JAKARTA - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sepanjang sembilan tahun masa pemerintahan Joko Widodo mencapai 7,6 juta hektare.
Jumlah itu berpotensi bertambah karena cuaca dan keberadaan titik panas (hotspot) di beberapa wilayah, kata BMKG.
Para pegiat lingkungan menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo “gagal” menangani karhutla meski kementerian terkait sudah melakukan penegakan hukum.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Greenpeace Indonesia juga menilai Karhutla 'gagal' diatasi.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas karhutla sepanjang 2015-2024 mencapai 7.601.579,69 hektare--akumulasi dari karhutla setiap tahun sehingga memungkinkan sebagian di antaranya merupakan wilayah yang dilanda kebakaran berulang.
Angka tersebut tidak menghitung luas karhutla pada 2014, tahun peralihan kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono kepada Jokowi.
Saat itu, luas karhutla mencapai 1,77 juta hektare, yang setahun kemudian melonjak menjadi 2,61 juta hektare.
Per Agustus 2024, KLHK mencatat indikasi luas kebakaran di 38 provinsi dan Ibu Kota Nusantara (IKN) mencapai 185.900 hektare, setara dengan hampir tiga kali luas daratan Provinsi Jakarta.
Para pegiat lingkungan menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo “gagal” menangani karhutla dan justru mengalami kemunduran dalam upaya perlindungan ekosistem gambut.
Sebab, menurut Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian, Jokowi pernah berjanji pada periode pertama pencalonannya sebagai presiden bahwa tidak ada lagi karhutla.
Di sisi lain, KLHK menyatakan pihaknya telah memberikan peringatan sampai menggugat perusahaan-perusahaan dalam kasus karhutla secara perdata, disamping melakukan upaya pencegahan dan pemadaman.
Setelah Jokowi dianggap "gagal" menangani karhutla selama dua periode, para pegiat lingkungan skeptis dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Apa yang ditawarkan presiden dan wakil presiden terpilih untuk menangani karhutla?
Beberapa waktu belakangan, satgas karhutla di beberapa provinsi langganan kebakaran sedang berusaha memadamkan api yang membakar lahan-lahan kering.
Pemerintah Kalimantan Tengah melaporkan tim reaksi cepat menangani 11 kejadian karhutla dalam sehari, pada 15 September 2024. Total luas lahan yang terbakar sebanyak 2,68 hektare.
Sementara di Kalimantan Timur, tim gabungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar harus memadamkan tiga lokasi karhutla dalam satu hari, pada Jumat (13/09), dengan total luas area yang terbakar mencapai lima hektare.
Di Kalimantan Barat, BMKG melaporkan jumlah titik panas meroket dalam sehari, dari yang awalnya 150 titik pada Kamis (12/09) pukul 23.00 WIB, menjadi 827 titik pada Jumat (13/09) pukul 23.00 WIB.
Masyarakat diminta waspada terhadap risiko karhutla.
BPBD Kalbar melaporkan sejak 1 Januari hingga 30 Agustus 2024, luas lahan yang terbakar di provinsi itu mencapai 13.057 hektare atau setara dengan 9.800 lebih lapangan sepak bola.
Kalimantan Barat merupakan satu di antara tujuh provinsi yang sering disebut “rawan karhutla”. Pada Juli lalu, Kota Pontianak sempat diselimuti kabut asap.
Cantya Zamzabella (24), menilai penanganan karhutla dari dulu sampai sekarang tidak ada perubahan.
“Mau siapapun presidennya ya. Pernah satu momen tidak ada karhutla, itupun karena Covid-19, setelahnya terus berlanjut. Sosialisasi-sosialisasi yang terus digaungkan pemerintah terhadap karhutla juga tidak nampak hasilnya,” ujar Cantya kepada wartawan, Senin (16/09).
Sekitar 15 tahun lalu, Cantya akrab dengan kabut asap karena dia sempat tinggal di kawasan yang berbatasan dengan lahan gambut di Pontianak dan sempat menyaksikan “orang-orang bergotong royong memadamkan api”.
Waktu keluarganya memutuskan untuk pindah rumah ke daerah lain di Pontianak yang tidak padat penduduk, karhutla tetap mengintai mereka.
Lahan-lahan kosong bergambut di dekat rumahnya terbakar, untuk kepentingan pembangunan perumahan. Setelah dewasa, dia baru terpikirkan kalau karhutla bisa merugikan masyarakat.
