Pekanbaru   30-06-2025 10:0 WIB

Walikota Agung Nugroho Minta Iuran Sampah Bersifat Sukarela, DPRD: Pungutan Tanpa Dasar Hukum Berpotensi Pidana

Walikota Agung Nugroho Minta Iuran Sampah Bersifat Sukarela, DPRD: Pungutan Tanpa Dasar Hukum Berpotensi Pidana

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Lembaga Pengelola Sampah (LPS) di Kota Pekanbaru sudah berjalan hampir 100 persen meski secara perencanaan baru akan dimulai pada 2 Juli 2025.

"Iuran sampah rumah tangga dikelola LPS bersifat sukarela." 

"Secara perencanaan, LPS baru dimulai 2 Juli mendatang. Namun saat ini sudah berjalan hampir sepenuhnya," kata Walikota Pekanbaru Agung Nugroho, Ahad (29/6).

Ia menjelaskan, percepatan ini dilakukan menyusul pemutusan kontrak kerja sama dengan pihak ketiga sebelumnya.

Pemko pun segera melakukan penyesuaian pola kerja untuk memastikan layanan tetap berjalan.

Agung menegaskan, pelaksanaan LPS tetap harus diawasi, terutama soal iuran yang diminta dari masyarakat. Ia menyebut iuran ini bersifat sukarela.

“Masyarakat boleh memilih. Jika ingin sampahnya dijemput petugas LPS di lingkungan masing-masing, maka diharapkan ikut berpartisipasi membayar iuran sukarela,” sebutnya.

Sementara bagi warga yang tidak ingin menggunakan layanan ini, diminta tak membuang sampah sembarangan

"Kita berharap masyarakat memahami pentingnya iuran dalam mendukung operasional LPS agar pengangkutan sampah di kota dapat berjalan optimal," katanya.

Sebanyak 83 LPS tingkat kelurahan di Kota Pekanbaru akan mulai beroperasi penuh pada Rabu, 2 Juli 2025.

LPS ini akan mengambil alih tugas pengangkutan sampah rumah tangga warga, sebagai bagian dari transformasi sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas yang diterapkan Pemerintah Kota Pekanbaru.

Langkah ini merupakan solusi jangka panjang Pemko Pekanbaru dalam mengatasi persoalan penumpukan sampah yang selama ini menjadi masalah utama, terutama setelah kontrak dengan pihak ketiga tidak lagi diperpanjang.

Anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Zulfan Hafiz ST, menekankan bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) selaku leading sector, harus memastikan seluruh aspek operasional LPS berjalan maksimal.

"LPS ini jangan sampai justru menambah beban masyarakat. DLHK jangan hanya menekankan soal iuran dan kewajiban LPS ke dinas, tapi juga harus menjamin kelancaran operasional, kesiapan armada, dan pengawasan," kata Zulfan, Minggu (29/6/2025).

Menurutnya, masyarakat harus mendapat informasi yang jelas terkait besaran iuran, jadwal pengangkutan, dan standar layanan, agar tidak terjadi kebingungan.

"Sosialisasi harus intensif. Karena ini menyangkut layanan publik, jangan sampai masyarakat tidak tahu kapan sampah mereka akan diangkut atau berapa yang harus dibayar," ujarnya.

Zulfan juga mengusulkan agar DLHK Pekanbaru menyediakan nomor pengaduan resmi bagi warga, sehingga bila ada masalah di lapangan, bisa segera ditindaklanjuti.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala DLHK Pekanbaru, Reza Aulia Putra, memastikan bahwa mulai 2 Juli nanti, angkutan sampah mandiri tidak diperbolehkan lagi beroperasi.

DLHK akan melakukan pengawasan dan razia terhadap angkutan mandiri yang masih membuang sampah ke transdepo secara ilegal.

"Angkutan mandiri yang tetap beroperasi akan diberi teguran. Tapi kami juga mendorong LPS untuk bermitra dengan mereka. Jika memang ada pemilik angkutan mandiri yang ingin bergabung, bisa dibuat kesepakatan wilayah pengangkutan," jelas Reza.

LPS bertugas mengangkut sampah dari rumah warga ke transdepo, sebelum kemudian diangkut oleh armada resmi menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Muara Fajar Rumbai.

Reza menegaskan, DLHK juga menyiapkan tim pengawas khusus di lapangan, untuk memastikan tidak ada pelanggaran dan seluruh proses berjalan sesuai aturan.

Sejumlah warga menyambut baik langkah ini, namun menaruh harapan besar agar sistem LPS benar-benar berjalan efektif, tidak asal angkut, dan tidak menimbulkan pungutan liar di lapangan.

Dengan sistem baru ini, Pemko Pekanbaru berharap pengelolaan sampah di tingkat kelurahan bisa lebih terstruktur, efisien, dan melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Tetapi Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Zulkardi, menyoroti keras tentang pungutan iuran sampah oleh LPS di Kota Pekanbaru yang memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

"Iuran sampah tanpa dasar hukum berpotensi pidana."

"Penyimpangan termasuk tindakan yang melanggar hukum, tidak sesuai dengan kewajiban atau merugikan masyarakat dalam konteks pelayanan publik, itu bisa dipidana," kata Zulkardi kepada wartawan, Rabu (25/6).

Pungutan iuran sampah yang tidak transparan oleh petugas LPS di Kelurahan Palas, Kecamatan Rumbai. 

Menurut Zulkardi, penetapan tarif iuran sampah tanpa dasar yang jelas merupakan maladministrasi dan berpotensi pidana.

