Redaksi   2023/05/24 14:42 WIB
Kolom Opini

Sebentar Lagi akan Tiba Hajatan Demokrasi Pemilu 2024

AGENDA penting yang patut mendapatkan perhatian publik salah satunya pemilu yang akan diselenggarakan tanggal 14 Februari 2024. Maka jangan lupa sebentar lagi masyarakat Indonesia akan menghadapi hajatan demokrasi Pemilu 2024 ini.

Tidak terasa kurang dari 1 tahun lagi hajatan demokrasi lima tahunan pemilihan umum (pemilu) tahun 2024 akan berlangsung. Menjelang akhir tahun lalu, Komisi Pemilihan Umum secara resmi menetapkan 18 partai politik nasional peserta pemilu pada 14 Feberuari 2024 mendatang.

Salah satu agenda penting patut mendapatkan perhatian publik dalam pemilu 14 Februari 2024 tersebut adalah pemilihan anggota legislatif di tingkat DPR RI, DPRD provinsi hingga DPRD kabupaten dan kota.

Harus diakui sejak beberapa bulan terakhir ini, berbagai pemberitaan di media massa cetak dan elektronik serta perbincangan di media sosial mengenai pemilu 2024 makin ramai terdengar.

Akan tetapi, riuh rendah pemberitaan dan perbincangan di ruang publik terkait pemilu 2024 masih sangat didominasi oleh pembahasan mengenai para bakal calon presiden akan bertarung dalam pemilihan presiden mendatang ketimbang pemilihan anggota legislatif.

Apa boleh buat jabatan presiden dan juga wakil presiden memang terasa sangat sentral. Tidak heran apabila kemudian pemberitaan dan perbincangan di ruang publik sangat didominasi mengenai hal tersebut.

Perhatian publik pun menjadi jauh lebih besar terhadap pemilihan presiden daripada pemilihan anggota legislatif.

Selain itu, pemilihan presiden mendatang sudah barang tentu akan menampilkan beberapa pasangan calon saja sehingga perhatian dari sebagian besar orang lebih terarah kepada nama-nama bakal calon presiden.

Bandingkan dengan pemilihan legislatif di mana jumlah partai politik peserta pemilu 2024 mendatang mencapai 18 partai politik, kecuali di Provinsi Aceh terdapat tambahan enam partai politik lokal.

Jumlah 18 partai politik tersebut masih ditambah dengan nama-nama calon legislatif (caleg). Hal itu jelas membuat konsentrasi dan perhatian publik terhadap pemilihan presiden jauh lebih tinggi daripada pemilihan anggota legislatif.

Sebelum pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden digabungkan, dalam pemilu-pemilu terdahulu pun pemilihan anggota legislatif juga sudah terasa kurang greget.

Desain pelaksanaan pemilu sejak pemilu terakhir 4 tahun lalu di mana pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden untuk kali pertama dilaksanakan bersamaan dalam 1 hari, membuat eksistensi partai-partai politik serta juga caleg menjadi makin kurang terasa.

Akibat lebih lanjut dari hal itu, dalam menjatuhkan pilihan di pemilihan legislatif sangat mungkin pemilih akan cenderung melakukan secara asal-asalan. Bahkan, bukan tidak mungkin terbuka kemungkinan memilih atas dorongan imbalan pemberian uang atau barang.

Desain pemilihan anggota legislatif sangat rumit sebagai digambarkan di atas membuat pemilih akan cenderung menentukan pilihan kepada orang-orang hadir di hadapan mereka dengan turut membawa imbalan materi tertentu.

Dalam pemilihan anggota DPR RI di pemilu 2019 lalu, salah satu hal paling mencolok terjadi adalah berbagai pergeseran daerah pemilihan dan migrasi sejumlah caleg petahana untuk meninggalkan partai politik asal mereka berpindah menuju partai politik lain.