“Jarak pandang pendek, pesawat tidak bisa terbang. Rumah kotor, belum lagi yang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) juga bertambah banyak. Kasihan anak-anak kecil,” ungkapnya.
Apalagi jika asapnya sudah masuk ke dalam rumah, itu sangat mengganggu, kenang Cantya.
Sebagai masyarakat sipil, Cantya berharap pemerintah yang baru nanti bisa mencari jalan keluar yang lebih efektif untuk menangani karhutla.
“Bukan hanya memasang ‘plang-plang’ di konsesi perusahaan saja. Tindak tegas pelaku sehingga menimbulkan efek jera,” katanya mengucap harap.
Di pinggir Kota Pontianak yang lain, Syamhudi menginisiasi sebuah lembaga yang menjaga gambut disekitarnya karena dia resah dengan karhutla yang mengganggu selama bertahun-tahun.
Yudi—sapaan akrabnya—tinggal di kawasan yang berdekatan dengan konsesi-konsesi sawit.
Menurutnya, kebijakan-kebijakan pemerintah harus menggunakan dengan pendekatan konservasi, bukan cuma menggunakan pendekatan pemulihan. Artinya, kondisi gambutnya harus rusak dulu, baru akan ada pendampingan di kawasan gambut yang rusak.
“Di kawasan saya, kita disini mencoba dengan pendekatan preventif dengan mengajak masyarakat di sekitar lingkungan gambut. Untuk menjaga gambut yang belum rusak lebih masif,” ujarnya.
Yudi bilang tidak mudah menjaga konsistensi dalam gerakan pelestarian. Maka itu, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan.
Dari Jambi, provinsi lainnya yang dinyatakan rawan karhutla, Ponirin mengatakan karhutla terparah sampai saat ini terjadi di tahun 2019. Ketika itu, dia dan kawan-kawannya membagi-bagikan masker untuk warga.
Ponirin berkecimpung dalam komunitas lingkungan di Desa Delima, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Bulan lalu, kabupaten yang sama, terjadi karhutla di dua lahan dengan total luas 40 hektare.
Tahun ini, menurut dia, karhutla yang terjadi "belum terlalu parah".
"Cuma yang jadi masalah itu ya kejadian itu berulang di daerah situ-situ terus," ujarnya, Senin (16/09).
Dari hasil pantauannya dan rekan-rekannya, kanal-kanal di area gambut yang dibuat oleh perusahaan memiliki kedalaman yang melebihi batas yang ditentukan pemerintah sehingga menyebabkan lahan gambut menjadi kering.
"Ada sih sebagian perusahaan yang menjalankan, tapi sebagian juga tidak," ujar Ponirin.
Jokowi “gagal” tangani karhutla
Para pegiat lingkungan menilai Presiden Joko Widodo “gagal” menangani karhutla yang terjadi di Indonesia selama 10 tahun pemerintahannya.
WALHI Nasional menganggap belum ada upaya serius pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menjawab persoalan kebakaran hutan dan lahan.
Ketika Jokowi meminta dukungan pada periode pertama pencalonannya sebagai presiden, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian mengatakan “karhutla menjadi poin utama yang disampaikan WALHI”.
Di hadapan para pegiat, Uli bilang Jokowi menjanjikan tidak ada lagi karhutla.
“Artinya sebenarnya janji itu sudah gagal dilakukan oleh Presiden Jokowi sampai pada akhir periode dia,” kata Uli saat dihubungi pada Senin (16/09).
Kebakaran hutan yang berulang setiap tahun, menurut WALHI, disebabkan negara salah mengurus ekosistem hutan dan gambut.
Berdasarkan catatan mereka, dari 800-an perusahaan yang beraktivitas di lahan gambut dan hutan, “pemerintah tidak pernah melakukan evaluasi”.
Selain itu, WALHI juga menilai “tidak pernah ada penegakan hukum yang kuat” terhadap perusahaan-perusahaan yang itu terbukti lalai atau terbukti membakar konsesinya.
“Sekalipun misalnya dia sudah putus pengadilan, sudah inkracht, ada belasan putusan yang sudah inkracht, tetapi dia tidak bisa eksekusional. Artinya penegakan hukum yang lemah ini tidak memberikan efek jera kepada perusahaan,” tegas Uli.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Belgis Habiba, juga menyebut Jokowi “masih gagal” menangani karhutla di Indonesia “dengan segala naik-turunnya”.
