KESEHATAN - Ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Mpox sebagai darurat kesehatan global untuk kedua kalinya dalam dua tahun, pertanyaan umum di seluruh dunia adalah: apakah ini jenis baru Covid-19?
Para ilmuwan dan pakar kesehatan sepakat bahwa hal ini merupakan kekhawatiran yang sahih, namun mereka mengatakan jawabannya adalah tidak.
“Mpox bukanlah Covid baru. Risikonya terhadap masyarakat umum rendah,” kata Dr Hans Kluge, direktur regional WHO untuk Eropa.
“Kami tahu cara mengendalikan Mpox. Di kawasan Eropa, kami mengetahui langkah-langkah yang diperlukan untuk menghilangkan penularannya secara bersama-sama.”
Kedua penyakit ini disebabkan oleh virus, namun gejalanya sangat berbeda dan cara penyebarannya juga berbeda.
“Perbedaannya lebih mencolok dibandingkan persamaannya,” kata Prof Rodney Adam, konsultan spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Universitas Aga Khan, Kenya.
Mpox bukanlah virus baru
Mpox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, telah ada sejak 1958 ketika virus ini pertama kali terdeteksi pada monyet di Denmark.
Kasus pada manusia pertama dilaporkan di Republik Demokratik Kongo pada 1970. Sejak itu terjadi wabah di Afrika Barat dan Tengah.
Pertama kali penyakit ini dinyatakan sebagai darurat kesehatan global adalah pada 2022. Hingga saat ini, penyakit ini telah menyebar ke lebih dari 70 negara.
Sebaliknya, wabah Covid-19 pada 2019 pertama kali terjadi di Wuhan, China, dan dengan cepat menjadi pandemi global, disebabkan oleh virus baru—SARS-CoV2—yang sebelumnya tidak teridentifikasi pada manusia.
Para ilmuwan mengatakan kita sekarang mengetahui lebih banyak tentang mpox dibandingkan tentang Covid-19 ketika penyakit ini menjadi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional.
Mpox tidak menular seperti Covid-19
Meski kedua penyakit tersebut menular melalui kontak dekat, Covid-19 lebih cepat menular karena ditularkan melalui udara.
Menurut WHO, orang dapat tertular penyakit ini dengan menghirup tetesan kecil cairan dari orang yang terinfeksi yang batuk, bersin, berbicara, bernyanyi atau hanya bernapas di hadapan mereka.
Mpox ditularkan melalui kontak yang sangat dekat atau berkepanjangan dengan orang yang terinfeksi, seperti kontak kulit ke kulit, termasuk seks, kontak dengan tempat tidur dan pakaian yang terkontaminasi, dan interaksi tatap muka dalam waktu lama.
Gejala klasik Covid-19 adalah demam, menggigil, dan sakit tenggorokan. Gejala Mpox adalah ruam berkepanjangan, demam, sakit kepala, nyeri badan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Lebih dari 760 juta kasus Covid-19 tercatat di seluruh dunia antara Desember 2019 dan Agustus 2023, kata WHO. Sementara itu, dibutuhkan waktu dua tahun sejak Mei 2022 agar infeksi Mpox mencapai 100.000 kasus secara global.
Pada tahun 2024, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika mencatat 18.910 kasus dan hampir 600 kematian.
Vaksin Mpox sudah tersedia
Pada awal pandemi Covid-19 terjadi perlombaan untuk mengembangkan vaksin. Namun vaksin yang menawarkan perlindungan terhadap Mpox sudah tersedia saat ini.
Mpox terkait dengan cacar, penyakit yang diberantas di dunia melalui vaksinasi pada tahun 1980. Vaksin yang berhasil melawan cacar juga memberikan perlindungan terhadap cacar monyet, khususnya pada wabah tahun 2022.
“Ini tidak 100% memberikan perlindungan, namun berdasarkan wabah besar yang terjadi pada tahun 2022 di Eropa dan Amerika Utara, orang lanjut usia memiliki risiko yang lebih rendah, dan hal ini diduga karena mereka mendapat perlindungan dari vaksin cacar,” kata Prof Adam.
Bavarian Nordic memasok lebih dari 15 juta dosis vaksin MVA-BN – vaksin mpox berdasarkan vaksin cacar – ke lebih dari 76 negara di seluruh dunia selama wabah tahun 2022.
Virus Mpox bermutasi lebih lambat
Virus berubah seiring berjalannya waktu, namun beberapa virus berubah lebih cepat dibandingkan virus lainnya. Adapun Mpox disebabkan oleh virus DNA dan Covid-19 disebabkan oleh virus RNA.
Virus DNA tidak bermutasi sebebas virus RNA, menurut American Society for Microbiology.
Ada dua famili atau clade virus Mpox yang diketahui, yakni clade 1 dan clade 2. Virus SARS-CoV2 memiliki lebih dari 20 clade yang diketahui.
Wabah yang terjadi saat ini didorong oleh cabang dari virus clade 1, yang dikenal sebagai clade 1b.
“Apa yang kita lihat pada clade 1b adalah bahwa hal ini seringkali muncul dari penularan seksual, namun kita juga melihat penularan dari orang ke orang [di dalam] rumah tangga: ibu ke anak, anak ke anak, pengasuhan ke anak,” kata Trudie Lang, seorang profesor penelitian kesehatan global di Universitas Oxford.
Ilmuwan WHO mengatakan mereka tidak mengetahui apakah clade 1b lebih mudah menular dibandingkan strain lainnya.
Apa yang mereka ketahui adalah bahwa dalam wabah terbaru, orang yang terinfeksi cenderung sudah mengalami gejala parah pada saat mereka melaporkan menderita mpox.
Kemungkinan tak akan ada karantina, penutupan perbatasan, atau wajib vaksin
Banyak orang khawatir penyebaran mpox akan mengakibatkan lockdown atau karantina, sehingga membuat aktivitas dunia akan terhenti, seperti yang kita lihat pada pandemi Covid.
Namun meskipun penyakit ini telah menyebar ke 16 negara di Afrika selama dua tahun terakhir, pusat pencegahan penyakit di Afrika tidak merekomendasikan penutupan perbatasan mana pun.
“Pusat pencegahan penyakit di Afrika, pada saat ini, dengan bukti yang kami miliki, tidak akan pernah menyarankan penghentian pergerakan orang dan barang,” kata Dr Jean Kaseya, direktur jenderal pusat pencegahan penyakit di Afrika.
“Pergerakan orang dan barang akan terus berlanjut seperti di masa lalu, sementara kita mempersiapkan alat untuk melawan wabah ini.”
Dokter Mike Ryan, direktur eksekutif program darurat kesehatan WHO, sependapat.
“Mpox adalah virus yang dapat dibendung jika kita melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat dan menyatukan seluruh pikiran kita. Seperti yang kita lakukan untuk Covid.”
Gejala Mpox biasanya ringan dan kebanyakan orang pulih dalam dua hingga empat pekan. Namun, beberapa orang mengalami gejala yang parah dan komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Anda dapat melindungi diri dari infeksi dengan menghindari kontak dekat dengan orang, benda, atau hewan yang terinfeksi.
Selain itu, disarankan untuk mencuci tangan secara sederhana, atau menggunakan pembersih tangan, setelah menyentuh luka yang terinfeksi.
“Kita tahu bahwa vaksin cukup protektif, jadi kita punya alat yang lebih baik saat ini, dan virus yang tidak terlalu menular untuk penularan luas,” kata Prof Rodney.
“Jadi, pandemi seperti Covid menurut saya tidak mungkin terjadi". (*)
Tags : Kongo, Virus Corona, Vaksin, Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia, Afrika,