News   2025/09/29 9:33 WIB

Wakil BGN Beberkan Keuntungan Pengusaha Dapur MBG yang Cenderung Salah Gunakan Anggaran

Wakil BGN Beberkan Keuntungan Pengusaha Dapur MBG yang Cenderung Salah Gunakan Anggaran
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang

SPPG disebut bisa mencari untung melalui variasi menu.

JAKARTA - Maraknya kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi perhatian publik. Salah satu masalah yang disorot dalam maraknya kasus keracunan itu adalah karena para pengusaha mencari keuntungan dari program prioritas Presiden Prabowo Subianto itu.

Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang menilai penyalahgunaan anggaran oleh para pengusaha satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur MBG sangat kecil kemungkinannya terjadi dalam menjalankan program tersebut. Pasalnya, penyaluran anggaran itu diawasi oleh banyak pihak.

"Jadi uang, pertama biar ini konstruksinya, uang ini dari Kementerian Keuangan yang program MBG ini disalurkan melalui KPPN langsung masuk ke dapur SPPG," kata dia saat konferensi pers, Ahad (28/9).

Anggaran itu masuk ke akun virtual atau virtual account rekening bersama antara mitra dan SPPG. Anggaran itu disebut hanya bisa diambil dengan persetujuan mitra dan SPPG. Artinya, salah satu pihak tidak bisa menggunakan uang itu tanpa ada persetujuan pihak lainnya. 

Nanik mencontohkan, mitra BGN tidak bisa sembarangan menggunakan uang untuk membeli bahan baku dari supplier yang tidak sesuai kebutuhan dapur. Sebaliknya, SPPG juga tidak bisa sembarangan menggunakan uang tanpa persetujuan mitra.

"Kan ada juga mungkin SPPI yang nakal bawa-bawa supplier gitu. Ya saya gak mau, ngapain tiba-tiba mesti ngambil stroberi jauh-jauh, misalnya. Jadi ini sebetulnya kontrol, kontrol dana pemerintah," kata dia.

Nanik mengatakan, anggaran untuk satu porsi MBG adalah Rp 15 ribu. Namun, tidak seluruh uang itu digunakan untuk kebutuhan makan.

Ia menjelaskan, dari total uang Rp 15 ribu, Rp 2.000 adalah untuk kebutuhan sewa usaha. Sewa usaha yang dimaksud mencakup sewa gedung, sewa tanah, sewa peralatan, sewa ompreng, dan berbagai kebutuhan lainnya, yang masuk ke kantong mitra BGN.

"Ini bukan keuntungan (mitra). Kan mitra ini investasi," ujar dia.

Ia menyebutkan, bentuk investasi yang dilakukan mitra adalah membangun dapur hingga menyediakan peralatannya. Menurut dia, investasi yang diperlukan untuk membangun satu dapur dengan peralatannya itu mencapai miliaran rupiah.

"Jadi anda hitung, (modal) dia akan kembali dalam berapa tahun? Kalau MBG-nya sedikit, bisa jadi dia lima tahun belum balik loh masuk uangnya," kata dia.

Selain untuk biaya sewa, masih ada potongan dari uang Rp 15 ribu untuk setiap porsi MBG. Potongan kedua adalah Rp 3.000 dari setiap porsi untuk kebutuhan operasional, mulai membayar karyawan, listrik, internet, gas, sewa mobil operasional, transportasi, dan lainnya.

Setelah dikurangi biaya sewa dan operasional, hanya tersisa Rp 10 ribu. Sisa itulah yang sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan membeli bahan baku bagi setiap porsi MBG.

"Kan ada orang, paling itu dibelanjakan itu hanya Rp 7.000, Rp 8.000, makanya menunya nggak bagus. Salah," tegas Nanik. 

Menurut dia, pembelian bahan baku untuk menu MBG tidak sama nilai uangnya setiap hari. Ia mencontohkan, kebutuhan belanja untuk hari ini bisa saja Rp 8.000 untuk setiap porsi MBG. Namun, biaya itu pasti akan dilebihkan pada hari lainnya.

"Karena makanya kalau belanja terus, dikasih susu terus, duitnya nggak cukup. Jadi dia akan dipaskan kira-kira hari Rabu satu kali susu dengan hari Jumat satu kali susu," kata dia.

