DITENGAH pandemi Covid-19 Wartawan tak surut berkarya selain menulis juga menerbitkan buku harsil karya jurnalistiknya. Seperti perwarta LKBN Antara Riau, Asripilyadi SE MM berhasil menulis lima buku laris dengan judul menarik di tahun 2020. Saya bertanya kepada wartawan ini, “Sudah berapa buku yang anda buat sejak awal 2020 sampai masa Work From Home karena wabah pandemi virus Covid-19?” Jawabnya, "Lima judul buku. Hanya dengan memanfaatkan waktu senggang, selain menulis berita dapat merampungkan sejumlah karya tulis jurnalistik".
Diakui memang wartawan yang menulis atau menerbitkan buku masih sangat minim. Padahal, wartawan termasuk kategori profesi yang cukup banyak memiliki informasi dari hasil liputannya. Pada setiap HPN selalu ada tradisi panitia nasional menerbitkan buku-buku karya wartawan dari seluruh daerah di Indonesia. Dari ribuan jumlah wartawan di Indonesia tetap saja buku yang terbit setiap tahunnya karya wartawan hanya berkisar puluhan judul. Seorang wartawan senior Asripilyadi SE MM menulis di laman medsos, “Wartawan banyak, tapi sedikit yang menulis buku.”
Asripilyadi SE MM benar. Sekarang selain jumlah wartawan banyak, yang mengaku wartawan senior juga banyak. Dari para wartawan senior diharapkan bisa lahir banyak buku tentang pengalaman selama bertugas sebagai wartawan atau tentang kajian jurnalistik sehingga buku tersebut bisa menjadi inspirasi dan dibaca oleh wartawan muda atau junior.
Asripilyadi SE MM mengatakan, “Menulis buku adalah mahkota buat wartawan. “Wartawan senior untuk berbagi ilmu, sehingga bermanfaat bagi yang lainnya. Hanya meluangkan waktu dan belajar menulis, ternyata berhasil menulis buku. Kedepan masih terus belajar agar lebih semangat dan lebih baik lagi,” ungkapnya.
Menyimak disebutkan Asripilyadi SE MM, lima buku yang ia terbitkan tersebut adalah buku berjudul; Menulis Berita Dalam Hitungan Menit, 3 Jam Mahir Menulis Opini, Artikel dan Advetorial, Rahasia Jago Feature, Reportase, Buku Merah Wartawan dan lebih menarik lagi dua judul baru dalam proses yakni 24 Jam Jadi Wartawan Hebat serta Profesi Jurnalistik.
Ada beberapa buku kolaborasi dengan penulis lain, buku – buku tersebut setakat ini laris manis di pasaran. Tahun 2021, Asripilyadi SE MM juga ingin menulis puluhan buku menarik lainnya terutama dibidang Jurnalistik. “Buku Jurnalistik masih langka dipasaran, sementara tumubuh dan berkembangnnya media dan jumlah wartawan, kebutuhan buku sangat tinggi,” kata dia.
Melihat kebutuhan buku sangat tinggi tersebut, dengan pengalaman menulis dan belajar sebelumnya, justru memberikan motivasi tersendiri untuk menghasilkan sejumlah karya menarik untuk dapat membantu orang banyak. Semua untuk bersama, berbuat untuk orang banyak adalah berhikmah dan sebagai wujud kepedulian sosial.
Berhasil menulis buku menurutnya adalah hasil bimbingan banyak penulis nasional dan bahkan karena terinspiraasi saat memberikan pelatihan jurnalistik di sejumlah lembaga pendidikan wartawan. Hampir setiap hari mengajar dan memberikan pelatihan jurnalistik dan mengajar [Dosen] di sekolah tinggi dan Universitas Swasta ini.
Dari situlah tergerak berkeinginan belajar terus tanpa batas. "Ternyata ilmu jurnalistik itu sangat dalam, tanpa belajar kembali justru pengelaman dan pengetahuan stagnasi. Tetap rendah hati, diatas langit ada langit, ilmu sedikit yang dimiliki bisa bermanfaat untuk orang banyak,” ujarnya.
Wartawan memang harus menulis buku. Menurut Asripilyadi, menulis dalam bentuk buku lebih awet dari pada menulis laporan dalam bentuk harian atau mingguan. Buku lebih memberi ruang untuk detail tentang peristiwa yang dilihat dan dialami seorang wartawan atau jurnalis. Semakin banyak wartawan menulis buku, semakin tinggilah prestasi jurnalis tersebut.
Jadi, menurutnya penulis sejak 1994 yang lahir di Kota Donok [1971] ini lagi, sebagai mahkota, buku bagi seorang wartawan karyanya menjadi lebih abadi dibanding berita yang ditulis surat kabar atau majalah dan media online umurnya tidak terlalu panjang. Ungkapan “Menulis buku adalah mahkota buat wartawan,” sekaligus menjadi pertanda seorang wartawan atau jurnalis sesungguhnya intelektual. Buku adalah simbol intelektualitas. Istilah kuli tinta atau kuli flashdisk dan gadget tidak pantas dilekatkan pada seorang jurnalis. Seorang jurnalis atau wartawan adalah intellectual in action.
Bisa menulis buku, tentu belajar, belajar tanpa henti, rendah hati dan terus berbenah diri mungkin itu salah satu cara menjadi lebih baik. Diakuinya, buku hasil karyanya masih jauh dari kesempurnaan, perlu proses untuk menjadi lebih baik lagi sebut Asripilyadi yang pernah kuliah di Universitas Bengkulu S1 Agronomi, S1 Ekonomi Universitas Lancang Kuning dan S2 (MGT -SDM) Surapati Jakarta ini. (*)
Tags : Asripilyadi SE MM, Perwarta LKBN Antara Riau, Penulis Buku,