Terlebih lagi soal restorasi gambut yang dinilai amat penting dalam penanganan karhutla.
Laporan lembaga itu menyebut dari total luas indikatif kebakaran 2023, sebanyak 28%-nya (setara 599.000 hektare) terjadi di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan sekitar 66% di antaranya (414.000 hektare) adalah kejadian berulang.
Selama ini, kata Belgis, pemerintah masih melakukan restorasi gambut secara parsial, artinya di titik-titik tertentu saja, padahal seharusnya restorasi gambut dilakukan dalam satu kesatuan hidrologis gambut (KHG).
“Jadi kalau misalkan gambutnya tidak dibenahi, tidak dikembalikan lagi, tidak dipulihkan lagi, maka karhutla ini akan terus berulang,” ujar Belgis.
Tak hanya itu, tambah dia, gambut yang masih bagus kondisinya juga harus dilindungi dan perusahaan-perusahaan yang wilayahnya mengalami kebakaran berulang patut “ditinjau kembali izinnya” atau bahkan “dicabut izinnya”.
LSM Pantau Gambut menilai “ada langkah mundur dalam upaya perlindungan ekosistem gambut”.
“Setidaknya bisa dilihat dari beberapa indikasi kuat: regulasi yg dibuat, seperti pemutihan konsesi dalam kawasan hutan, itu termasuk juga mengancam ekosistem gambut. Hal tersebut bisa terlihat sejak dipaksakannya Undang-undang Cipta Kerja,” kata juru kampanye Pantau Gambut, Wahyu Perdana.
Kemudian, pemerintah juga masih melaksanakan program yang “kerap kali mengabaikan gambut”, seperti proyek-proyek strategis nasional (PSN) dan lumbung pangan (food estate).
“Lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi. Kerap kali upaya hukum dilakukan jika telah terjadi kebakaran, padahal banyak konsesi beroperasi pada fungsi lindung ekosistem gambut,” tambah Wahyu, yang juga menyebut beberapa konsesi mengalami kebakaran yang berulang.
Sejauh ini pihak istana belum mau menjawab tudingan kegagalan Presiden Joko Widodo dari para pegiat lingkungan, tetapi tidak mendapat jawaban.
KLHK, lewat Dirjen Penegakkan Hukum (Dirjen Gakkum) Rasio Ridho Sani, enggan menanggapi para pegiat sebelum mereka menyodorkan data yang bisa membandingkan penegakan hukum di era Jokowi dengan pemerintahan sebelumnya.
Berdasarkan siaran persnya pada 7 Agustus lalu, KLHK—melalui dirjen gakkum—telah memberikan surat peringatan kepada 90 perusahaan yang terindikasi wilayahnya terbakar, menyegel 7 lokasi, dan mendalami 13 perusahaan yang terindikasi lalai dan atau sengaja wilayah konsesinya terbakar.
Peningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap kasus karhutla ini disebut sebagai bentuk “antisipasi pencemaran asap lintas batas negara”.
KLHK juga menegaskan akan menindak tegas perusahaan yang terbukti melakukan karhutla, mulai dari memberikan sanksi administrasi, melakukan gugatan perdata hingga pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Diberitakan kantor berita Antara, sampai Juli lalu, KLHK telah menggugat 25 perusahaan dalam kasus gugatan perdata karhutla. Dari 25 perusahaan yang digugat, 18 di antaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Dan KLHK menyatakan sedang memproses eksekusi pembayaran ganti rugi lingkungan dari 18 perusahaan itu dengan total Rp6,1 triliun.
"Kalau seandainya kepada perusahaan-perusahaan yang tidak kooperatif dalam proses eksekusi kami akan mengambil langkah eksekusi paksaan termasuk dengan cara pelelangan aset mereka," ujar Rasio Ridho Sani pada 12 Juli lalu.
Sejauh ini, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terkait ganti rugi karhutla sebanyak Rp458 miliar dari Rp718 miliar yang telah disetor oleh KLHK ke kas negara.
Selain melakukan penegakkan hukum, pemerintah juga melakukan pencegahan agar karhutla tidak meluas, dengan cara: menjatuhkan air pada titik panas di area yang terbakar dan modifikasi cuaca.