Ihwal kemungkinan adanya kelebihan dana dalam rekening itu, Nanik menjelaskan, uang itu bakal tetap berada di rekening. Pihak mitra dan SPPG disebut tidak bisa menggunakan uang itu, karena dikontrol langsung oleh Kementerian Keuangan dan bakal diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Jadi uang yang tersisa itu ada di rekening itu. Jadi tidak mungkin kalau uang yang MBG ini dikorupsi itu, enggak mungkin. Kecil lah, sekian persen," kata dia.

Ia menambahkan, SPPG juga telah memiliki data kebutuhan harga bahan pokok. Hal disediakan untuk meminimalkan kemungkinan mark up harga kebutuhan pokok oleh supplier. 

"Nah, kalau dia ini belanjanya, mitra ternyata lebih tinggi, dia (SPPG) enggak mau," kata Nanik.

Sebelumnya, politisi Partai Demokrat, Andi Arief, menduga maraknya kasus keracunan akibat MBG disebabkan pengusaha yang mengambil untung terlalu besar. Alhasil, kualitas makanan yang disajikan dinomorduakan.

"MBG; 15 ribu: 3 ribu untuk upah karyawan, 2 ribu keuntungan pengusaha, 10 ribu buat makanan (pasti dijalankan hanya 7 atau 8 ribu). Ini akar masalah keracunan dan kurangnya gizi," tulisnya melalui akun X, Kamis (25/9/2025).

Karena itu, ia meminta BGN lebih selektif dalam pemilihan pengusaha untuk menjadi mitra. Selain itu, para kepala daerah juga harus ikut mengontrol pelaksanaan MBG di wilayah masing-masing.

Transparency International Indonesia (TII) sebelumnya juga menemukan potensi kerugian dari pelaksanaan program MBG jika SPPG dengan ketat menyediakan makan sesuai syarat. Angkanya tak tanggung-tanggung mencapai Rp 1,8 miliar tiap SPPG. 

"Ada potential lost per satuan SPPG per tahun Rp 1,8 miliar. Sumber dari Rp 2.500 pemotongan atau fee, apa yayasan boleh ambil untung? Gimana keuntungan mitra dapur, gimana biaya Rp 15 ribu (MBG) sampai ke mulut penerima manfaat mentok di Rp 9.500," kata Peneliti TII Agus Sarwono dalam diskusi di kantor ICW pada Selasa (23/9/2025). 

TII mengamati pelaksanaan MBG tanpa melakukan prioritas penerima manfaat berisiko membebani anggaran negara. Sebab program ini akan memperlebar defisit anggaran hingga mencapai 3,6 persen terhadap PDB. Hal ini berarti melampaui batas maksimal defisit 3 persen PDB sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara.

"Risiko korupsi yang gagal dicegah dalam program MBG dapat merugikan negara hingga Rp 1,8 miliar per tahun di setiap SPPG," ujar Agus.

TII menggunakan Kajian pemetaan risiko korupsi (Corruption Risk Assessment/CRA) untuk mencapai angka itu. CRA digunakan untuk menilai peluang terjadinya korupsi. Penilaian CRA menargetkan kelemahan-kelemahan potensial baik terkait desain kelembagaan, peraturan perundang-undangan, prosedur, dan regulasi.

"Kelemahan-kelemahan itu yang dapat memicu terjadinya korupsi atau yang umumnya terkait dengan perilaku koruptif," ujar Agus.

TII juga mengamati viralnya video menu MBG yang tidak layak atau porsinya kecil menjadi penanda ada kejanggalan. "Ada video semangkanya (di menu MBG) setipis kartu ATM. Itu fakta nggak bisa dipungkiri," ujar Agus. 

Lembaga itu juga menyoroti ketiadaan payung hukum penyelenggaraan program MBG. Padahal tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029 lampiran I memuat bahwa perlu adanya penyusunan dasar hukum dalam penyelenggaraan program MBG dalam bentuk peraturan presiden (perpres).

"Tidak adanya payung hukum berisiko pada transparansi, akuntabilitas, pola koordinasi, keamanan pangan, dan keberlanjutan program MBG," ujar Agus. Agus memandang aturan yang ada tidak cukup memadai untuk dijadikan sebagai dasar hukum utama penyelenggaraan Program MBG.

"Karena tidak mengatur secara rinci mekanisme koordinasi antar lembaga dan antar level pemerintahan, serta belum mencantumkan pembagian kewenangan, tanggung jawab, maupun pengaturan peran serta masyarakat," ujar Agus. (*)

Tags : program mbg, insiden keracunan mbg, sppg, untung sppg, News,