KESEHATAN - Pemerintah Indonesia belum mengambil langkah melarang perjalanan orang dari China bagian utara – yang diduga menjadi lokasi klaster pneumonia 'misterius' – ke Indonesia.
Direktur pencegahan dan pengendalian penyakit menular di Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan Indonesia sejauh ini tetap mengambil langkah "kewaspadaan" terhadap orang-orang dari luar negeri terkait gejala-gejala yang ditunjukkan seperti batuk dan demam.
"Sesuai rekomendasi WHO [Organisasi Kesehatan Dunia], kita tidak memberlakukan untuk karantina isolasi dari negara-negara yang terjangkit kemungkinan dari China," kata Imran dalam konferensi pers, Rabu (29/11).
Kendati demikian, lanjutnya, Kementerian Kesehatan telah memerintahkan semua jajarannya bersiaga mengantisipasi penularan pneumonia di Indonesia.
Melalui Surat Edaran terbaru, kemenkes akan memperketat pemantauan orang, alat angkut, barang bawaan, lingkungan, vektor, binatang pembaya penyakit di pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas negara, terutama yang berasal dari negara terjangkit.
Namun, kata Imran, "tidak ada [karantina]. Tapi peningkatan kewasapadaan".
Dalam konferensi pers, Rabu (29/11), Imran menjelaskan sejumlah hal mengenai klaster pneumonia tidak terdiagnosis yang ada di China bagian utara yang saat ini menjadi perhatian dunia.
Penyebab penyakit pernapasan klaster di China, baru sekitar 40 - 60% yang diketahui. Oleh karena itu disebut sebagai pneumonia tidak terdiagnosis, atau undiagnosed pneumonia, kata Imran.
Namun, dari temuan awal, "Penyebabnya paling banyak adalah mycobacterium," lanjut Imran.
Artinya, pneumonia ini disebabkan oleh bakteri apa yang disebut sebagai "mycoplasma pneumonia".
Mycoplasma pneumoniae adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit dengan cara merusak lapisan sistem pernapasan seperti di tenggorokan, paru-paru, batang tenggorokan.
Karena patogennya bakteri, maka penanganannya bisa menggunakan antibiotik.
Sama seperti flu karena virus, mycoplasma pneumonia juga bisa menular melalui droplet. Bedanya dengan virus, masa inkubasi mycoplasma pneumonia lebih lama.
Karena anak-anak memiliki saluran pernapasan yang pendek. Jadi infeksi yang terjadi di saluran pernapasan atas, akan lebih mudah masuk ke jaringan paru karena dia [salurannya] pendek, tambah Imran.
Kementerian Kesehatan Indonesia meminta semua jajarannya siaga menyusul laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa telah terjadi peningkatan kasus pneumonia yang belum terdiagnosis pada anak-anak di China bagian utara.
"Sebagai bentuk kesiapsiagaan pemerintah dalam mengantisipasi penularan pneumonia di Indonesia, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit bergerak cepat dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor: PM.03.01/C/4632/2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia,” papar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, dokter Siti Nadia Tarmizi, dalam rilis persnya.
Surat edaran yang terbit pada tanggal 27 November 2023 itu, menurut Siti, ditujukan kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Direktur/Kepala Rumah Sakit, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan dan Kepala Puskesmas di Indonesia.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, penerbitan surat edaran tersebut bertujuan mengantisipasi penyebaran pneumonia di Indonesia.
Dalam surat edaran itu, Maxi meminta Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk melakukan pemantauan perkembangan kasus dan negara terjangkit di tingkat global serta meningkatkan kewaspadaan dini dengan melakukan pemantauan kasus dicurigai pneumonia.
Lebih lanjut, Maxi juga meminta KKP untuk meningkatkan pengawasan terhadap orang (awak, personel, dan penumpang), alat angkut, barang bawaan, lingkungan, vektor, binatang pembawa penyakit di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas negara, terutama yang berasal dari negara terjangkit.
Selanjutnya, Dinas Kesehatan menindaklanjuti laporan penemuan kasus yang dicurigai mycoplasma pneumoniae dari fasyankes dan memfasilitasi pengiriman spesimennya ke laboratorium rujukan Sentinel ILI/SARI.