Salah satu faktor paling menentukan pergeseran dan migrasi tersebut adalah kebutuhan untuk tetap terpilih dan eksis di DPR RI serta juga eksperimen partai politik akibat perubahan regulasi pemilihan, seperti perubahan metode konversi suara menjadi dari semula memakai metode qouta hare kini metode sainte lague.

Migrasi caleg petahana terjadi melalui pembajakan kader-kader partai politik lain. Caleg-caleg petahana kembali maju di daerah pemilihan sama seperti mereka maju di Pemilu 2014, tetapi dari partai politik berbeda.

Selain migrasi caleg petahana meninggalkan partai politik asal mereka untuk berpindah menuju partai politik lain, hal lain juga menarik untuk dicermati dari pencalonan para caleg DPR RI di pemilu 2019 adalah pergeseran daerah pemilihan dialami caleg.

Mereka tidak berpindah partai politik, tetapi ditugaskan partai politik tempat mereka bernaung untuk berpindah daerah pemilihan baru dari daerah pemilihan mereka terpilih di pemilu 5 tahun lalu.

Motivasi utama partai politik mengeluarkan kebijakan pergeseran daerah pemilihan itu terutama didorong realitas politik Pemilu 2014 di mana partai politik bersangkutan tidak berhasil memperoleh kursi DPR RI dari daerah pemilihan tersebut.

Pergeseran daerah pemilihan tentu saja kabar buruk bagi pemilih. Pemilih tidak bisa melakukan evaluasi kinerja serta memberikan reward and punishment terhadap anggota legislatif petahana tersebut karena tidak lagi mencalonkan diri dari daerah pemilihan sama. Tepat pada titik inilah persoalan representasi pun mengemuka.

Selain alasan lain mengapa pemilihan anggota legislatif 14 Februari 2024 penting untuk memperoleh perhatian lebih dari pemilih adalah karena hajatan demokrasi lima tahunan itu memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia.

Bagi masyarakat yang peduli demokrasi dalam penyelenggaraan negara, pemilu merupakan sesuatu yang dipersyaratkan dan jadi tonggak pendewasaan demokrasi. Untuk itu, kualitas Pemilu 2024 juga harus ditingkatkan.

Tinggal sekitar setahun lagi masyarakat Indonesia akan menorehkan sejarah baru untuk pertama kali penyelenggaraan pemilu, pemilihan presiden, dan pilkada digelar secara serentak pada 2024.

Penyelenggaraan pemungutan suara pemilihan presiden, serta pemilihan anggota DPD, DPR, DPRD I dan II, digelar pada 14 Februari 2024. Sementara pemilihan kepala daerah digelar secara serentak pada November 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu mempunyai komitmen kuat untuk mewujudkan pemilu, pilpres, dan pilkada berlangsung jujur, adil, dan demokatis. Untuk merealisasikan komitmen itu, berbagai upaya telah ditempuh KPU dan Bawaslu, di antaranya menggelar diskusi untuk memantau kemungkinan persoalan yang akan muncul guna mencari solusi yang terbaik.

Lantas bagaimana meningkatkan kualitas Pemilu 2024 sebagai upaya pendewasaan demokrasi di Tanah Air?

KPU secara resmi telah menetapkan 17 partai politik peserta Pemilu 2024 berikut nomor urutnya. Ada sembilan partai yang mempunyai wakil di DPR dan delapan partai yang lolos verifikasi faktual.

Penetapan itu menunjukkan partai politik yang akan ikut kontestasi pesta demokrasi lima tahunan berikut nomor urutnya. Partai yang mempunyai wakil di DPR yaitu PDI-P, Partai Golkar, Gerindra, Partai Demokrat, PKB, PPP, PAN, PKS, dan NasDem. Sementara partai yang tidak mempunyai wakil di DPR, tetapi lolos verifikasi faktual yaitu PSI, Perindo, Partai Garuda, Partai Gelora, Hanura, PBB, dan Partai Buruh.

