News   2024/11/26 11:19 WIB

Warga Miskin akan Pilih Coblos Semua Cagub dan Cawako, KNPI Riau: ‘karena mereka Merasa Bodoh, Tapi Jangan Dibodoh-bodohi’

Warga Miskin akan Pilih Coblos Semua Cagub dan Cawako, KNPI Riau: ‘karena mereka Merasa Bodoh, Tapi Jangan Dibodoh-bodohi’

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Seperti pada umunya warga miskin di kota Pekanbaru ada saja yang menyuarakan gerakan coblos semua alias gercos di Pilkada 2024 dan tidak akan mendukung salah satu pasangan calon gubernur-wakil gubernur dan Calon Walikota dan wakil walikota sebagai bentuk protes.

Apa penyebabnya?

Suara mesin cuci tua meraung-raung dari dalam gang kampung dalam, Pekanbaru. Ember-ember yang dipenuhi pakaian basah, berserak di depan pintu rumah bercat hitam itu.

Masuk beberapa langkah ke dalam, ada kursi panjang dan satu kursi pendek dari kayu untuk menerima tamu.

Maju satu atau dua langkah lagi ruang untuk dapur, dan sedikit menjorok ke kiri ada kamar mandi.

Bangunan berukuran 3x7 meter ini memang terbilang sempit untuk ditinggali sembilan orang. Itu sebabnya Istikomah dan sang suami menambah dua lantai vertikal di atas sebagai kamar tidur.

"Ya dimuat-muatin [rumahnya] buat sembilan orang, mau gimana lagi?" ujar Istikomah saat ditemui di rumahnya, pada Sabtu (16/11).

Perempuan 57 tahun ini bekerja di pabrik getah [Rikry] dekat Pelabuhan Pasar Bawah Pekanbaru.

Kampung Dalam dan sekitarnya, kata ibu enam anak ini, masih berupa hutan dan kebon (1970). Tak ada bangunan menjulang tinggi apalagi perumahan.

Pada 1988, Istikomah menikah dengan suaminya yang bekerja di pelabuhan. Mereka lantas membeli sepetak tanah tak bertuan dari seorang penggarap.

"Saya beli dulu tanahnya 2,5 meter itu Rp25.000. Terus karena suami saya punya mamang [paman], dikasih tanah 1,5 meter lagi, jadi ada tambahan," kenang Istikomah.

"Kalau sekarang rumah bagian depan lebar 3 meter, panjangnya 7 meter."

Karena statusnya tanah negara, Istikomah dan warga lain di kampung itu tak punya sertifikat hak milik.

Pada 1995, Istikomah mengaku pernah mencoba mengurus sertifikat tanah dan rumah, tapi mental karena ditolak pejabat pemerintah setempat.

Yang bisa diberikan cuma surat kepemilikan bangunan dengan stempel dari Rukun Tetangga, Rukun Warga, dan kecamatan.

Itupun tak bertahan lama, cuma sampai tahun 2000-an.

Tapi tetap saja tak membuatnya tenang. Selalu saja ada ketakutan jika suatu saat seisi kampung bakal digusur.

"Apalagi kampung kami dibilang kumuh yang harus dibersihkan," katanya menirukan perkataan pejabat Pemprov setempat.

Kampung Dalam pada 2023, total ada 300 kepala keluarga.

Posisi rumah warga yang padat penduduk saling dempet yang terbangun di atas tanah daerah itu. Disitulah tempat tinggal Istikomah.

Jalan menuju rumahnya mesti melewati gang sempit yang cuma bisa dilewati dua orang. Hampir semua bangunan di sini berlantai dua atau tiga, untuk mengakali sempitnya ruang.

Karena hunian di sini tak beraturan, kata Istikomah, saluran pembuangan air atau selokan tidak ada. Maka tiap kali hujan sudah pasti banjir.

Jalan utama yang bersisian dengan kampung ini pun tak diperbaiki.

"Dulu jalan di sini geronjal-geronjal, rusak, berbatu, enggak keruan, becek terus," kenangnya.

"Sampah juga bertebaran di mana-mana karena enggak dikasih tempat sampah."

Masalah lain adalah air bersih.

Air tanah di Kampaung Dalam, tuturnya, berwarna kuning dan terasa asin meski sudah dimasak.

