"Vaksin Covid Sinovac yang kini di pakai di Indonesia disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), karena cocok untuk negara-negara berkembang"
rganisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya menyetujui vaksin Covid asal China, Sinovac, untuk penggunaan darurat. Ini merupakan vaksin kedua buatan China yang mendapat persetujuan dari WHO, setelah Sinopharm. Lampu hijau dari WHO ini juga membuka jalan bagi Sinovac untuk digunakan dalam Covax—program vaksinasi yang bertujuan menjamin akses vaksin berkeadilan di seluruh dunia.
Sinovac sudah digunakan di beberapa negara, termasuk Indonesia, dan direkomendasikan untuk warga berusia 18 tahun ke atas untuk dua dosis dengan masa jeda dua hingga empat pekan. Persetujuan penggunaan darurat ini berarti vaksin itu sudah "memenuhi standar internasional atas keamanan, efikasi, dan pembuatannya," ungkap WHO.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa vaksin Sinovac mencegah penyakit simtomatik pada lebih dari setengah mereka yang sudah divaksin sekaligus mencegah munculnya gejala berat maupun yang rawat inap pada 100% dari mereka yang telah diteliti, lanjut WHO. Lulusnya dua vaksin buatan China itu oleh WHO, program Covax diharapkan berjalan lebih lancar mengingat sejumlah negara selama ini berupaya keras mengatasi masalah persediaan vaksin. "Dunia sangat butuh berbagai vaksin Covid-19 untuk mengatasi besarnya ketimpangan akses akan vaksin itu di penjuru dunia," kata Mariangela Simao, Asisten Direktur Jenderal WHO urusan akses produk kesehatan dirilis BBC.
"Kami mendesak pihak pembuat untuk berpartisipasi dalam inisiatif Covax itu, berbagi cara pembuatan dan data serta berkontribusi untuk mengatasi pandemi," lanjutnya.
Selain di China, vaksin Sinovac sudah digunakan di sejumlah negara, termasuk Chile, Brazil, Indonesia, Meksiko, Thailand, Filipina, dan Turki.
Mengapa Sinovac cocok untuk negara berkembang?
Sinovac menyatakan telah memasok lebih dari 600 juta dosis di dalam dan luar negeri hingga akhir Mei 2021. Lebih dari 430 juta dosis sudah digunakan di penjuru dunia. Salah satu keuntungan vaksin Sinovac adalah bisa disimpan di lemari pendingin standar dengan suhu 2-8 derajat celcius. Ini berarti Sinovac jauh lebih berguna bagi negara-negara berkembang yang rata-rata tidak punya fasilitas untuk menyimpan banyak vaksin dengan suhu yang sangat dingin.
Persetujuan atas Sinovac untuk penggunaan darurat itu muncul saat WHO, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan Dana Moneter Internasional (IMF) serta Bank Dunia meminta bantuan dana investasi sebesar US$50 miliar untuk mendukung upaya mengakhiri pandemi. Dalam pernyataan bersama, mereka mengatakan bahwa dunia telah mencapai titik yang berbahaya, bahwa ketimpangan akses mendapatkan vaksin berisiko membuat pandemi jadi berkepanjangan dan terus menimbulkan banyak korban jiwa.
Lembaga-lembaga dunia itu pun menyerukan investasi di sejumlah bidang, seperti produksi vaksin, persediaan oksigen, dan perawatan atas pasien Covid, dan distribusinya harus berlangsung adil. Mereka juga menyerukan negara-negara maju untuk segera menyumbang dosis-dosis vaksin kepada negara-negara berkembang.
WHO setujui Sinopharm
Sebelumnya, awal Mei lalu WHO memberikan persetujuan darurat bagi vaksin Covid Sinopharm buatan perusahaan pemerintah China. Ini kali pertama vaksin produksi negara non-Barat yang mendapat persetujuan WHO. Vaksin ini sudah diberikan kepada jutaan orang di China dan tempat-tempat lain. WHO sebelumnya hanya menyetujui vaksin buatan Pfizer, AstraZeneca, Johnson & Johnson dan Moderna.
Namun pihak regulator sejumlah negara - terutama di Afrika, Amerika Latin dan Asia - telah lebih dulu menyetujui vaksin-vaksin buatan China untuk penggunaan darurat. Dengan sedikitnya data yang dirilis secara internasional sejak awal, efektivitas vaksin-vaksin asal China belum langsung dipastikan. Namun WHO pada Jumat (07/05) menyatakan bahwa pihaknya telah mengesahkan "keamanan, kemanjuran, dan kualitas" vaksin Sinopharm. Bagi WHO, penambahan vaksin itu "berpotensi mempercepat akses vaksin Covid-19 bagi negara-negara yang berupaya melindungi para tenaga kesehatan dan populasi yang berisiko".
