BAGI pecinta wisata laut dan pantai kini harus menjadwalkan ulang liburan tahun 2024 kali ini.
Seperti terdapat pada pulau Tambelang, Kabupaten Bintan, pesawat Susi Air maupun Lion Air bisa menerbangi pulau-pulau kecil di seputar Kepulauan Riau [Kepri] sebanyak dua kali dalam sepekan.
Para wisatawan bisa menikmati wisata unik, di kawasan konservasi penyu di Tambelang ini.
Wisata Tambelang itu potensinya luar biasa. Ada macam-macam kegiatan yang bisa dilakukan. Yang suka memancing, tentunya bisa memancing di lokasi pemancingan, yang sumber ikannya melimpah.
Yang suka olahraga diving, dapat menikmati indahnya terumbu karang di perairan Tambelang.
Seperti disebutkan Wan Rudy, Kepala Dinas Pariwisata Bintan memaparkan, terumbu karang di Tambelang terbilang bagus, karena masuk dalam program coremap Kementerian Kelautan dan Perikanan di Bintan. Juga ada pantai-pantai dengan pasir putih di pulau-pulau kecil, Selasa (25/62024).
Tapi yang paling unik, sebutnya, adalah menikmati wisata di penakaran penyu.
Wan Rudy juga menjelaskan, ada destinasi unik. Yaitu penakaran dan penerasan telur penyu. Disana banyak tukik [anak penyu] karena ada konservasi penyu di salah satu pulau di Tambelang.
Tambelang memang menjadi salah satu tempat tujuan penyu bertelur.
Kegiatan yang unik adalah melihat penyu bertelur di pantai pulau-pulau di Tambelan. Karena banyak pulau-pulau yang jadi tempat bertelur penyu disana.
Wan berharap, kedepan ada investor yang mau mengembangkan wisata pulau pulau kecil disana seperti Tambelang.
Saat ini belum ada penginapan di Tambelang. Namun wisatawan dapat merasakan sensasi menginap di rumah-rumah warga.
Susi Air bakal menerbangi rute Tanjungpinang-Tambelang, dua kali dalam sepekan. Yaitu Selasa dan Sabtu, setiap minggu pertama dan ketiga.
Penerbangan tersebut hanya memakan waktu 1 jam 20 menit saja. Jauh lebih cepat dari perjalanan laut yang memakan waktu 20 jam.
Pulau kecil yang tak berpenghuni di perairan Kepulauan Riau.
Selain ada pulau Bintan juga terdapat 21 pulau kecil terluar di Kepri.
Ada sebanyak 21 pulau kecil terluar di Provinsi Kepulauan Riau berprospek cerah dikembangkan sebagai kawasan wisata laut, karena didukung oleh pasir dan potensi alamnya yang indah.
Mengutip seperti disebutkan Ari Sukro, Kepala Satker Pengembangan Pemukiman dan Perbatasan Riau - Kepri Ditjen Cipta Karya Kementerian PU di Pekanbaru, Riau, untuk mendukung pengembangan pulau-pulau kecil terluar tersebut ke depan tentunya dibutuhkan satu wadah, seperti Badan Perlindungan Pulau di Perbatasan Provinsi.
Dia mengatakan hal itu terkait banyaknya pulau di Provinsi Kepulauan Riau yang harus dilindungi karena juga berpotensi dicaplok oleh negara asing serta pulau tersebut bisa menjadi ancaman dari aspek pertahanan militer.
Menurut Ari, keberadaan Badan Perlindungan Pulau di Perbatasan Provinsi ini tentunya di bawah pengawasan Bappeda yang mengkoordinir sektor-sektor dan dinas terkait dalam melindungi pulua-pulau kecil terluar di daerah itu.
Didampingi Edi Putra Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] Pengembangan Kawasan Pedesaan Ditjen Cipta Karya Kementrian PU, dia mengatakan Pemerintah Kepulauan Riau perlu mendapatkan alokasi anggaran yang terkoordinir dan dikoordinasikan pada semua sektor sehingga pengembangan pulau-pulau kecil terluar itu tidak tambal sulam.
Pulau-pulau kecil di sepanjang perlintasan kapal pengangkut penumpang menuju Batam-Bintan, Provinsi Kepulauan Riau [Kepri], misalnya terlihat masih terdampak abrasi.
Beberapa bagian pulau terkikis gelombang ombak. Dari atas kapal nampak jelas pulau-pulau kecil itu mengalami abrasi.