Pemerintah China melaporkan tidak ada “patogen baru atau tidak biasa” pada penyakit pernapasan setelah muncul laporan adanya “klaster” pneumonia pada anak-anak di wilayah utara negara tersebut.
Berdasarkan laporan epidemiologi, terjadi peningkatan kasus mycoplasma pneumoniae sebesar 40%. Mycoplasma merupakan penyakit penyebab umum infeksi pernapasan sebelum Covid-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta China memberikan lebih banyak informasi mengenai laporan bahwa sejumlah rumah sakit kewalahan menangani pasien dengan keluhan penyakit pernapasan.
Pihak berwenang Tiongkok mengaitkan lonjakan penyakit mirip flu pada musim dingin ini dengan pencabutan tindakan pencegahan Covid-19.
WHO mendesak masyarakat di Tiongkok untuk mengambil berbagai tindakan untuk mengurangi penularan.
Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (22/11), badan kesehatan PBB itu mengatakan mereka menginginkan lebih banyak informasi setelah muncul sejumlah laporan di media dan dari ProMed – sebuah sistem pengawasan wabah global – mengenai “klaster pneumonia yang tidak terdiagnosis pada anak-anak di Tiongkok utara”.
Pneumonia adalah istilah medis umum yang digunakan untuk menjelaskan infeksi dan peradangan paru-paru. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai virus, bakteri atau jamur.
Tiongkok sedang bergulat dengan lonjakan penyakit pernapasan saat memasuki musim dingin pertama sejak negara itu mencabut pembatasan ketat COVID-19. Penyakit pernapasan yang muncul di kalangan anak-anak sangat tinggi di wilayah utara seperti Beijing dan provinsi Liaoning.
Setelah pernyataan WHO dirilis, kantor berita Xinhua yang dikelola pemerintah menerbitkan sebuah artikel pada Kamis (23/11) dengan mengutip pejabat Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) yang mengatakan bahwa mereka mencermati diagnosis dan perawatan anak-anak yang mengidap penyakit pernapasan.
Pada Kamis (23/11), WHO mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa China melaporkan tidak ada “patogen baru atau tidak biasa” pada penyakit pernapasan yang menyebar di bagian utara negara tersebut.
Data yang diberikan China pada WHO menunjukkan bahwa kasus-kasus tersebut terkait dengan pencabutan pembatasan Covid-19 dan peredaran patogen seperti mycoplasma pneumoniae, infeksi bakteri umum yang biasanya menyerang anak-anak, yang telah beredar sejak bulan Mei.
China telah melaporkan peningkatan jumlah anak yang konsultasi rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit karena virus pernapasan, adenovirus, dan virus influenza sejak Oktober lalu, kata WHO.
“Beberapa peningkatan ini terjadi lebih awal dibandingkan yang pernah terjadi sebelumnya, namun hal ini bukan hal yang tidak terduga mengingat pencabutan pembatasan terkait Covid-19, seperti yang dialami negara-negara lain,” kata pernyataan itu.
WHO mengatakan pihaknya "memantau dengan cermat situasi ini dan berkontak erat dengan otoritas nasional di Tiongkok".
Meskipun penyebutan China dan gelombang penularan dapat membuat orang gelisah karena membawa kenangan pandemi Covid-19, meminta kejelasan adalah praktik standar bagi WHO.
Bukan hal yang aneh bagi WHO untuk meminta informasi lebih lanjut kepada negara-negara mengenai klaster penyakit. Mereka melakukannya hampir setiap hari.
Tim spesialis WHO menyisir ribuan laporan media dan informasi pengawasan internal mengenai penyakit yang beredar dari berbagai negara setiap hari.
Para ahli kemudian memutuskan apakah mereka memerlukan lebih banyak informasi, jika hal ini berpotensi menjadi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional.
Namun mengumumkan permintaan informasi lebih lanjut secara publik adalah hal yang tidak biasa. Biasanya hal itu dilakukan secara bilateral antara WHO dan pejabat kesehatan di suatu negara.
WHO tentu menyadari bahwa publik mungkin akan lebih resah ketika muncul laporan bahwa ada penularan virus di Tiongkok karena ingatan terhadap Covid-19 masih membekas di kepala. WHO juga berupaya untuk lebih transparan pascapandemi.