Kalau dibuat mandi, badan rasanya lengket.

Itu mengapa beberapa warga, termasuk ibu enam anak ini, masih membeli air bersih pikulan untuk mandi dan memasak.

Sedangkan warga lain ada yang sudah kebagian pipa jalur air bersih yang dihubungkan ke rumah-rumah.

Tetapi Ketua Ketua Dewan Pengurus Daerah I Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD I KNPI) Riau Larshen Yunus, mengatakan, ratusan warga kampung dalam bernasib sama seperti di lingkungan Pasar Bawah di sekitarannya.

Ratusan warga kampung itu tersebar semuanya punya persoalan yang sama: legalitas atas tanah.

Tanpa ada hak yang sah atas tanah yang mereka tinggali, penggusuran bisa terjadi kapan saja.

"Banyak kampung-kampung di Pekanbaru tanahnya milik negara, BUMN, diakui milik perorangan atau hak waris. Makanya kami terbersat dihati untu bisa membantu tanah-tanah mereka itu," ujarnya dalam bicang-bincang ini, Selasa (26/11). 

"Ya mungkin melalui pembentukan Koperasi bikinan KNPI nantinya bisa membantu kesulitan mereka," ungkapnya.

"Kalau enggak, lama-lama kampung bakal habis. Itu yang kami jaga, makanya sertifikatnya digesa," imbuhnya.

Larshen mengeklaim Undang-Undang Pokok Agraria sebetulnya memungkinkan hal itu.

Undang-undang itu mengatur warga negara bisa mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah negara jika telah menguasai tanah tersebut secara terus-menerus selama 20 tahun.

Sayangnya, kementerian masih keberatan memberikan hak atas tanah yang legal itu kepada masyarakat di perkotaan, klaim Larshen.

Padahal kalau direstui, seperti koperasi perumahan nantinya bakal mengelola permukiman yang layak dan terjangkau untuk warga miskin kota.

Misalnya dengan mendirikan kampung susun.

"Makanya, sebaiknya Pemprov Riau seharusnya bisa membangun dengan konsep kampung susun. Tapi ini kan tidak pernah didengar," keluhnya.

Selama bertahun-tahun keresahan warga kampung miskin kota tidak pernah didengar. Berganti-ganti gubernur tapi tak ada yang peduli, kata Larshen lagi.

"Jadi kampung-kampung miskin yang ada di kota tak juga diurus untuk tiap gang diberikan tempat sampah, lampu penerangan jalan dipasang, dan jalan besar yang bersisian dengan kampung diaspal."

"Warga disini juga minta dibuatkan taman, di pinggiran Kali sungai siak. Warga bisa tanam obat, sayur, buah. Jadi kerja sama dengan dinas pertamanan, bibit tinggal ambil, menanam sendiri, sampai panen," ujar Larshen.

"Begitu pula air PAM dulu enggak ada, benar-benar tidak diperhatikan warga yang membutuhkan keadilan," sambungnya.

Sebagai pengingat, melihat beberapa hari jelang penceblosan cagub-cawagub Riau oleh gawenya Komisi Pemilihan Umum (KPU), para unggahan foto kandidat dimaknai sebagai pasangan cagub-cawagub. Begitpun di kota ini ada foto calon walikota dan wakil walikota Pekanbaru terpampang jelas.

Tapi apa mau dikata, warga disini sudah berniat akan pilihannya coblos semua.

Menyaksikan bagaimana elite partai politik "buta" pada aspirasi warga dan kondisi demokrasi yang disebutnya tidak baik-baik saja, warga sudah berniat untuk gerakan coblos semua alias gercos!

Ketua DPD I KNPI, Larshen Yunus, mengatakan mereka tidak akan mendukung salah satu pasangan calon gubernur-wakil gubernur sebagai bentuk protes.

Sikap itu semakin mantap saat menonton debat terakhir Pilkada Serentak 2024.

Sepanjang debat berlangsung, katanya, masing-masing calon sesumbar bahwa konflik agraria dan penataan kawasan permukiman kumuh bisa diselesaikan lewat dialog.

Tapi nyatanya sampai sekarang tak ada satupun pasangan calon yang mencoba mendekati mereka dan mengajak bicara, akunya.

