
Serangan jantung bisa terjadi tanpa gejala yang jelas.
JAKARTA — Banyak orang mengira serangan jantung selalu datang dengan gejala nyeri dada hebat dan sesak napas. Padahal dalam banyak kasus, serangan jantung bisa terjadi tanpa gejala yang jelas, fenomena ini dikenal sebagai silent heart attack.
Jenis serangan jantung ini juga disebut sebagai widow-maker karena sulit terdeteksi dan mematikan. Berdasarkan British Heart Foundation (BHF), sekitar sepertiga dari semua serangan jantung tergolong silent karena tidak menunjukkan gejala yang jelas.
“Serangan jantung ini sering kali baru terdiagnosis setelah beberapa pekan, bahkan beberapa tahun, kemudian biasanya saat pemeriksaan rutin atau karena muncul gejala seperti angina (nyeri dada) atau sesak napas,” kata BHF, seperti dilansir laman Express, Sabtu (26/4/2025).
Dr Sermed Mezher, seorang dokter di Inggris, kemudian mengungkap contoh pasien yang mengira dirinya hanya mengalami sensasi seperti makanan tersangkut di tenggorokan, padahal sebenarnya sedang mengalami serangan jantung. Karena gejala silent heart attack sering tak terdeteksi,pengobatan pun akhirnya terlambat dan memperbesar risiko kerusakan jantung.
“Serangan jantung yang nyata tidak selalu dramatis seperti di film. Pasien bisa mengalami apa yang disebut widow maker heart attack, yaitu penyumbatan total pada arteri left anterior descending (LAD) yang menyuplai bagian utama sisi kiri jantung,” ujar Mezher.
BHF menyebut serangan jantung diam-diam bisa terjadi pada siapa saja, namun lebih sering dialami oleh lansia karena mereka mereka terbiasa hidup dengan gejala yang bisa jadi berkaitan atau tidak berkaitan dengan masalah jantung. Penyakit ini juga sering dialami penderita diabetes karena kerusakan saraf akibat diabetes bisa menyebabkan mereka tidak merasakan nyeri dada.
Sementara itu, gejala serangan jantung menurut layanan kesehatan nasional Inggris (NHS) antara lain yakni nyeri dada hebat, nyeri menjalar ke bagian tubuh (biasanya ke lengan kiri ataupun leher). Selain itu merasa pusing atau kepala ringan, berkeringat, sesak napas, mual dan muntah, rasa cemas berlebihan (mirip serangan panik), serta batuk atau mengi (suara napas berbunyi seperti siulan, yang menandak).
"Nyeri dada bisa sangat hebat, tapi ada juga yang hanya merasakan nyeri ringan, mirip dengan gangguan pencernaan. Meskipun gejala paling umum adalah nyeri dada, gejala bisa bervariasi antar individu," kata NHS. Beberapa orang bahkan hanya mengalami sesak napas, mual, atau nyeri di punggung dan rahang tanpa merasakan nyeri dada sama sekali.
Setop makan larut malam
Makan terlalu malam disebut dapat berkontribusi terhadap penyakit kardiovaskular.
Waktu makan ternyata memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan jantung. Sejumlah penelitian ilmiah terbaru menunjukkan menyelaraskan waktu makan dengan ritme alami tubuh atau jam biologis dapat membantu menurunkan risiko penyakit jantung.
Dosen fakultas kedokteran IPB University dr Agil Wahyu Wicaksono mengatakan bahwa makan terlalu malam atau saat tubuh bersiap istirahat dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, tekanan darah tinggi, resistensi insulin, dan gangguan metabolisme lainnya. Kebiasaan ini dapat berkontribusi terhadap penyakit kardiovaskular.
“Sebaliknya, makan lebih awal, terutama sarapan sehat di pagi hari dan makan malam sebelum pukul 8 malam, terbukti memperbaiki proses metabolik, serta menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol,” kata dr Agil dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (25/4/2025).
Ia menyebut studi besar NutriNet-Sante menemukan bahwa orang yang makan pertama setelah pukul 09.00 dan terakhir pukul 21.00 memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit jantung dan stroke. Sementara itu, memperpanjang durasi puasa pada malam hari juga terbukti mengurangi risiko stroke.
Menurut dr Agil, membiasakan sarapan juga memiliki manfaat bagi kesehatan jantung. Sebuah tinjauan sistematis yang melibatkan hampir 200 ribu orang dari AS dan Jepang menunjukkan bahwa melewatkan sarapan meningkatkan risiko penyakit jantung hingga 21 persen dan kematian dari segala penyebab sebesar 32 persen.
“Tidak sarapan dapat memicu kenaikan berat badan, gangguan tekanan darah, serta masalah metabolik yang memicu penyakit jantung. Ketidakaturan makan, terutama jika mengganggu ritme sirkadian tubuh, juga dapat memperburuk metabolik secara keseluruhan,” kata dia.
American Heart Association menyatakan makan terlalu dekat dengan waktu tidur berisiko menyebabkan obesitas dan sindrom metabolik. Studi eksperimental turut mengungkapkan bahwa konsumsi kalori dalam jumlah besar pada pagi hari lebih sehat dibandingkan makan besar di malam hari.
“Pola ini meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan kadar gula darah dan trigliserida, serta mengurangi peradangan. Bahkan, membatasi waktu makan hingga pukul 6 sore dapat membantu menurunkan berat badan dan biomarker peradangan dalam tubuh,” kata dia. Dokter Agil mengatakan, strategi pola makan seperti early time-restricted eating (eTRE) dan metode intermittent fasting seperti alternate-day (ADF ) juga terbukti bermanfaat untuk menurunkan berat badan, tekanan darah, dan memperbaiki kadar lemak tubuh. (*)
Tags : kesehatan jantung, penyakit kardiovaskular obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, stroke, serangan jantung, gangguan jantung, penyakit jantung, gejala serangan jantung, silent killer, nyeri dada angin, sesak napas,