Badan keamanan kesehatan Inggris (UKHSA) mengatakan memantau situasi ini dengan saksama.
Sejak Oktober, China bagian utara telah melaporkan “peningkatan penyakit mirip influenza” dibandingkan periode yang sama selama tiga tahun terakhir, tambah WHO.
Namun karena Beijing belum merespons, belum ada cara untuk mengetahui mengapa lonjakan infeksi ini bisa terjadi.
Pekan lalu, Komisi Kesehatan Nasional China menyebut ada peningkatan jumlah beberapa penyakit pernapasan: khususnya influenza, Covid, mycoplasma pneumoniae – infeksi bakteri umum yang menyerang anak-anak kecil – dan virus pernapasan syncytial (RSV).
Para pejabat mengaitkan peningkatan ini dengan pencabutan aturan pembatasan terkait Covid.
Otoritas China mengatakan influenza akan mencapai puncaknya pada musim dingin dan musim semi ini, serta infeksi mikoplasma pneumonia akan terus meningkat di beberapa daerah di masa depan. Hal ini juga memperingatkan akan adanya risiko kembalinya infeksi Covid-19.
Negara-negara lain, termasuk Inggris dan Amerika Serikat, juga mengalami lonjakan penyakit mirip flu setelah pembatasan terkait pandemi dicabut.
“China kemungkinan besar sedang mengalami gelombang besar infeksi saluran pernapasan pada anak-anak saat ini karena ini adalah musim dingin pertama setelah lockdown panjang, yang pastinya mengurangi sirkulasi penyakit pernapasan secara drastis, sehingga menurunkan kekebalan terhadap penyakit endemik,” kata Prof Francois Balloux dari the Institut Genetika Universitas College London.
Direktur pencegahan dan pengendalian penyakit menular di Kementerian Kesehatan dr Imran Pambudi menjelaskan mycoplasma pneumonia masa inkubasinya rentang satu hingga empat minggu.
Penyebarannya tidak separah dengan virus, misalnya Covid-19.
"Tidak menutup kemungkinan apa akan menjadi pandemi. Tapi dibandingkan dengan virus, itu jauh lebih cepat virus," kata dr Imran.
Prof Paul Hunter, dari Universitas East Anglia, mengatakan saat ini informasi yang ada terlalu sedikit untuk membuat diagnosis pasti tentang penyebab infeksi tersebut.
Dia menambahkan: “Secara keseluruhan, bagi saya ini tidak terdengar seperti epidemi yang disebabkan oleh virus baru. Jika ya, saya perkirakan akan ada lebih banyak infeksi pada orang dewasa."
"Sedikitnya infeksi yang dilaporkan pada orang dewasa menunjukkan adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut dari paparan sebelumnya."
Para orang tua di Shanghai mengatakan bahwa mereka tidak berlebihan prihatin terhadap gelombang penyakit itu, sambil mengatakan ketika penyakit itu muncul menjadi lebih parah, mereka memperkirakan hal ini akan segera berakhir.
“Pilek terjadi di seluruh dunia,” kata Emily Wu di luar rumah sakit anak-anak, seperti dikutip dari kantor berita Reuters.
"Saya harap masyarakat tidak menjadi bias karena pandemi ini...tetapi lihatlah hal ini dari sudut pandang ilmiah."
Ibu lainnya, Feng Zixun, berkata bahwa dia menyuruh putranya yang berusia delapan tahun untuk memakai masker dan mencuci tangannya lebih sering, tetapi tidak lebih.
“[Penyakit] ini tidak terlalu buruk, kini ada lebih banyak anak yang jatuh sakit, namun itu terutama karena masalah perlindungan," katanya.
WHO mengatakan masih belum jelas apakah laporan wabah pneumonia dan peningkatan infeksi pernapasan secara keseluruhan yang dilaporkan oleh Beijing saling berkaitan.
WHO telah mengajukan permintaan resmi untuk mendapatkan informasi lebih rinci.
Badan di bawah naungan PBB itu mendesak masyarakat di China untuk melakukan tindakan pencegahan dasar seperti mendapatkan vaksinasi, memakai masker, dan mencuci tangan. (*)
Tags : Cina, Virus Corona, Indonesia, Anak-anak, Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia,