Kesehatan   2024/09/03 11:22 WIB

Virus Mpox Bermutasi Bentuk Strain yang Menyebar di Seluruh Dunia

Virus Mpox Bermutasi Bentuk Strain yang Menyebar di Seluruh Dunia
Virus mpox bermutasi membentuk strain yang menyebar di seluruh dunia

KESEHATAN - Ketika Harun Tulunay terjangkit mpox alias cacar monyet dua tahun lalu, semula dia mengira gejala yang dia alami adalah penyakit Covid atau influenza.

Namun petugas medis seksual asal Turki yang berbasis di London, Inggris, ini segera menyadari bahwa penyakit yang dideritanya jauh lebih serius ketika dia mengalami luka yang menyakitkan—yang akhirnya menyebabkan tenggorokannya tersumbat.

"Saya tak bisa makan dan menelan lagi," tuturnya Harun Tulunay.

"Demam 42 deracat Celsius membuat saya tak sadarkan diri dan saya pikir itu adalah akhir dari segalanya bagi saya. Benar-benar menakutkan."

Tulunay adalah salah satu orang pertama yang dirawat di rumah sakit di Inggris karena mpox—kendati dia harus melalui proses yang panjang untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. 

Dia mengaku berjuang melawan gejala yang dia alami di rumah selama dua pekan dan mengalami salah diagnosis sebanyak empat kali, sebelum dokter akhirnya mengidentifikasi bahwa dia terpapar mpox tiga hari setelah dia masuk rumah sakit.

"Tak ada yang tahu kalau itu mpox," kata Tulunay.

"Ketika saya akhirnya mendapat diagnosis, ada kelegaan. Saya tahu bahwa ada beberapa perawatan yang tersedia dan konsultan saya benar-benar tahu apa yang harus dilakukan."

Pada Juli 2022, jenis mpox Clade 2 yang lebih ringan menyebar ke sekitar 100 negara di Eropa, Amerika, dan seluruh dunia—termasuk sebagian Afrika, Asia, dan Timur Tengah.

Penyakit ini menyebar dengan cepat dan terdapat lebih dari 87.000 kasus dan 140 kematian yang dilaporkan selama wabah tersebut, menurut perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada Agustus tahun ini, WHO mengumumkan darurat kesehatan global setelah varian baru mpox yang berbahaya—yang dikenal sebagai Clade 1b—mulai menyebar dari Republik Demokratik Kongo (DRC), ke negara-negara tetangga di Afrika.

Dua kasus varian baru di luar Afrika telah diidentifikasi di Swedia dan Thailand.

Sedikitnya 450 orang telah meninggal dunia di Kongo akibat wabah mpox terbaru yang bermula tahun lalu.

Penyakit ini kini telah menyebar ke negara-negara terdekat yang sebelumnya tak terkena dampaknya—termasuk Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda.

"Ini adalah penyakit baru, sehingga staf kesehatan pun tak memiliki cukup pengetahuan tentang penyakit ini," kata dokter Liliane Nkengurutse, direktur Pusat Operasi Darurat Kesehatan Masyarakat di Burundi.

Ditambahkan olehnya: "Kita perlu membangun kapasitas seluruh staf, penyedia layanan, pemangku kepentingan, bahkan masyarakat. Kami benar-benar membutuhkan banyak kesadaran."

Samuel Nduwimana, seorang pasien mpox yang dirawat di pusat isolasi di ibu kota Burundi, Bujumbura, mengatakan: “Saya bahkan tidak tahu apa yang saya derita."

"Di malam hari, orang-orang mulai lari dari saya. Saya tidak mengatakan apa pun kepada orang-orang yang selalu berhubungan dengan saya karena saya tidak mengetahuinya.”

Wabah global yang terjadi dua tahun lalu terutama dipengaruhi—tapi tidak selalu—oleh pria yang berhubungan seks dengan pria dan menyebar dari orang ke orang melalui jaringan seksual.

Lisandro Moises Enrique dari Argentina—yang tinggal di Barcelona, Spanyol—tertular mpox ketika wabah tahun 2022 melalui hubungan seksual dengan pasangan seksual prianya.

"Gejala pertama yang yang saya perhatikan adalah pembengkakan di kelenjar inguinalis saya (di daerah selangkangan)," tuturnya kepada BBC. 

"Keesokan harinya, saya menemukan luka kecil di alat kelamin saya dan beberapa hari setelahnya, luka di tangan saya.

Ketakutan adalah emosi pertama yang dirasakan Enrique ketika dia mengetahui dirinya mengidap mpox.

Tapi untungnya bagi fotografer pengidap HIV ini, gejala yang dia alami tidak terlalu parah karena infeksinya cepat terdeteksi.

Namun, pasangannya pada saat itu memiliki lebih banyak lesi dan gejalanya bertahan lama. 

Sebagai migran dari Argentina ke Spanyol, Enrique berhubungan dengan komunitas migran lokal lainnya dan mengatakan bahwa mereka menghadapi tantangan khusus ketika mencoba mengakses perawatan dan informasi terkait mpox.

"Lebih sulit bagi para migran yang tidak memiliki status administratif yang jelas karena mereka takut akan konsekuensi yang mungkin timbul," ujarnya.

"Kita perlu memperhatikan hal ini dan bagaimana kita dapat mengatasi tantangan-tantangan seperti ini.

Stigma yang dikaitkan dengan menjadi seorang migran bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi sebagian penderita mpox. 

"Anda tahu, di tahun 80-an mereka menyebut AIDS sebagi penyakit gay," kata Tulunay.

"Jadi karena pada wabah tahun 2022, sebagian besar komunitas LGBTQ+, atau laki-laki gay dan biseksual yang berhubungan seks dengan kelompok laki-laki, terkena dampak yang luas—orang-orang menyerang kelompok tersebut dengan mengatakan, 'infeksi menular seksual lagi' atau 'orang-orang gay jahat itu melakukannya lagi'.”

“Mpox tidak menyebar berdasarkan gender atau seksualitas,” tambahnya.

“Berhentilah menstigmatisasi kondisi kesehatan apa pun. Anda tidak akan melakukan ini pada penyakit lain apa pun jika tidak menular secara seksual, jadi mohon jangan lakukan ini pada penyakit menular seksual". (*)

Tags : HIV/AIDS, Vaksin, Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia, Afrika,