Bagian tanah di pesisir pulau terkikis dan masuk ke laut. Air laut juga terlihat keruh berwarna coklat akibat tanah pulau yang turun.
Gugusan pulau kecil di perairan Kepri.
Hampir di semua pulau-pulau kecil di sepanjang perjalanan terdapat sisi yang terkikis atau abrasi. Terutama bagian pulau yang berhadapan langsung dengan ombak laut lepas.
Begitu juga di bagian hempasan ombak yang diciptakan oleh kapal-kapal berukuran besar yang melintas di dekat pulau.
Kebanyakan pulau yang mengalami abrasi tersebut tidak berpenghuni.
Ukuran pulau di perairan ini cukup kecil. Sangat jelas tidak ada tanda kehidupan di pulau itu.
Hanya saja pohon-pohon rindang yang membungkus pulau. Pulau berpenghuni saja luput dari perhatian, apalagi pulau tidak berpenghuni yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia.
Selama ini, pemerintah melihat eksistensi pulau menggunakan kacamata orang darat. Indikasi penyelamatan berdasarkan ada atau tidaknya penduduk di suatu pulau itu.
Padahal, ada atau tidaknya penduduk di sebuah pulau, pulau tersebut tetap berfungsi secara ekologis menjaga keseimbangan dan ekosistem pesisir.
Pulau-pulau tidak berpenghuni menjadi lokasi nelayan kecil berlindung ketika cuaca buruk melanda. Tidak hanya tempat berlindung, pulau-pulau kecil tak berpenghuni dijadikan masyarakat pesisir lokasi bercocok tanam.
Kalau di Indonesia, pulau kosong dianggap tidak ada apa-apa, bukan malah melindungi, tetapi juga dikeruk untuk di ambil sumber daya alamnya.
Keberadaan pulau-pulau kecil merupakan identitas Indonesia sebagai negara kepulauan. Sekarang identitas itu terancam oleh bencana perubahan iklim yang disebabkan ulah manusia.
Mengutip seperti disebutkan Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi, Parid Ridwanuddin, salah satu penyebab abrasi yang terjadi di pulau-pulau kecil adalah perubahan iklim.
Gelombang laut tinggi membuat pesisir pulau rusak, dan menyebabkan pengikisan.
Hal itu dirasakan masyarakat pulau beberapa tahun belakangan. Pengikisan semakin cepat terjadi.
Seperti yang dialami masyarakat pesisir Pasir Panjang, Pulau Rempang, Kota Batam, Kepri. Bibir pantai semakin dekat ke rumah mereka.
Dahulunya pernah main bola di pantai yang jauh disana, sekarang sudah dekat dengan dapur rumah, kata Islahuddin salah seorang warga Pasir Panjang.
Pria yang akrab disapa Islah ini mengaku, pesisir pantai dibelakang rumahnya sudah berbentuk tebing. Beberapa pohon juga tumbang akibat tanah yang terdapat di akarnya terkikis abrasi.
Islah bersama warga lain, menyiasati ancaman bencana abrasi ini dengan menanam mangrove di sepanjang pesisir.
Upaya itu tidak berjalan mulus, bibit mangrove banyak yang tidak tumbuh karena diterjang gelombang ombak yang kuat.
Apalagi musim angin utara, pada akhir dan awal tahun, itu ombaknya kuat menyebabkan abrasi, katanya.
Dalam situs resmi Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan terdapat beberapa faktor terjadinya abrasi di pesisir pulau.
Nelayan melaut dengan pemandangan latar belakang abrasi yang terjadi di sebuah pulau kecil di Kepri.
Pertama faktor alam, yaitu pasang surut air laut, angin di atas lautan, gelombang laut serta adanya arus laut yang bersifat merusak.
Sedangkan abrasi juga disebab ulah manusia yang mengeksploitasi sumber daya laut seperti ikan, terumbu karang dan biota lainnya.
Sehingga ketika terjadi gelombang arus laut akan langsung menuju pantai dan menciptakan abrasi.
Kedua, abrasi akibat pemanasan global menjadi salah satu pemicu. Aktivitas ekstraktif membuat lapisan bumi menipis sehingga suhu bumi meningkat.
Kenaikan suhu bumi membuat es kutub akan mencair dan permukaan air laut akan mengalami peningkatan yang dapat mempengaruhi wilayah pesisir yang rendah. Selain itu kegiatan penambangan pasir. (*)
Tags : pulau-pulau kecil, kepulauan riau, kepri, pulau tempat penyu bertelur, laut kepri, kolom redaksi,