Pada April 2024, Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendoryono, membuat klaim bahwa emisi Kebakaran Hutan dan Lahan mulai 2019 hingga 2023 turun drastis sebesar 70,73%
Bambang mengatakan, jika menggunakan baseline tahun 2015, maka tujuh tahun terakhir luas karhutla di Indonesia juga turun signifikan 29,59% sampai 94%.
“Tahun 2023, luas Karhutla secara keseluruhan seluas 1.161.192,93 Ha,” kata Bambang.
Pada 2023 lalu, KLHK mengeklaim telah berhasil menekan angka karhutla menjadi 30,80% lebih kecil dibanding 2019 lalu, dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama. Sebab, mereka telah melakukan antisipasi dan pencegahan karhutla sejak awal tahun.
Dalam siaran persnya, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanthi, mengatakan tahun 2023 pihaknya memperkuat patroli pencegahan karhutla, melakukan modifikasi cuaca, dan bekerja sama dengan semua pihak termasuk pelibatan masyarakat.
Berbeda dengan Cantya yang masih punya harapan untuk presiden baru nanti, para pegiat lingkungan justru skeptis. Masing-masing punya alasannya.
Uli dari WALHI memprediksi “rezim” Prabowo “tidak akan jauh lebih baik” ketimbang rezim Jokowi saat ini karena karhutla tidak dalam isu prioritas Prabowo-Gibran.
“Artinya sama-sama buruknya atau bahkan mungkin lebih buruk karena proyeksi kita, ruang-ruang demokrasi akan semakin tertutup di rezimnya Prabowo. Kan hanya ada tiga isu prioritas: makan siang gratis, hilirisasi, dan ketahanan pangan,” kata Uli.
Ketika tiga isu prioritas itu yang diutamakan, lanjut dia, kontestasi ruang, deforestasi, dan pengerusakan gambut akan semakin tinggi, yang akhirnya berdampak pada kebakar hutan dan lahan yang “semakin membesar” dan “tidak akan pernah selesai”.
Pantau Gambut, menurut Wahyu Perdana, punya parameter tersendiri.
“Apakah pemerintahan selanjutnya berani mencabut kebijakan seperti Undang-undang Cipta Kerja dan setidaknya menghentikan proyek food estate yang mengancam ekosistem gambut?” ujarnya.
“Jika hal-hal strategis tidak dilakukan, maka janji perlindungan ekoaistem gambut hanya retorika saja.”
Adapun Belgis, dari Greenpeace Indonesia, bilang karena pemerintahan Prabowo tidak menyebut soal karhutla dalam pidato-pidatonya dan tetap melakukan “business as usual” atau tidak mengubah apapun, “jadi apa yang mau diharapkan?”.
Direktur Jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Viva Yoga Mauladi, mengatakan untuk menangani karhutla dibutuhkan gabungan antara "peran aktif dari masyarakat" dan pemanfaatan "kecerdasana buatan" yang bisa melakukan deteksi dini titik panas.
"Pihak kehutanan, pemerintah daerah, masyarakat desa yang tinggal di situ, yang ada hutannya, harus bersatu padu untuk menghindari adanya kebakaran hutan. Jadi, jangan sampai terulang lagi beberapa tahun sebelumnya yang menyebabkan kebakaran hutan sangat luas," kata Viva, Selasa (17/09).
Pada awal tahun lalu, sebelum Pilpres 2024 diselenggarakan, Budisatrio Djiwandono pernah mengatakan Prabowo-Gibran berpihak penuh terhadap konservasi alam.
Dikutip dari Kompas.com, Budisatrio mengatakan Prabowo-Gibran akan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pemilik perusahaan yang terlibat usaha pertambangan yang merusak ekologi, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan pembunuhan hewan langka yang dilindungi.
Setelah menjadi presiden terpilih, Prabowo pernah menyinggung soal karhutla, tetapi hanya untuk konteks IKN.
“Saya dididik untuk selalu menghadapi kemungkinan yang paling jelek karena kita inginnya forest city. Berarti masalah hutan itu sangat besar, berarti kita harus siap untuk bencana, bahaya kebakaran," kata Prabowo dalam sidang kabinet, dikutip dari detik.com.
Dia meminta pemerintah menyiapkan teknologi untuk menanggulangi bencana dan menambah personel beserta peralatan pemadam kebakaran untuk IKN. (*)
Tags : Walhi dan Greenpeace, Kebakaran Hutan dan Lahan, Hutan, Indonesia, Perubahan iklim, Polusi udara, Lingkungan, Alam,