir dengan kematian peristiwanya Rabu 16 Agustus 2023, belum berencana untuk mencabut laporan polisi.
"Usai mediasi, keluarga korban kematian Muhammad Firmansyah Panjaitan belum mau cabut laporan polisi."
"Muhammad Firmansyah Panjaitan merupakan [karyawan] korban kecelakaan imbas meledaknya tabung rebusan kelapa sawit milik PT Persada Agro Sawita yang merupakan musibah cukup hebat pada kejadian itu," kata Yanto Effendi Panjaitan [orang tua korban], Senin (2/102023).
"Belum ada kesepakatan, saya sudah melimpahkan [menguasakan] pada paman korban Zulkifli Panjaitan S.Sos MM," katanya dengan lirih.
Peristiwa jatuhnya korban [karyawan] hingga cacat badan/tubuh hingga berujung sampai kematian yang bekerja di PT PAS biasanya berakhir cukup damai kekeluargaan. "Ini perusahaan dinilai cukup licik."
"Tetapi soal kematian keponakan saya, Muhammad Firmansyah Panjaitan sampai dengan detik ini atau sudah berjalan hampir dua bulan terakhir ini tidak terlihat etikat baik dari perusahaan [PAS]," sebut Zulkifli Ap,S.Sos, MM paman korban.
"Memang benar masalah hak normatif korban meninggal dunia sudah diberikan oleh pihak BPJS, tapi kalau perdamaian dari pihak PT PAS belum ada menunjukkan etika baiknya," sambungnya.
"Artinya dalam permasalahan kematian karyawan PT PAS ini berlanjut secara hukum hingga ke pengadilan, sesuai dengan laporan ke polisi saat terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian hingga menghilangkan nyawa pekerja."
"Jadi laporan polisi [LP] Nomor: TBL/43/VIII/2023/RIAU/RES INHU/SEK RGT BARAT atas peristiwa [Almarhum Muhammad Firmansyah Panjaitan] tewas akibat tersiram air panas rebusan buah kelapa sawit di perusahaan PT PAS di Polres Inhu tetap kita jalankan sesuai dengan standar SOP-nya kepolisian," sebut Zulkifli AP yang juga Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Riau ini.
"Ini belum akan kita otak-atik biar jalan terus, intinya keluarga korban telah kehilangan nyawa anaknya Muhammad Firmansyah Panjaitan [18 tahun], seorang tenaga kerja diperusahaan PT PAS ini," kata ayah 6 orang anak itu menilai peristiwa merengut nyawa keponakannya itu sudah masuk ranah pelanggaran Hak Azasi Manusia [HAM].
Namun sebelumnya, Larshen Yunus, Direktur kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik [HMPP] Satya Wicaksana mengatakan keluarga korban pasangan suami istri Yanto Efendi Panjaitan dan Sudarmi, dapat menggugat perusahaan pabrik kelapa sawit PT Persada Agro Sawita [PAS] di Kabupaten Indragiri Hulu [Inhu], Riau.
Penyelidikan kasus kecelakan kerja yang terjadi di perusahaan PKS PT Persada Agro Sawita (PAS) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) terus berjalan.
Polisi terus mendalami adanya dugaan kelalaian sehingga menyebabkan dua orang menjadi korban akibat semburan uap panas rebusan buah sawit tersebut.
Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Dody Wirawijaya saat dikonfirmasi menjelaskan, sejauh ini kasus tersebut masih dalam proses sidik. Namun, belum ada penetapan tersangka.
"Masih dalam proses sidik. Sudah sekitar 6 saksi diperiksa dan itu masih menunggu pemeriksaan saksi ahli. Detailnya ke kasat reskrim ya," kata Dody, kepada wartawan, Senin (2/10/2023).
Sementara itu Kasat Reskrim Polres Inhu, AKP Agung Rama mengatakan, sejauh ini proses penyelidikan adanya dugaan kelalaian dalam pengamanan PT PAS.
Dugaan ada, namun substansi penyidikan nanti akan di preskon setelah semuanya rampung," terang Agung.
Disinggung terkait apakah petinggi PT PAS sudah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, mantan Kapolsek Payung Sekaki mengatakan tidak menutup kemungkinan juga akan diperiksa.
"Pasti akan diperiksa (Bos PT PAS). Sejauh ini tidak ada kendala," terangnya.
Tetapi kembali disebutkan Zulkifli Panjaitan, paman korban tidak menampik membuka kemungkinan laporan akan dicabut jika nanti dicapai kesepakatan oleh kedua pihak.
"Kalau memang pada akhirnya sudah ada satu kesepakatan yang mungkin dinyatakan secara tertulis dan seterusnya, kenapa tidak masalah ini masih diteruskan. Dengan catatan kalau ada kesepakatan ini kan kembali lagi ke kedua belah pihak pastinya," katanya.
