JAKARTA - Kebijakan vaksinasi berbayar kepada individu yang mulai digulirkan Senin (12/07) ditentang pakar kesehatan masyarakat karena dikhawatirkan bakal menebalkan kecurigaan dan isu liar di tengah masyarakat bahwa pemerintah berorientasi pada bisnis di tengah pandemi Covid-19.
Menurut epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, vaksinasi berbayar baru bisa diterapkan jika seluruh masyarakat telah mendapatkan haknya dalam layanan kesehatan seperti vaksin. Tapi juru bicara vaksinasi Covid-19 di Kementerian Kesehatan dan staf ahli Menteri BUMN mengeklaim kebijakan ini bertujuan untuk memperluas cakupan vaksinasi demi mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.
'Vaksin berbayar tidak adil, karena Covid wabah nasional'
Joko Sri Handoyo Felix telah mendaftar ke lima tempat vaksinasi di Kota Bandung, Jawa Barat, agar mendapat vaksin Covid-19. Tapi hingga sebulan berlalu, tak ada satu pun yang memberi jawaban. "Intinya belum dapat jawaban dari beberapa jalur itu, enggak tahu masalahnya apakah antrean yang sampai ribuan," imbuh Felix dirilis BBC News Indonesia, Minggu (11/07).
Felix mengaku sangat membutuhkan vaksin demi melindungi keluarganya dari paparan virus corona lantaran mobilitas kerjanya yang bolak-balik Bandung-Jakarta. "Untuk menjaga (keluarga) karena beberapa orang di lingkungan saya, ada keluarga dan teman, setelah divaksin lumayan membantu terhindar semakin drop kalau terpapar. Dan, ada bayi di rumah. Itu faktor yang membuat saya harus segera divaksin."
Meski kesusahan memperolah vaksin, Felix mengatakan akan tetap memanfaatkan program vaksinasi gratis pemerintah ketimbang membayar dengan kocek pribadi. Menurut Felix, vaksin merupakan tanggung jawab pemerintah yang sejatinya harus melindungi setiap warganya. "Kalau harga vaksinnya Rp500.000 masih bisa dipertimbangkan, mungkin. Meskipun masih kemahalan. Ya jadi opsi yang kesekianlah dengan harga segitu," pungkasnya.
Seorang warga Kota Bandung lainnya, Sri Minangsih, juga bernasib sama. Mendaftar untuk program vaksinasi gratis ke sebuah klinik pada 30 Juni lalu, tapi sampai sekarang belum menerima balasan. Ia mengaku harus mendapat vaksin untuk kebutuhan administrasi bepergian yang mewajibkan melampirkan sertifikat vaksin minimal dosis pertama. "Profesi saya sebagai konsultan perencana dan bekerja antar-pulau serta frekuensi menggunakan transportasi udara dan darat yang tinggi, saya memerlukan vaksin untuk keperluan administrasi."
Kini, ia dilematis antara menunggu vaksin gratis dari pemerintah atau membeli secara mandiri. "Mau tidak mau. Kalau saya enggak punya pilihan karena untuk keperluan pekerjaan, pasti akan ambil (vaksin mandiri). Tapi secara warga negara, itu tidak adil karena pandemi wabah dunia, warga negara harus dilindungi apa pun itu tools-nya."
'Vaksinasi berbayar akan menguatkan isu orientasi bisnis'
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menilai kebijakan vaksinasi berbayar kepada individu atau orang perorangan akan menguatkan isu yang berkembangkan di masyarakat bahwa pemerintah hanya berorientasi pada bisnis di tengah pandemi. Ini karena program vaksinasi gratis yang tengah berjalan baru menyasar 14 juta orang atau belum memenuhi target yang ditetapkan pemerintah yakni 181 juta jiwa.
Menurut Windhu, vaksinasi berbayar baru bisa diterapkan jika seluruh warga telah mendapatkan vaksin. "Artinya hak orang mendapatkan vaksinasi mandiri (berbayar) tidak apa-apa, asal bukan karena terpaksa, karena enggak dapat dari pemerintah. Itu yang enggak boleh. Karena setiap orang berhak mendapat layanan kesehatan saat pandemi," ujar Windhu.