Organisasi Kesehatan Dunia itu merekomendasikan vaksin tersebut diberikan dalam dua dosis kepada orang berusia 18 tahun ke atas. Keputusan atas vaksin China lainnya, yaitu Sinovac, akan muncul beberapa hari mendatang, sementara vaksin Sputnik buatan Rusia masih dalam penilaian.
Mengapa dukungan WHO ini penting?
Lampu hijau dari organisasi itu merupakan panduan bagi pihak regulator di mancanegara untuk memastikan vaksin yang dimaksud aman dan efektif. Direktur-Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa pihaknya akan mempercayakan negara-negara "untuk mempercepat persetujuan yang telah mereka buat."
Ini juga berarti bahwa vaksin itu bisa digunakan dalam program global, Covax, yang didirikan tahun lalu untuk menjamin akses vaksin yang berkeadilan di kalangan negara-negara maju dan miskin.
Keputusan untuk memasukkan vaksin China itu dalam daftar penggunaan darurat diharapkan memberi percepatan yang signifikan atas skema Covax, yang selama ini kesulitan dengan masalah pasokan. Sebelum mendapat persetujuan dari WHO, vaksin Sinopharm sudah dipakai secara luas, yaitu sekitar 65 juta dosis, menurut sejumlah laporan.
Selain China, Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Hungaria adalah negara-negara lain yang sudah memakai Sinopharm. Keputusan menyetujui Sinopharm bagi penggunaan darurat itu dikeluarkan oleh kelompok penasihat teknis WHO, yang mengkaji data klinis terbaru dan praktik pembuatan vaksinnya. Dikatakan tingkat kemanjuran vaksin untuk kasus Covid-19 yang bergejala dan rawat inap diperkirakan 79%.
WHO mencatat bahwa sedikit orang dewasa di atas usia 60 tahun yang dilibatkan dalam uji klinis, sehingga tingkat efikasinya belum dapat dipastikan untuk kelompok usia tersebut. Tetapi WHO menyebut tidak ada alasan untuk mengira bahwa vaksin itu akan memiliki efek berbeda bagi penerima yang berusia lanjut. Sampai berita ini diturunkan WHO belum memberi putusan atas vaksin asal China lainnya, Sinovac. Para pakar Jumat lalu mengaku masih menunggu informasi tambahan sebelum memberi rekomendasi.
Namun jutaan dosis vaksin Sinovac sudah dikirim ke sejumlah negara dan mendapat izin penggunaan darurat oleh pihak berwenang setempat. Salah satu kelebihan vaksin-vaksin asal China itu adalah mereka bisa disimpan di lemari pendingin dengan suhu 2-8 derajat celcius, seperti vaksin AstraZeneca. Menurut WHO, penyimpanan yang mudah itu membuat vaksin Sinopharm "sangat cocok di lingkungan dengan sumber yang terbatas."
Bagaimana cara kerja vaksin asal China?
Dua vaksin asal China itu berbeda dengan yang lain, terutama Pfizer dan Moderna. Dikembangkan dengan cara yang lebih tradisional, suntikan itu menggunakan virus yang tidak aktif, yang berarti menggunakan partikel virus yang dimatikan untuk mengekspos sistem kekebalan tubuh tanpa mengambil risiko respons penyakit yang serius.
Sebagai perbandingan, BioNtech/Pfizer dan Moderna merupakan tipe vaksin mRNA. Ini berarti bagian dari kode genetik virus corona disuntikkan ke tubuh, melatih sistem kekebalan untuk meresponsnya. Sedangkan AstraZeneca asal Inggris merupakan tipe vaksin yang berbeda, yaitu versi virus flu biasa dari simpanse dimodifikasi untuk mengandung materi genetik yang sama dengan virus corona. Setelah disuntikkan, vaksin itu mengajarkan sistem kekebalan tubuh bagaimana melawan virus yang sebenarnya.
BioNTech/Pfizer and Moderna memiliki tingkat efikasi sekitar 90% atau lebih, sedangkan AstraZeneca sekitar 76%. April lalu, seorang pejabat pengendalian penyakit di China sempat mengatakan tingkat efikasi vaksin buatan negaranya rendah, walau akhirnya dia mengatakan bahwa komentarnya itu disalahrtikan. (*)
Tags : Vaksin Covid Sinovac, WHO Setujui Vaksin Sinovac, Sinovac Cocok Untuk Negara Berkembang,