Presiden Joko Widodo akhirnya membatalkan vaksin Covid-19 berbayar bagi individu yang sebelumnya direncanakan akan disalurkan melalui Kimia Farma.
telah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat, Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semuanya dibatalkan dan dicabut.
"Dengan demikian, seluruh vaksinasi akan tetap menggunakan mekanisme seperti yang telah berjalan saat ini yakni gratis bagi seluruh masyarakat," kata Sekretaris Kabinet RI, Pramono Anung di Istana Negara Jakarta dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI, Jumat (16/07).
Terkait program vaksinasi Gotong Royong, mekanismenya tetap dilakukan melalui perusahaan di mana perusahaan yang akan menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawannya, "Semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden sebelumnya," imbuhnya.
Ditentang karena bakal menebalkan kecurigaan dan isu liar
Sebelumnya, kebijakan vaksinasi berbayar kepada individu, yang tadinya mulai digulirkan Senin 12 Juli 2021, ditentang pakar kesehatan masyarakat karena dikhawatirkan bakal menebalkan kecurigaan dan isu liar di tengah masyarakat bahwa pemerintah berorientasi pada bisnis di tengah pandemi Covid-19.
Menurut epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, vaksinasi berbayar baru bisa diterapkan jika seluruh masyarakat telah mendapatkan haknya dalam layanan kesehatan seperti vaksin. Tapi juru bicara vaksinasi Covid-19 di Kementerian Kesehatan dan staf ahli Menteri BUMN mengeklaim kebijakan ini bertujuan untuk memperluas cakupan vaksinasi demi mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.
Covid wabah nasional
Joko Sri Handoyo Felix telah mendaftar ke lima tempat vaksinasi di Kota Bandung, Jawa Barat, agar mendapat vaksin Covid-19. Tapi hingga sebulan berlalu, tak ada satu pun yang memberi jawaban. "Intinya belum dapat jawaban dari beberapa jalur itu, enggak tahu masalahnya apakah antrean yang sampai ribuan," imbuh Felix seperti dirilis BBC News Indonesia, Minggu (11/07).
Felix mengaku sangat membutuhkan vaksin demi melindungi keluarganya dari paparan virus corona lantaran mobilitas kerjanya yang bolak-balik Bandung-Jakarta. "Untuk menjaga (keluarga) karena beberapa orang di lingkungan saya, ada keluarga dan teman, setelah divaksin lumayan membantu terhindar semakin drop kalau terpapar. Dan, ada bayi di rumah. Itu faktor yang membuat saya harus segera divaksin."
Meski kesusahan memperolah vaksin, Felix mengatakan akan tetap memanfaatkan program vaksinasi gratis pemerintah ketimbang membayar dengan kocek pribadi. Menurut Felix, vaksin merupakan tanggung jawab pemerintah yang sejatinya harus melindungi setiap warganya. "Kalau harga vaksinnya Rp500.000 masih bisa dipertimbangkan, mungkin. Meskipun masih kemahalan. Ya jadi opsi yang kesekianlah dengan harga segitu," pungkasnya.
Seorang warga Kota Bandung lainnya, Sri Minangsih, juga bernasib sama. Mendaftar untuk program vaksinasi gratis ke sebuah klinik pada 30 Juni lalu, tapi sampai sekarang belum menerima balasan. Ia mengaku harus mendapat vaksin untuk kebutuhan administrasi bepergian yang mewajibkan melampirkan sertifikat vaksin minimal dosis pertama. "Profesi saya sebagai konsultan perencana dan bekerja antar-pulau serta frekuensi menggunakan transportasi udara dan darat yang tinggi, saya memerlukan vaksin untuk keperluan administrasi."
Kini, ia dilematis antara menunggu vaksin gratis dari pemerintah atau membeli secara mandiri. "Mau tidak mau. Kalau saya enggak punya pilihan karena untuk keperluan pekerjaan, pasti akan ambil (vaksin mandiri). Tapi secara warga negara, itu tidak adil karena pandemi wabah dunia, warga negara harus dilindungi apa pun itu tools-nya."
'Vaksinasi berbayar akan menguatkan isu orientasi bisnis'
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menilai kebijakan vaksinasi berbayar kepada individu atau orang perorangan akan menguatkan isu yang berkembangkan di masyarakat bahwa pemerintah hanya berorientasi pada bisnis di tengah pandemi.