Yang ia khawatirkan jika vaksinasi berbayar tersebut diminati, pemerintah akan lebih menggencarkan program tersebut ketimbang mengejar program vaksinasi gratis. Sedangkan hingga saat ini kecepatan vaksinasi di Indonesia, kata Windhu, masih sangat lambat. "Kecepatan vaksinasi Indonesia lambat karena bergantung dari luar negeri 100%. Yang sudah kita terima jumlah dosisnya kurang dari sepertiga dari target dosis yang harus kita dapatkan."
Dia juga menilai alasan pemerintah membuka ruang vaksinasi berbayar demi mengejar target sehingga mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity, tidak masuk akal. Pasalnya jumlah dosis bahan baku vaksin dari Sinovac yang akan diterima Indonesia hingga Oktober tahun ini sekitar 140 juta dosis. "Itu tak mungkin. Wong kita hanya punya 140 juta dosis saja. Itu nonsense. Alasan di balik itu mesti bukan itu, tapi mundurnya beberapa perusahaan untuk membeli (vaksin) bagi karyawannya," imbuhnya.
"Vaksinasi Gotong Royong itu kan sepertinya ada halangan, tak berjalan atau tersendat. Ya mungkin ada masalah finansial perusahaan."
Karena itulah Windhu meminta pemerintah agar menghentikan program vaksinasi gotong royong dan mengalihkan seluruh vaksinnya ke program vaksinasi gratis. Program vaksinasi berbayar kepada individu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Dalam aturan terbaru yang keluar 5 Juli 2021, dikatakan bahwa program tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan vaksinasi Gotong Royong yang sedianya ditujukan kepada perusahaan swasta untuk diberikan kepada karyawannya secara gratis. Secara lebih rinci, permohonan pengadaan vaksin oleh PT Bio Farma untuk individu atau orang perorangan tertuang dalam Pasal 6A ayat 2(a).
Staf ahli Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyebut program vaksinasi berbayar adalah "pengembangan dari vaksinasi gotong royong" dengan tujuan "agar mudah diakses, masyarakat mempunyai pilihan vaksin, dan mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity". "Kan banyak orang enggak bisa akses (vaksin) karena antre panjang, harus ke puskesmas..." ujar Arya.
"Yang pasti vaksin ini pilihan bagi individu dan warga negara asing. WNA kan susah dapat akses yang gratis," sambungnya.
Kendati demikian, ia tak merinci berapa banyak vaksin yang disiapkan untuk program tersebut. Ia pun menampik anggapan yang menyebut BUMN "mencari celah bisnis dengan menjual vaksin".
"Enggak sudah dicurigai (vaksin) komersil. Kan harganya sudah ditentukan pemerintah."
Senada dengan Arya, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, berkata sasaran utama vaksinasi berbayar ini warga negara asing di Indonesia dan mengejar target vaksinasi sampai dua juta dosis per hari. "Untuk memperluas vaksinasi, terutama untuk WNA ya. Tapi warga Indonesia juga boleh membeli," ujar Nadia seperti yang dilansir Pikiran Rakyat.com, Minggu, 11 Juli 2021. Nadia juga memastikan, vaksinasi berbayar kepada individu ini hanya untuk suntikan 1 dan 2, bukan booster.
Berapa biaya vaksin individu?
Untuk pendistribusian vaksin ini, PT Bio Farma menggandeng fasilitas pelayanan kesehatan yaitu klinik milik Kimia Farma. Total ada delapan klinik yang melayani penyuntikkan vaksin individu, antara lain di Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Bali. Adapun harga pembelian vaksin ditetapkan sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Dengan begitu total untuk dua kali vaksin mencapai Rp879.140. (*)
Tags : Vaksin Covid-19, Vaksin Berbayar Ditolak Warga, Pandemi Virus Corona Wabah Nasional,