INTERNASIONAL - Rusia merupakan negara pertama yang mengumumkan pendaftaran vaksin Covid-19 buatannya untuk digunakan secara luas. Vaksinnya disebut "Sputnik", mengikuti nama satelit antariksa yang pertama kali diluncurkan Rusia pada 1957.
Namun, kurangnya transparansi dan uji klinis atas Sputnik V menimbulkan keragu-raguan, baik di dalam maupun luar negeri. Dalam waktu sekitar enam bulan, bisa saja kondisi itu berubah, saat banyak warga Rusia, mulai divaksinasi dan Sputnik V kini menjadi andalan baru Rusia di tingkat global. Menang perlombaan bikin vaksin, tapi masyarakat meragukan seperti dirilis BBC News.
Namun, saat vaksinasi massal dimulai Desember tahun lalu, banyak warga Rusia yang merasa tidak perlu buru-buru divaksin. Bukan karena masyarakat tidak percaya vaksin- walau ada juga kaum anti-vaksin di negara itu. Alasan utama masih banyak warga yang ragu-ragu adalah terkait begitu cepatnya pembuatan vaksin Sputnik V. Ini terbukti dari sedikitnya mereka yang mendaftar pada tahap awal vaksinasi,
Banyak orang Rusia saat itu memilih menunda untuk divaksin di tengah proses pendaftaran yang belum jelas dan antusiasme berlebihan dari kalangan pejabat pemerintah. Presiden Vladimir Putin, yang membanggakan hadirnya Sputnik V kepada dunia, masih belum juga divaksin. Situasi itulah yang tidak bisa langsung mendongkrak kepercayaan masyarakat akan vaksin tersebut.
Belum sekarang, tapi mungkin sebentar lagi. Data terkini dari jajak pendapat independen di Rusia menunjukkan bahwa 58% responden yang ditanya mengaku masih menolak divaksin Sputnik V, baru 38% yang mendukung. Dari para responden yang mengaku sangat khawatir tertular virus corona, hanya setengah dari mereka yang siap menerima vaksin buatan Rusia itu.
Sepertiga dari responden yang tidak percaya Sputnik V masih ingin melihat bukti bahwa vaksin itu efektif. Namun kalangan yang skeptis mungkin bisa diyakinkan oleh berita dari jurnal medis Inggris, The Lancet, yang menggolongkan Sputnik V sebagai vaksin Covid yang memiliki tingkat kemanjuran yang sama dengan vaksin-vaksin buatan Barat - yaitu sekitar 92%. Kalangan kritikus menilai para ilmuwan tidak seluruhnya transparan. Namun, publikasi dari jurnal The Lancet itu telah menjadi dukungan besar bagi Sputnik V, baik di dalam negeri dan secara global.
Awalnya, saya mendaftar pertengahan Desember tahun lalu, tak lama setelah dimulainya kampanye vaksinasi massal. Saat itu banyak orang tampaknya masih enggan untuk mau divaksin. Itu sebabnya, saat mendaftar di klinik setempat, saya sudah langsung dapat jadwal vaksinasi. Di Rusia, vaksinasi pada awalnya dibatasi hanya untuk beberapa kalangan, yaitu tenaga medis, guru, polisi, dan petugas penting lainnya yang rutin langsung berhadapan dengan warga.
Faktanya, permintaan vaksin dari kalangan-kalangan tersebut masih begitu rendah, sehingga memungkinkan siapapun bisa langsung mendaftar untuk divaksin, apapun profesi mereka. Seorang teman saya, yang bukan warga Rusia pun, langsung bisa divaksin di sebuah klinik di Moskow tanpa hambatan. Bahkan muncul laporan ada dosis-dosis vaksin yang terbuang percuma karena tidak dipakai.
Saat itu saya ingin langsung divaksin, tetapi memilih untuk menunggu selama tiga pekan mengantisipasi muncul kabar soal adanya efek negatif. Saya rasa kabar seperti itu akan sulit untuk ditutup-tutupi walau sistem kesehatannya dikendalikan negara. Namun, tidak muncul kabar-kabar seperti itu. Saat saya kembali ke layanan pemesanan vaksinasi daring (online), jadwal yang paling cepat tersedia adalah dua pekan lagi. Tampaknya warga Moskow mulai percaya dengan Sputnik V.
Saat diperiksa, dokter memastikan saya tidak pernah kontak dengan pasien Covid ataupun menderita alergi atau flu yang berpotensi bisa diperparah oleh Sputnik V, yang berbasis adenovirus manusia. Saat dokter mengukur tekanan darah, saya bertanya kapan orang-orang mulai banyak mendaftar? Setelah vaksin itu bisa digunakan bagi yang berusia 65 tahun ke atas, jawabnya.
Suntikan yang berpotensi menyelamatkan nyawa itu ternyata masih dianggap tidak terlalu penting. Setelah disuntik, saya lalu keluar ruangan dan disuruh menunggu untuk dilihat apakah tubuh saya akan muncul reaksi yang butuh perawatan mendesak, seperti syok anafilaktik. Sambil menunggu di koridor bercat warna krem, saya berbincang dengan Ekaterina, seorang dokter berusia 40 tahun yang juga datang untuk divaksin.
Ia mengaku tidak begitu yakin Sputnik V akan efektif, tapi seorang temannya sudah sebulan dirawat di rumah sakit karena menderita komplikasi dari Covid-19. Alasannya mirip dengan saya, yaitu setelah menunggu sebulan sejak vaksinnya tersedia secara luas dan tidak ada kabar adanya efek samping yang negatif, tidak ada salahnya divaksin. Di luar Kota Moskow, situasinya agak berbeda. Dosis vaksin tidak tersedia dengan mudah dan harus diambil keputusan siapa yang lebih dahulu ditawari suntikan.
Memprioritaskan Moskow tampaknya hal yang logis - lagipula, hampir 10% dari populasi seluruh Rusia berada di ibu kota tersebut. Mendistribusikan dan menyimpan vaksin di penjuru Rusia yang luas merupakan tugas maha berat. Memastikannya disimpan dengan aman di rumah sakit dan klinik di daerah-daerah yang banyak tidak memiliki alat pendingin (freezer) juga sangat sulit.
Bahkan walaupun sudah melonggarkan aturan suhu penyimpanan minimum Sputnik dari -18 derajat ke 8 derajat celcius di alat pendingin praktis, mendistribusikan vaksin untuk rata-rata puluhan ribu suntikan per hari saja pun bukanlah tugas yang mudah. Memeriksa data statistik resmi apapun terkait Covid bisa hal yang sulit. Saat menteri kesehatan Rusia melaporkan 800.000 vaksinasi di awal tahun ini, angka itu tidak sesuai dengan gabungan laporan pemerintah daerah. Data dari daerah-daerah, yang dikumpulkan para analis independen, menunjukkan tidak sampai seperempat dari angka yang diumumkan Menkes - yaitu di bawah 200.000.
Kini pemerintah mengatakan hampir tiga juta dosis "tersedia bagi tenaga medis Rusia." Tidak jelas apakah angka ini merujuk pada dosis tunggal atau paket dosis ganda. Seorang analis independen menunjukkan kurang dari 1,5 juta warga Rusia (hanya lebih dari 1% dari total populasi) yang sudah divaksin tahap pertama. Sedangkan mereka yang sudah tuntas dua kali disuntik, menurut perkiraan yang sama, baru sebanyak 120.000 jiwa.
Pada tingkatan tersebut, perlu waktu tidak sampai tiga tahun untuk memvaksin setengah dari total rakyat Rusia dengan dua dosis Sputnik V yang dibutuhkan. Namun Kepala Badan Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), Kirill Dmitriyev, yang menjadi salah satu juru bicara Sputnik V, pekan lalu mengatakan laju kampanye vaksinasi telah meningkat dan semua warga Rusia yang ingin disuntik bisa menjalaninya sampai Juni mendatang.