Zulkardi menjelaskan bahwa warga mengeluhkan pemungutan iuran sampah sebesar Rp50.000. Setelah diprotes, tarif tersebut diturunkan menjadi Rp25.000. 

Ia menambahkan bahwa dalam konteks regulasi, iuran sampah seharusnya memiliki dasar hukum yang jelas.

Menurutnya, pedoman pelayanan persampahan mengenal istilah retribusi layanan persampahan. 

Jika mengacu pada Perda Nomor 1 Tahun 2024, tarif retribusi sampah sudah ditentukan berdasarkan tipe rumah.

"Misalnya, untuk rumah tipe 36, tarifnya adalah Rp8.000. Mari kita tunggu kedatangan warga yang komplain terkait permintaan Rp50 ribu ini untuk kita bahas dalam hearing lebih lanjut," ungkapnya.

Zulkardi menegaskan bahwa iuran seharusnya dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan RT, RW, dan seluruh lapisan masyarakat setempat untuk menentukan tarif yang disepakati bersama. 

"Tidak dibenarkan jika tiba-tiba datang meminta iuran dengan tarif yang sudah ditentukan tanpa musyawarah sebelumnya, bermodalkan kertas atau imbauan RT," kata tegas Zulkardi.

"Kalau iuran harus musyawarah setelah dapat hasil kesepakatan baru ditentukan. Jangan memaksa masyarakat apalagi menindas masyarakat dengan membebani iuran yang tidak ada landasan hukumnya," sambungnya.

Mengingat mayoritas masyarakat Kelurahan Palas berasal dari kalangan menengah ke bawah, Zulkardi dengan tegas meminta tidak ada pihak yang "bermain" dalam masalah pungutan sampah ini, apalagi melakukan intimidasi kepada masyarakat. 

"Jika ada intimidasi dari pihak-pihak tertentu segera lapor ke kita, maka akan kita tindak," pungkas Zulkardi.

Sebelumnya, warga Kelurahan Palas, Kecamatan Rumbai, menyatakan keberatan dengan besaran iuran sampah yang dipungut oleh LPS yang mencapai Rp50.000. 

Menurut keterangan salah seorang warga RT 002 RW 006 Kelurahan Palas, penetapan besaran iuran tersebut tidak pernah melibatkan masyarakat dalam musyawarah, sehingga warga merasa kaget dengan nominal yang disampaikan petugas LPS yang didampingi pihak RT.

Penerapan iuran pungutan sampah oleh LPS di Kota Pekanbaru masih memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Sejumlah warga mempertanyakan dasar penetapan iuran, sementara sebagian lainnya menilai kebijakan ini sebagai langkah positif untuk menjaga kebersihan lingkungan secara berkelanjutan.

"Terkait iuran sampah untuk di LPS, iuran itu dibenarkan di dalam aturan, tetapi iuran itu tidak bisa ditetapkan begitu saja," sebut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru, Reza Aulia Putra.

"Iuran itu hasil kesepakatan antara masyarakat dengan LPS-nya. Dan ingat, yang membayar retribusi ke pemerintah itu adalah LPS, bukan masyarakat," ujar Reza Aulia Putra, Kamis (26/6).

Reza Aulia Putra menjelaskan bahwa iuran LPS sejatinya dibenarkan dalam aturan. Namun, penetapannya tidak bisa sepihak dan harus melalui musyawarah antara LPS dengan masyarakat melalui RT/RW serta tokoh masyarakat setempat.

Ia mencontohkan, jika sebuah lingkungan menyepakati besaran iuran Rp10 ribu, Rp15 ribu, hingga Rp50 ribu, maka nominal tersebut merupakan hasil negosiasi antara masyarakat dan LPS.

Masyarakat berhak memilih sesuai kemampuannya dan tidak boleh dipaksa membayar di luar kesepakatan tersebut.

"Iuran itu harus disepakati bersama. Tidak bisa semena-mena LPS yang menentukan besarannya. Tapi masyarakat juga harus sadar bahwa LPS ini bekerja dan butuh operasional. Selama iuran masih dalam batas kewajaran dan disepakati, itu sah-sah saja," jelas Reza.

Ia menekankan, iuran tersebut digunakan untuk mendukung operasional LPS, mulai dari biaya transportasi, bahan bakar, hingga honor kru pengangkut sampah. Sementara retribusi resmi yang disetorkan ke pemerintah tetap dibayarkan oleh pihak LPS.

Reza juga menyampaikan bahwa sistem ini merupakan pola baru yang diterapkan di Kota Pekanbaru dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Pemko terus melakukan evaluasi dan terbuka terhadap pengaduan masyarakat terkait kinerja LPS.

"Kami selalu memperbaiki sistem, membuka pengaduan melalui media sosial dan chat. Kalau ada keluhan terhadap LPS, silakan laporkan ke DLHK. Nomor pengaduan juga kami cantumkan, dan setiap laporan akan kami evaluasi," imbuhnya.

Menjawab pertanyaan terkait warga yang menolak iuran, Reza menegaskan bahwa iuran tersebut tidak bersifat memaksa.

Ia mengingatkan agar masyarakat tidak menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk membuang sampah sembarangan.

"Kalau tidak sepakat, ya boleh tidak dibayar, tidak bisa dipaksa. Tapi jangan sampai karena itu masyarakat jadi buang sampah sembarangan. Ini demi kenyamanan bersama. Kami berharap masyarakat tetap mau membayar iuran sampah agar sampah tidak lagi menumpuk seperti sebelumnya," pungkasnya. (*)

Tags : sampah, pengelolaan sampah, sampah rumah tangga, lembaga pengelola sampah, pekanbaru, pungutan uang sampah, iuran sampah berpotensi pidana,