"Ditengah pandemi corona beberapa daerah di Provinsi Riau, kasus penampungan minyak mentah kelapa sawit Crude Palm Oil yang lazim disebut ‘kencing’ CPO diduga ilegal malah semakin tumbuh subur. Lebih parahnya kasus ini dikirim melalui pelabuhan besar milik pemerintah"
PEKANBARU - Salah seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan, jika praktik ini sudah berlangsung lama. “Praktik ini sudah berlangsung lama dan semakin menjadi-jadi. Istilahnya ‘mafia atau toke Crude Palm Oil [CPO]. Hasil curian CPO itu dimasukan ke flexibag, kemudian dikirim ke Jakarta bisa melalui container atau peti kemas,” ungkapnya Sabtu (26/12).
Keberadaan mafia tersebut sangat meresahkan dan merugikan, berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan aktivitas jual beli minyak CPO ilegal. Tapi hingga kini para penampung CPO curian bukannya tutup, sebaliknya makin marak dan tumbuh subur. Narasumber itu mengaku, praktik kencing CPO sangat merugikan negara. Karena sindikat distributor CPO ilegal tidak membayar pajak dan biaya retribusi lainnya. Adapun modus operandi untuk meluluskan praktik ilegal tersebut, yakni menggunakan Dokumen “Mendompleng” kontrak MIKO (minyak kotor), padahal yang di kirim minyak berupa CPO bukan MIKO.
Minyak sawit mentah yang diperoleh dari cara ilegal itu diperkirakan tidak memenuhi standar sehingga dapat menurunkan kualitas CPO yang menyebabkan turunnya harga. Padahal Indonesia sedang getol meningkatkan standar sistem pengelolaan minyak sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Beberapa sumber menyebutkan, modus pelaku menjual CPO ke penadah. Seharusnya mereka mengantar CPO ke Pelabuhan. Kemudian dikirim menuju Jakarta, Jawa Timur. Namun staf, otak kasus tersebut meminta agar dijual ke penadah. Modus lain, separuh dari mobil tanki dijual. Lalu, diganti dengan air.
Petani dirugikan
Mendengar keluhan seorang petani kebun kelapa sawit seperti Suryono [52] mengaku harga Tandan Buah Segar (TBS) hingga harga CPO naik turun, kala harga naik menjadikan masyarakat petani pekebun sawit bisa bernafas panjang dan merasa lega, lonjakan harga komoditi ekport itu pun berimbas terhadap masyarakat lainnya termasuk para pedagang.
Lonjakan harga TBS dan CPO dibarengi dengan banyaknya masyarakat yang melakukan pencurian terhadap kelapa sawit, baik kebun milik pribadi masyarakat memang semua didasarkan ekstra kerja keras untuk melakukan penjagaan guna mengantisipasi terjadinya pencurian TBS di kebun. "Maklum CPO dan TBS seiring harganya naik rawan dicuri," kata dia.
Petani sawit
Sejumlah pemilik pekebun pribadi kelapa sawit di kawasan Rengat Barat, Inhu pun selalu waspada mengingat lonjakan pencuri sawit nyaris dirasakan oleh semua pemilik kebun sawit. Seperti disebutkan Suryono, warga Desa Pematang Jaya, Rengat Barat, dia terpaksa tidur di kebun sawit miliknya untuk menjaga terhindarnya dari pencuri sawit, “Kalau nggak dijaga ya habislah TBS saya yang luasnya pun hanya 3 hektar ini," sebutnya dengan nada memelas.
Kasus pencurian TBS dan CPO yang terjadi di Inhu dari hari kehari tak terlihat ditertibkan. Dengan lonjakan komoditi kelapa sawit ini, pencurian CPO yang dilakukan para supir Truck Tangki angkutan CPO dari Pabrik Kelapa Sawit [PKS] juga semakin merajalela. Ini dibuktikan adanya dua penampung [Pembeli] CPO curian di Kawasan Bukit Selasih, Desa Kota Lama, Rengat Barat, Inhu, dan di kawasan Japura Desa Sidomulyo, Lirik, Inhu disebut-sebut penampung [penadah] CPO di kawasan Bukit Selasih, Rengat Barat, Inhu ini diprakarsai oleh James Sianipar yang pelaksana lapangannya di lokasi Sriyadi [Bapak Mertua James Sianipar], membeli CPO dari para supir truck tangki merk SK, KS dan TK.