Hingga kini Rusia masih tertinggal dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, maupun Spanyol, apalagi Israel, yang telah memvaksin 60 persen dari seluruh rakyatnya. Rusia tampak lebih maju dalam diplomasi vaksin. Pemerintah melaporkan bahwa lebih dari delapan juta dosis yang telah dibuat akan dikirim ke negara-negara yang sudah memesan vaksin Rusia itu beberapa bulan lalu.
Sputnik V kini telah disetujui di 15 negara dan setidaknya sudah lima negara lagi yang mulai mempertimbangkan. Di antara yang sudah setuju adalah beberapa negara eks blok komunis hingga Argentina, India, Iran, Tunisia, dan Pakistan. Beberapa negara lainnya, seperti China dan Korea Selatan, sudah menyatakan minat. Badan Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), yaitu lembaga yang terafiliasi dengan negara, yang membantu pembiayaan Sputnik V, mengungkapkan bahwa lebih dari dua juta orang telah divaksin di penjuru dunia.
Bulan lalu, RDIF mengajukan pendaftaran Sputnik V di Uni Eropa. Jerman sudah menunjukkan minat, begitu vaksin tersebut sudah mendapat persetujuan UE. Jurnal The Lancet yang memastikan tingkat kemanjuran Sputnik V turut mendongkrak posisi Rusia di dunia yang kini sangat berharap vaksin Covid tersedia secara luas. Sputnik V bukanlah satu-satunya. Masih ada dua lagi vaksin yang disiapkan tim ilmuwan Rusia. Sekali lagi, muncul pertanyaan mengenai kebenaran data ilmiah yang menyertai pengumuman itu.
Dan - seperti hanya setiap kemunculan vaksin Covid di mana pun - ada pembahasan soal berapa lama perlindungan vaksin itu akan berlangsung dan apakah mampu menghadapi munculnya varian baru Covid-19 yang lebih menular. Cara kerja vaksin Sputnik mirip dengan suntikan Oxford/AstraZeneca yang dibuat di Inggris dan vaksin Janssen buatan Belgia. Sputnik menggunakan virus tipe dingin, yang direkayasa agar tidak berbahaya, sebagai kurir membawa sebagian kecil virus corona ke tubuh.
Memaparkan tubuh dengan aman ke bagian kode genetik virus akan membuatnya mengenali ancaman dan mempelajari cara memerangi virus tersebut tanpa berisiko menjadi sakit. Setelah divaksin, tubuh mulai memproduksi antibodi yang dirancang khusus untuk virus corona. Ini berarti sistem kekebalannya siap memerangi virus corona ketika benar-benar sudah bertemu.
Soal saya dan dosis pertama Sputnik V yang sudah disuntikkan, sudah sepekan berlalu tanpa ada efek samping yang besar, kecuali beberapa nyeri otot dan kelelahan dalam 24 jam pertama. Penyuntikan dosis kedua yang akan segera berlangsung - bagi beberapa orang yang sudah menjalaninya - katanya akan menimbulkan efek yang sedikit tidak menyenangkan. Bahkan bila sudah terima dosis kedua, saya tidak akan langsung jadi kebal Covid-19, seperti yang diperingatkan dalam selebaran biru muda yang dibagikan kepada setiap orang yang sudah divaksin.
Di bulan Maret nanti, apakah saya bisa hidup seperti saat sebelum pandemi Covid muncul? Bersosialisasi, pergi ke galeri, makan di restoran yang ramai? Tampaknya saya harus menunggu lebih lama lagi sebelum kegiatan-kegiatan tersebut bisa kembali terwujud. (*)
Tags : Vaksin, vakisn Sputnik V, Vaksin Buatan Rusia ,