Istikomah, warga Kampaung Dalam mengiyakan klaim Larshen Yunus. Ia bilang hingga Minggu (18/11) belum pernah melihat para cagub-cawagub Riau maupun Cawako-Cawawako datang ke kampungnya.

"Kalau di Kampung Dalam belum dengar ada calon yang kemari. Padahal saya sering keliling kampung buat dagang... di kampung yang dekat sungai juga enggak dengar ada yang datang calon nomor 1, 2, atau 3 dan seterusnya," ujar Istikomah.

"Jadi karena kami enggak tahu, ya bisa coblos semuanya biar adil," sambungnya sembari tersenyum.

Warga lainnya, Ozzy juga setuju.

"Coblos semua, enggak ada keraguan meski serangan fajar kanan kiri, enggak bakal goyah," katanya sambil terbahak-bahak.

Sebagai wujud ekspresi atas pilihan mereka itu, KNPI pun sempat menjelaskan: untuk tidak golput atau coblos semua paslon.

Apa visi cagub-cawagub soal permukiman kumuh di Pekanbaru?

Debat pamungkas Pilkada Serentak yang digelar oleh KPU Riau mengusung tema perkotaan dan iklim.

Salah satu pertanyaan panelis dalam sesi tanya jawab itu adalah soal apa strategi dan langkah konkret para cagub-cawagub mengatasi konflik agraria dan permukiman kumuh di Riau.

Tetapi kenyataanya masih banyak warga Kota Pekanbaru yang belum terpenuhi haknya terhadap hunian sehat dan berkualitas, kata Larshen menyikapi.

Untuk itu Ia berharap, siapapun nantinya terpilih, kandidat itu bisa mengabulkan harapan warga untuk mendapatkan tempat tinggal yang murah, terjangkau, dengan mendirikan bangunan vertikal.

Tapi soal nasib kampung-kampung kumuh, Larshen berkata diperlukan memindahkannya ke hunian baru yang layak. Sementara ruang-ruang kumuh itu, bisa dijadikan ruang terbuka hijau.

Harapannya warga Kota Pekanbaru bisa menikmati banyak taman.

"Karena itu kami berpikiran semua itu bisa diberikan semacam kemudahan-kemudahan, di antaranya BUMD yang ditugaskan membangun hunian tidak mengambil untung, agar rakyat bisa menjangkau hunian," ucapnya.

"Cicilan diperpanjang agar nominalnya lebih kecil sehingga mereka bisa mendapatkan hunian yang layak."

Jadi Larshen melihat, adanya keinginan warga berpartisipasi dan menyampaikan aspirasi karena ingin adanya keadilan. Selain itu penataan pun harus melibatkan warga dan tak boleh menjauhkan mereka dengan mata pencahariannya.

Kini, hari-hari mendekati waktu pencoblosan 27 November, segalanya menjadi genting. Maka wajar jika para kandidat akan semakin sering menemui tokoh-tokoh publik.

Namun yang perlu diwaspadai, menurutLarshen, adalah politik uang.

"Saya yakin di level masyarakat juga akan terjadi money politics sehingga menjadi tugas publik untuk mengawasi supaya pemilu tetap adil," kata dia.

Kembali ke warga kampung Dalam, Istikomah dan Ozzy berharap siapapun yang terpilih menjadi gubernur Riau mau berpihak pada rakyat miskin kota dengan melegalkan tanah tempat mereka lahir dan besar.

Entah dalam bentuk hak guna bangunan atau yang diimpikan berupa hak milik.

“Kalaupun tidak sepenuhnya berpihak, seenggaknya jangan menggusur,” kata Ozzy.

"Yang kami takutkan [gubernur yang terpilih] bukannya melindungi masyarakat kecil, justru melindungi pengembang besar."

Istikomah juga minta agar tidak diusir dari tanah yang sudah ditinggalinya selama 40 tahun.

"Biarkan kami punya tempat yang aman, nyaman, bersertifikat. Walaupun kami sebagian enggak memilih Anda, tapi kami warga Riau juga."

"Kami memang bodoh, tapi jangan dibodoh-bodohin," kata dia. (*)

Tags : media sosial, ekonomi, politik, masyarakat, kemiskinan, pilkada serentak 2024, News,