Sedangkan penampung [penadah] di kawasan Japura, Lirik, Inhu tepatnya di depan RM Simpang Raya diprakarsai oleh Abs, dengan modus membuka rumah makan miliknya, sedangkan di bagian belakang rumah makan itu merupakan lokasi penampung [pembeli] CPO dari truck tangki angkutan CPO merk, SK, KS dan TK yang jumlahnya mencapai puluhan truck tangki setiap harinya.
Kepala Desa Sidomulyo, Lirik, Inhu, Budiono mengakui selama ini memang mengetahui adanya lokasi penampungan [pembeli] CPO di ujung desanya tepatnya di belakang warung milik ABS atau di depan RM Simpang Raya, Jalan Lintas timur. Menurutnya, dia pernah menanyakan kepada warganya dengan keluar masuknya truck tangki angkutan CPO di belakang warung Abs, memang dikatakan warga bahwa di lokasi itu ada penampungan pembelian CPO dari sejumlah truck tangki angkutan CPO yang tujuan pelabuhan Bayas, Indragiri Hilir [Inhil].
Namun, Kata Budiono, dirinya tidak pernah mempertanyakan keberadaan lokasi penampungan CPO yang berasal dari para supir truck tangki angkutan CPO kepada pemilik penampungan yang katanya milik Abs, karena menurut Kades ini, tidak mungkin lokasi penampungan CPO illegal itu bisa berdiri dan berjalan langgeng, jika tidak ada oknum pembeckingnya. Budiono pun mengaku tidak pernah ada semacam setoran berupa uang kepada dirinya, dan kalaupun itu yang dilakukan, sudah pasti ditolak, kata Kades.
"Legalitas tak jelas diperlukan penegakan hukum"
Perihal adanya kasus jual beli CPO maupun pencurian TBS di daerah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Inhu Selamat belum memberikan keterangan. Seperti diketahui pada sebelumnya tahun 2020 ini juga aparat Polda Riau berhasil menangkap para tersangka penggelapan dan penadahan CPO yang terjadi di Riau, namun kelihatannya tidak membuat jera para pelaku dan sindikat yang ada di daerah. Lima truk pengangkut CPO serta 12 orang pelaku pencurian dan penggelapan minyak CPO di jalan lintas Duri-Dumai Kabupaten Bengkalis juga diamankan.
Polda Riau menangkap belasan tersangka sindikat pencurian minyak kelapa sawit dan penampungan ilegal di Bumi Lancang Kuning. Bahkan empat di antaranya melancarkan aksi dengan menggunakan senjata api (senpi) rakitan jenis revolver. Demikian diungkapkan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Riau Kombes Pol Zain Dwi Nugroho pada konferensi pers, Kamis (16/7). Dikatakannya, keempat tersangka itu berinisial RC alias Rudi, CH alias Candra, KW alias Iwan, dan PD alias Pendi. "Ada empat tersangka yang kami tangkap terkait pencurian minyak sawit ini," ungkap Zain didampingi Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto.
Para tersangka melancarkan aksinya di di Jalan Lintas Duri-Dumai, Kabupaten Bengkalis, Senin 6 Juli 2020 lalu. Saat itu, sopir truk bernama Ismanto, tengah membawa CPO milik PT Sawita Pasaman Jaya dicegat tersangka di tengah perjalanan. Terhadap sopir ditodong dengan senpi, lalu mata dan mulutnya dilakban, serta tangan diikat. Setelah korban tak berdaya, tersangka mengambil paksa truk tangki berisi 27,36 ton CPO dan memindahkannya ke truk yang telah disiapkan. "Empat tersangka ini dijerat pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara," imbuhnya.
Ditreskrimum Polda Riau menghadirkan tersangka pencurian dan penggelapan minyak kelapa sawit (CPO) saat ekspose di Mapolda Riau, Pekanbaru, Kamis (16/7/2020).
Dari tangan tersangka, kata Zain dalam keterangannya didepan media, pihaknya menyita sejumlah barang bukti berupa dua unit truk tangki, satu gulungan lakban, handphone, pakaian, dan senjata api jenis revolver rakitan. Selain itu, dikatakan mantan Kapolres Sidoarjo, pihaknya melakukan penangkapan terhadap delapan tersangka penampungan CPO ilegal. Pengungkapan perkara ini dilakukan di Jalan Lintas Sumatera, KM 85 Simpang Pipa, Kandis, Kabupaten Siak, Selasa (16/6). Kasus tersebut, telah PT Lizan Utama, selaku pelaku usaha pengangkutan CPO.