Ini karena program vaksinasi gratis yang tengah berjalan baru menyasar 14 juta orang atau belum memenuhi target yang ditetapkan pemerintah yakni 181 juta jiwa. Menurut Windhu, vaksinasi berbayar baru bisa diterapkan jika seluruh warga telah mendapatkan vaksin. "Artinya hak orang mendapatkan vaksinasi mandiri (berbayar) tidak apa-apa, asal bukan karena terpaksa, karena enggak dapat dari pemerintah. Itu yang enggak boleh. Karena setiap orang berhak mendapat layanan kesehatan saat pandemi," ujar Windhu.
Yang ia khawatirkan jika vaksinasi berbayar tersebut diminati, pemerintah akan lebih menggencarkan program tersebut ketimbang mengejar program vaksinasi gratis. Sedangkan hingga saat ini kecepatan vaksinasi di Indonesia, kata Windhu, masih sangat lambat. "Kecepatan vaksinasi Indonesia lambat karena bergantung dari luar negeri 100%. Yang sudah kita terima jumlah dosisnya kurang dari sepertiga dari target dosis yang harus kita dapatkan."
Dia juga menilai alasan pemerintah membuka ruang vaksinasi berbayar demi mengejar target sehingga mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity, tidak masuk akal. Pasalnya jumlah dosis bahan baku vaksin dari Sinovac yang akan diterima Indonesia hingga Oktober tahun ini sekitar 140 juta dosis. "Itu tak mungkin. Wong kita hanya punya 140 juta dosis saja. Itu nonsense. Alasan di balik itu mesti bukan itu, tapi mundurnya beberapa perusahaan untuk membeli (vaksin) bagi karyawannya," imbuhnya.
"Vaksinasi Gotong Royong itu kan sepertinya ada halangan, tak berjalan atau tersendat. Ya mungkin ada masalah finansial perusahaan."
Karena itulah Windhu meminta pemerintah agar menghentikan program vaksinasi gotong royong dan mengalihkan seluruh vaksinnya ke program vaksinasi gratis.
Apa itu kebijakan vaksinasi berbayar?
Program vaksinasi berbayar kepada individu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Dalam aturan terbaru yang keluar 5 Juli 2021, dikatakan bahwa program tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan vaksinasi Gotong Royong yang sedianya ditujukan kepada perusahaan swasta untuk diberikan kepada karyawannya secara gratis.
Secara lebih rinci, permohonan pengadaan vaksin oleh PT Bio Farma untuk individu atau orang perorangan tertuang dalam Pasal 6A ayat 2(a). Staf ahli Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyebut program vaksinasi berbayar adalah "pengembangan dari vaksinasi gotong royong" dengan tujuan "agar mudah diakses, masyarakat mempunyai pilihan vaksin, dan mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity".
"Kan banyak orang enggak bisa akses (vaksin) karena antre panjang, harus ke puskesmas..." ujar Arya.
"Yang pasti vaksin ini pilihan bagi individu dan warga negara asing. WNA kan susah dapat akses yang gratis," sambungnya.
Kendati demikian, ia tak merinci berapa banyak vaksin yang disiapkan untuk program tersebut. Ia pun menampik anggapan yang menyebut BUMN "mencari celah bisnis dengan menjual vaksin".
"Enggak sudah dicurigai (vaksin) komersil. Kan harganya sudah ditentukan pemerintah."
Senada dengan Arya, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, berkata sasaran utama vaksinasi berbayar ini warga negara asing di Indonesia dan mengejar target vaksinasi sampai dua juta dosis per hari. "Untuk memperluas vaksinasi, terutama untuk WNA ya. Tapi warga Indonesia juga boleh membeli," ujar Nadia seperti yang dilansir Pikiran Rakyat.com, Minggu, 11 Juli 2021. Nadia juga memastikan, vaksinasi berbayar kepada individu ini hanya untuk suntikan 1 dan 2, bukan booster.
Berapa biaya vaksin individu?
Untuk pendistribusian vaksin ini, PT Bio Farma menggandeng fasilitas pelayanan kesehatan yaitu klinik milik Kimia Farma. Total ada delapan klinik yang melayani penyuntikkan vaksin individu, antara lain di Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Bali.
Adapun harga pembelian vaksin ditetapkan sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Dengan begitu total untuk dua kali vaksin mencapai Rp879.140.