Dalam laporan ini, pihak keluarga Yanto Effendi melaporkan PT PAS terkait dugaan pelanggaran Pasal 360 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
Larshen Yunus, Direktur kantor HMPP Satya Wicaksana mengatakan, tanggung jawab perusahaan dalam hal pekerjanya meninggal dunia itu sebenarnya bergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
"Ini sudah luar biasa dan tidak main-main lagi."
“Ini kan peristiwa luar biasa ... dalam pandangan Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana harus ada pihak yang bertanggung jawab, harus ada pihak yang bersalah. Salah satu instrumen yang punya kewenangan menyatakan itu bertanggung jawab, bersalah, adalah pengadilan,” kata Larshen Yunus, Selasa (29/8) kemarin.
Menurutnya dari angka kecelakaan kerja maupun yang terakhir sangat tragis hingga merengut nyawa [meninggal dunia] sebagian besar berusia di bawah 20 tahun.
"Jadi keluarga korban dapat menggunakan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang menyatakan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok yang mempunyai kepentingan yang sama – biasa disebut gugatan perwakilan kelompok atau class action," katanya.
"Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, seperti disebut dalam Pasal 61 ayat (5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003," katanya.
Menurutnya, tanggung jawab perusahaan dalam hal pekerjanya meninggal dunia itu sebenarnya bergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Menyinggung soal aturan hukum bila keluarga korban ingin mencabut laporan?
Menurutnya, aturan hukum dalam mencabut laporan dapat dilakukan selama peristiwa itu belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan.
Mencabut laporan atau menarik kembali laporan pada dasarnya diatur dalam Pasal 75 KUHP dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan.
Pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya.
Ada dua jenis delik yang sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa.
Dalam delik biasa, perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari pihak yang dirugikan.
Ketika korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
Kemudian, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.
Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan yang dalam hal ini adalah korban.
Mengutip Pasal 1 butir 24 KUHAP, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan seorang karena hak atau kewajiban berdasar undang-undang kepada pejabat berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana.
Sedangkan pengertian pengaduan, dijelaskan dalam Pasal 1 butir 25 KUHAP adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan Tindak Pidana (TP) aduan yang merugikannya.
Pemberitahuan laporan bersifat umum, meliputi seluruh jenis tindak pidana yang diberitahukan, sehingga laporan bisa dilakukan oleh semua orang yang mengalami, melihat, dan mendengar suatu peristiwa pidana dan tidak dapat dicabut kembali oleh si pelapor.
Meski pada akhirnya terjadi perdamaian antara pelapor dan terlapor sebelum tahap persidangan, penegak hukum tetap bisa meneruskan pemeriksaan hingga persidangan.
Hal ini menurut Pasal 74 ayat (1) KUHP yaitu pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadukan mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia atau dalam waktu Sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar negeri.
Kemudian, Pasal 75 KUHP menjelaskan, orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan. Sedangkan pengaduan yang bersifat khusus hanya dapat dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan, sehingga dapat dicabut sebelum sampai ke persidangan, apabila terjadi perdamaian antara pengadu dan teradu.
Sehubungan dengan pencabutan pengaduan yang melampaui batas, berdasarkan Putusan MA No. 1600 K/PID/2009 menyatakan meski pencabutan pengaduan telah melewati tiga bulan yang menurut Pasal 75 KUHP telah melewati waktu.
Namun dengan pencabutan itu keseimbangan yang terganggu dengan adanya tindak pidana tersebut telah pulih karena perdamaian yang terjadi antara pelapor dengan terlapor mengandung nilai yang tinggi yang harus diakui. Karena bagaimanapun juga bila sebuah perkara dihentikan, akan mendapat manfaat yang lebih besar dari pada bila dilanjutkan.
Pada intinya, terhadap pelaku delik aduan hanya bisa dilakukan proses hukum pidana atas persetujuan korbannya. Jika pengaduannya kembali dicabut, dan apabila selama jangka waktu tiga bulan setelah pengaduan dijalankan maka proses hukum akan dihentikan.
Namun, setelah melewati tiga bulan dan pengaduan itu tidak dicabut atau hendak dicabut setelah melewati waktu tiga bulan, proses hukum akan dilanjutkan. Kecuali untuk kejahatan perzinahan (Pasal 284 KUHP), pengaduan itu dapat dicabut kembali selama peristiwa tersebut belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan.
Mencabut laporan tidak diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan, namun pelapor bisa mengajukan pencabutan secara lisan maupun tertulis di persidangan mengenai pembatalan laporan kepada aparat penegak hukum. (*)
Tags : kuhap, kuhp, laporan, pidana, pt persada agro Sawita, inhu, pt pas, karyawan pt pas meninggal dunia, muhammad firmansyah panjaitan korban meninggal dunia, korban tersiram air rebusan kelapa sawit,