"Delapan tersangka yakni MN alias Misnan, SP alias Saut, BP alias Putra, MP alias Miduk, ST alias Timan, AN alias Ahmad, DS alias Dani, dan Ma alias Mantap," jelasnya. Para tersangka disebutkan perwira berpangkat tiga bunga melati, memilki peran yang berbeda-beda. Ada yang bertugas sebagai sopir, kasir atau juru bayar, menyalin minyak, menjaga pos keluar masuk mobil pengangkut CPO, dan mandor. "Saat ini, kami masih memburu donatur atau pemodal yang membiayaai lokasi penampungan berinisial AL, serta pihak perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS) yang membantu membuat surat pengantar/pengeluaran barang," papar Zain.
Para tersangka ini tergabung dalam satu sindikat. Khususnya kegiatan penampungan CPO ilegal. "Di wilayah Provinsi Riau kan banyak sekali, khususnya jalur ke Dumai, tempat penampungan. Kami akan buktikan satu persatu, memang ini ada jaringannya. Termasuk perusahaan penampung di Dumai. Ini sedang kami dalami terus," katanya.
Dirreskrimum Polda Riau juga menyampaikan, pengungkapan tiga sindikat pencurian kendaran bermotor (curanmor). Setidaknya, ada sepuluh orang tersangka yang berhasil ditangkap disejumlah lokasi dengan barang bukti sembilan unit sepeda motor. Awalnya kata Zain, pihaknya menangkap lima tersangka, satu orang diantaranya wanita. Polisi turut menyita kunci T, mesin gerinda, obeng, handphone, dan tiga unit sepeda motor. Selain itu, masih ada delapan unit sepeda motor hasil curian yang masih dicari keberadaannya. Sindikat kedua, ditangkap empat orang tersangka yang berperan sebagai pemetik dan penadah. Dari para tersangka ini disita 6 unit sepeda motor, dari total 19 kali aksi mereka.
"Dari pelaku ini, kita kembangkan kelompok yang lain, kita berhasil mengungkap seorang pelaku lain. Sesaat setelah beraksi," papar Zain. Disampaikannya, sepeda motor hasil curian para tersangka dijual ke orang-orang yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. "Sedang kita lakukan pengembangan. Kita akan lakukan operasi khusus di daerah perkembangan kelapa sawit. Karena sepeda motor di jual ke sana. Dari tiga kelompok yang kita tangkap ini, setelah dites urine semuanya positif narkoba," jelas Zain.
Selain di daerah kabupaten Indragiri Hulu [Inhu], Riau, aksi “kencing” di penampungan minyak mentah kelapa sawit Crude Palm Oil (CPO) sekitar di jalan lintas Duri-Dumai Kabupaten Bengkalis masih rawan tindak kejahatan dari penampungan CPO yang dibawa ke pelabuhan oleh oknum penampung. Hal ini diakui salah satu warga Bengkalis, Pendi [40]. Dirinya dikontak ponselnya mengaku pernah bekerja disalah satu penampung CPO di daerah itu. “Betul pak, ada beberapa pangkalan penampungan CPO di daerah ini yang terlihat dari depan sembunyi-sembunyi dalam praktiknya, biasanya penampung dapat pasokan minyak dari truk-truk yang muat CPO yang hendak di bawa ke pelabuhan terdekat", tutur Pendi.
Keberadaan truck-truck CPO di pangkalan, sudah menjadi tanda tanya besar oleh sebagian masyarakat diwilayah tersebut. Sempat kegiatan yang sangat merugikan ini diberhentikan, dan sudah melakukan berbagai upaya agar aktivitas jual beli minyak CPO yang diduga ilegal tidak lagi terjadi, "namun ya begitu-begitu saja," kata Pendi.
Ketua Lembaga Melayu Riau [LMR], H Darmawi Aris SE, yang juga putera Bengkalis juga menyikapi kasus para penampung CPO yang legalitasnyanya diragukan itu membenarkan jika warga pernah hendak memberhentikan aktifitas itu, dan melarang upaya pencurian CPO atau “kencing” yang di lakukan para sopir. Tapi hingga saat ini, aktivitas itu masih berjalan [hilang sebentar lalu timbul lagi]. “Aksi kencing minyak CPO ini sudah bisa dikatakan pencurian, dan sangat merugikan negara. Praktik ini merupakan salah satu modus yang dilakukan oleh sindikat distributor CPO mendapatkan keuntungan pribadi. Ini ilegal, tidak membayar pajak dan biaya retribusi,” ucapnya.