Vaksin Gotong Royong 'Harganya kemahalan'
Sebelumnya pemerintah menetapkan vaksinasi Gotong Royong yang harganya dipatok hampir Rp900 ribu per orang dan dibebankan biayanya ke perusahaan dianggap terlalu mahal oleh para pelaku usaha mikro kecil menengah hingga industri hotel dan restoran sehingga tidak semua pengusaha bisa berpartisipasi dalam skema tersebut.
Padahal, dalam pelaksanaan vaksinasi perdana, Selasa (18/05), Presiden Joko Widodo berharap pemberian vaksin bagi para pekerja perusahaan swasta itu dapat berkontribusi dalam mempercepat target vaksinasi nasional sebanyak lebih dari 181 juta orang.
Di sisi lain, serikat buruh juga mengkhawatirkan jika ternyata biaya tersebut dalam pelaksanaannya akan dibebankan ke para pekerja mulai dari pemotongan upah hingga pengurangan hak lain yang digunakan untuk membayar vaksin. Namun, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menggelar program Vaksinasi Gotong Royong menegaskan bahwa biaya tersebut akan ditanggung oleh para perusahaan dan bukan pekerja.
Pemerintah telah menetapkan harga tertinggi vaksin Covid-19 melalui skema gotong royong sebesar Rp439.570 per dosis untuk satu orang, sehingga untuk dua kali suntik totalnya Rp879.140. Namun harga tersebut bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah terlalu mahal. "Kemahalan, tidak mampu usaha UMKM. Mereka akhirnya lebih pada melaksanakan protokol kesehatan saja," kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun.
Keluhan senada juga dirasakan oleh industri hotel dan restoran yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada publik. "Sebagian hotel dan restoran yang besar memang sudah divaksin, tapi bagaimana dengan hotel dan restoran yang kecil? Kasihan kalau dibebankan biaya segitu, tidak akan mampu," kata Ketua Badan Pimpinan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwanton.
Sutrisno berharap agar pemerintah memberikan subsidi bahkan mengratiskan vaksin bagi dunia perhotelan dan restoran yang hingga kini masih tertekan akibat pandemi Covid-19
'Kekhawatiran potong gaji'
Selain di kalangan pengusaha, vaksinasi gotong royong juga menimbulkan kegelisahaan di para pekerja berupa kemungkinan terjadinya pemotongan upah. "Dengan biaya di angka hampir Rp1 juta, keuangan perusahaan akan berdampak, apalagi jika karyawannya banyak. Itu ujung-ujungnya bisa terjadi pemotongan upah," kata Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam Kabupaten Karawang Rengga Pria Hutama.
Jikapun tidak terjadi pemotongan gaji, pembiayaan tersebut diduga akan diambil dari pos anggaran lain yang ujungnya berdampak pada pengurangan hak buruh. "Di Bekasi, ada perusahaan yang karyawannya 13 ribu. Kalau divaksin semua bisa miliaran Rupiah itu, lalu uang dari mana yang akan diambil? Pasti dari pos lain yang menjadi hak buruh. Jadi, lagi-lagi buruh yang akan selalu dikorbankan," kata Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz.
Untuk itu Riden berharap agar pemerintah juga turut berpartisipasi memberikan subsidi untuk meringankan beban vaksin khususnya terhadap perusahaan kecil dan menengah atau dengan melakukan pengawasan yang ketat sehingga hak-hak buruh tidak dikorbankan.
Dua 'ketimpangan' vaksin Gotong Royong
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menyebut vaksin gotong royong menimbulkan dua celah ketimpangan. Pertama, adalah ketimpangan antara perusahaan besar dan usaha kecil. "Pengusaha UMKM jangankan beli vaksin, buat mempertahankan karyawan dengan tetap mengaji dan bayar THR saja kesulitan," kata Bhima.
"Lalu untuk usaha padat karya dengan karyawan banyak, apa iya akan digratiskan juga? Lalu pengawasannya bagaimana kalau sampai dipotong dari gaji atau tunjangan? Karena yang paling sulit adalah mengawasi potongan gaji karyawan," tambah Bhima.
Bhima mencontohkan, untuk iuran BPJS saja tingkat kepatuhan perusaah rendah - gaji karyawan dipotong tapi tidak distor ke BPJS - apaagi vaksin. Ketimpangan kedua adalah, vaksin cenderung hanya akan diberikan kepada manajemen, direksi, dan staf senior perusahaan - tidak bagi para pekerja level bawah. "Jadi malah membuat komersialisasi karena hanya sedikit saja yang bisa menikmati," kata Bhima.
Lantas bagaimana solusinya? Bhima menyarakan pemerintah untuk mengatur ulang harga untuk pengusaha kecil dan menengah - subsidi dari pemerintah atau subsidi dari perusahaan besar ke perusahaan kecil. "Terakhir, pengawasan harus ketat dari pemerintah, jangan nanti gaji karyawan dipotong," katanya.
Kadin: Biaya ditanggung perusahaan
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menggelar program vaksinasi Gotong Royong menegaskan bahwa biaya vaksin akan ditanggung oleh perusahaan, bukan karyawan. "Vaksinasi Gotong Royong ditujukan untuk perusahaan yang mau membeli vaksin untuk karyawannya. Jadi biaya tidak bisa dilimpahkan ke karyawan, tapi harus dibayar perusahaan," kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani.
Kemudian, Shinta menyadari bahwa banyak perusahaan yang terdampak Covid—19 dan tidak mampu membeli vaksin sehingga harus menunggu program pemerintah. "Tapi ada juga banyak perusahaan besar, makanya didahulukan yang seperti industri manufaktur besar, karena kalau mereka menunggu vaksin gratis satu per satu itu kan jumlahnya sangat sedikit. Jadi mereka membeli untuk membantu pemerintah supaya anggaran pemerintah bisa terbantu dengan adanya biaya yang keluar dari perusahaan untuk membiayai vaksin," kata Shinta.
Shinta menambahkan, target vaksin Gotong Royong diberikan kepada 20 juta pekerja, namun semua itu tergantung dari jumlah vaksin yang didapat. Hingga kini, berdasarkan data Kadin, terdapat 22.736 perusahaan yang terdaftar dengan lebih dari 10 juta pekerja.
Jokowi: Percepat target vaksinasi nasional
Presiden Joko Widodo menghadiri pemberian perdana vaksin gotong royong di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (18/05) - terdapat 18 perusahaan yang telah memulai vaksinasi Gotong Royong. Dalam kesempatan itu, Jokowi berharap agar vaksinasi Gotong Royong dapat mempercepat proses vaksinasi pemerintah di tengah sulit mencari bahkan membeli vaksin karena diperebutkan 215 negara.
"Untuk vaksin gotong royong tahap pertama kita sudah mendapatkan 420 vaksin dan diharapkan akan mendapatkan supply yang lebih banyak sehingga vaksinasi Gotong Royong bisa mempercepat target vaksinasi nasional yaitu 181,5 juta orang," katanya.
Ditargetkan, maksimal akhir September 2021, sekitar 70 juta orang sudah divaksin sehingga kurva penularan covid sudah di bawah dan industri dapat berproduksi kembali dalam suasana yang normal. "Vaksinasi ini juga diharapkan bisa memulihkan ekonomi kita, kuartal pertama 2021 minus 0,74%. Kita semua berharap dengan kerja keras di kuartal kedua sesuai dengan target kurang lebih 7% bisa kita capai karena produksi di semua lini perusahaan bisa begerak normal kembali," kata Jokowi.
Tentang vaksin gotong royong
Vaksinasi Gotong Royong yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 adalah vaksinasi yang diberikan kepada karyawan/karyawati swasta, keluarga dan individu lain dalam keluarga yang pembiayaannya dibebankan kepada badan hukum atau badan usaha.
Pemerintah telah menetapkan harga tertinggi vaksin Covid-19 yang disalurkan melalui skema gotong royong sebesar Rp439.570 per dosis - terdiri dari pembelian vaksin sebesar Rp321.660 dan layanan vaksinasi Rp117.910. Sehingga total vaksinasi untuk satu orang (dua kali suntik) sebesar Rp879.140.
Pelaksanaan vaksinasi dilakukan di fasilitas kesehatan non-pemerintah agar tidak menganggu jalannya program vaksinasi pemerintah. Kemudian, vaksin yang digunakan pada tahap awal adalah vaksin Sinopharm, dan selanjutnya yaitu vaksin CanSino yang berasal dari China.
Vaksin Sinopharm telah mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia dan lolos uji tes Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Untuk perusahaan yang ingin mendaftarkan karyawannya mengikuti program vaksinasi Gotong Royong dapat mendaftarkn melalu Kadin di https://vaksin.kadin.id. (*)
Tags : Virus Corona, Vaksin Berbayar, Covid-19,