Ia juga mengakui, pernah menyelidiki legalitas dokumen dari pangkalan tersebut. Tapi katanya, warga sangat curiga dengan dokumen yang ada. “Modus yang dilakukan oleh perusahaan ini, dengan mendompleng dokumen kontrak Miko (Minyak Kotor) untuk meloloskan CPO-CPO tersebut ke pelabuhan sebagai minyak kotor, padahal yang dibawa adalah CPO hasil kencing,” tuturnya menambahkan minyak sawit mentah yang diperoleh dengan cara ilegal itu, diperkirakan tidak memenuhi standar sehingga dapat menurunkan kualitas CPO yang menyebabkan turunnya harga.
Negara dirugikan
Mengutip seperti disebutkan Direktur Tindak Pidana Kriminal Kusus (Dirkrimsus) Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi di Jakarta, mengungkapkan, Indonesia tak layak membanggakan diri sebagai produsen CPO terbesar dunia. Kasus penadah, penampung dan pencurian CPO dan TBS terjadi seiring dengan masih banyak ditemukan kebun sawit yang dibangun secara ilegal. "Pemerintah Indonesia harus introspeksi diri, kasus-kasus yang terjadi sepertinya sudah setali dua uang. Bagaimana Indonesia bisa menjadi produsen CPO terbesar dengan tetap membiarkan perkebunan kelapa sawit beroperasi di kawasan hutan secara ilegal," ujar Elfian.
Sebagian perkebunan, hanya mengandalkan izin prinsip kepala daerah tanpa mengurus izin pelepasan hak kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Kondisi ini semakin diperparah dengan perambahan hutan lindung dan kawasan konservasi untuk pembangunan perkebunan. Indonesia memiliki 7,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit dan memproduksi 20,7 juta ton CPO. Sedikitnya 5,5 juta ton diserap pasar dan sisanya diekspor dengan nilai 13 miliar dollar AS tahun 2009.
CPO merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Walau demikian, dunia internasional terus menuntut produksi CPO tidak merugikan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Elfian mengatakan, nilai ekonomi CPO yang tinggi tidak boleh menjadi dalih pemerintah mengabaikan kelestarian lingkungan. "Jangan sampai kerusakan lingkungan malah menghancurkan seluruh investasi masyarakat, swasta, dan pemerintah yang sudah ada akibat penegakan hukum lemah," ujar Elfian.
Menteri Kehutanan menegaskan, pihaknya akan memperkarakan pelanggaran kawasan hutan secara hukum maupun seperti perkebunan kelapa sawit ilegal ini. Berdasarkan data rekalkulasi penutupan lahan Kemenhut (2008), di Pulau Sumatera dan Kalimantan, tutupan lahan berupa tegakan perkebunan di kawasan hutan mencapai 3,5 juta hektar. Industri kelapa sawit dunia sebenarnya sudah mengedepankan prinsip kelestarian. Produsen CPO, industri pengolahan, organisasi nonpemerintah lingkungan, dan para pemangku kepentingan kelapa sawit mendirikan forum Meja Bundar Minyak Sawit Lestari (Roundtable on Sustainable Palm Oil/RSPO) untuk menyusun standar CPO lestari.
Mobil tangki CPO di lokasi penampungan di kawasan Bukit Selasih, Kota Lama, Rengat Barat, Inhu-Riau.
Menteri Pertanian juga menekankan, Indonesia berkomitmen mengembangkan CPO lestari sesuai asas dan standar yang ada. Indonesia kini tengah mengembangkan standar minyak sawit lestari. Salah satu cara mengembangkan tolok ukur standar CPO lestari adalah mempertemukan para pemangku kepentingan kelapa sawit dengan aktivis lingkungan dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) 2010 di Nusa Dua, Bali, Selasa-Kamis, 23 - 25 Februari 2010 lalu. Presiden Direktur SMART Daud Dharsono menegaskan, konferensi yang menghadirkan para ahli kelapa sawit dari berbagai sisi diharapkan mampu menyusun tolok ukur yang lebih akurat dan adil untuk produksi CPO yang lestari yang berakhir mengurangi atas kerugian-kerugian pada negara, benarkah?. (*)
Tags : Pandemi Corona, Kasus Jual Beli CPO di Riau, Pencurian CPO dan TBS, Kerugian Negara,