Analog sebuah pertandingan olahraga, kontestasi pemilu mempunyai pemain, yakni partai-partai politik; ada wasit, yakni KPU, Bawaslu; serta aturan main, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Peraturan KPU, dan UU No 10/2016 tentang Pilkada, dan aturan lainnya.

Setiap partai peserta pemilu, atau pilpres, dan pilkada harus patuh/taat terhadap aturan yang berlaku. Begitu pula wasit, harus tegas dan berwibawa. Itu penting karena kalau wasit tidak independen dan berwibawa, misalnya, bisa timbul konflik antarpendukung partai (supporter).

Ambisi menang pemilu bagi parpol itu boleh dan sah-sah saja. Namun, jika itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara, lewat politik uang misalnya, atau kampanye hitam, bisa berdampak buruk bagi rakyat.

Kontestasi politik lewat pemilu tak lain sebagai sarana membangun konsolidasi politik agar kehidupan politik di Tanah Air menjadi dewasa, serta muaranya menuju kematangan demokrasi.

Selain itu, pemilu merupakan sarana mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemilu harus memberi dampak pada kualitas hidup rakyat yang makin sejahtera.

Mengingat esensi demokrasi adalah persatuan dan kebangsaan, maka tak boleh ada tawar-menawar, bahwa wakil rakyat yang lolos pemilu harus wakil rakyat yang mampu menyejahterakan rakyat.

Kalau boleh jujur, keinginan mulia itu belum terlihat pada anggota DPR sekarang dan mereka belum menghasilkan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial yang bisa dibanggakan rakyat.

Pemilu dalam konteks di atas sebenarnya bukan hanya untuk memilih wakil rakyat yang legitimate sesuai pilihan rakyat, melainkan pemilu itu sendiri secara substantif membawa pesan moral agar rakyat yang telah memenuhi syarat menurut UU bisa memilih wakilnya yang mempunyai hati nurani terhadap penderitaan rakyat, sekaligus menjadi alat untuk mencapai tujuan yang bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.

Karena itu, bagi masyarakat suatu negara yang peduli terhadap demokrasi dalam penyelenggaraan negara, pemilu merupakan sesuatu yang dipersyaratkan dan jadi tonggak pendewasaan demokrasi.

Sudah menjadi kesepakan di kalangan para ilmuwan politik, seperti Dahl (1989), Almond (1974), Apter (1985), Huntington (1993), Lijphart (1984), dan Gaffar (1995), untuk memahami ada tidaknya demokrasi dalam penyelenggaraan negara diperlukan enam indikator seperti berikut.

  • Pertama, pemilu dilakukan secara bebas dan teratur dengan derajat kompetisi yang tinggi, dan partai-partai politik peserta pemilu berhak terlibat di dalamnya.
  • Kedua, sebagai konsekuensi logis dari pemilu itu sangat terbuka peluang terjadinya pergantian kekuasaan. Partai politik atau koalisi partai politik berhak berkuasa jika menang pemilu.
  • Ketiga, harus ada rekrutmen terbuka untuk mengisi jabatan publik baik di eksekutif maupun di legislatif.
  • Keempat, setiap warga negara, tanpa harus dibatasi latar belakang primordial, mempunyai hak politik yang sama untuk berserikat dan berkumpul menyampaikan pendapat.
  • Kelima, setiap warga negara berhak memperoleh informasi alternatif sehingga bukan hanya informasi yang berasal dari pemerintah. Di sini, pentingnya peran pers sebagai pilar keempat demokrasi.
  • Keenam, setiap warga negara berhak membentuk partai politik, organisasi kemasyarakatan, kelompok penekan, dan kelompok kepentingan.

Semua indikator itu dimaksudkan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah melalui pemilu yang tertib, damai, dan demokratis.

Dalam sistem demokrasi, munculnya beda pendapat hingga konflik akan disalurkan lewat lembaga pemilihan. Selain itu, demokrasi memerlukan kelembagaan yang mapan, serta norma yang disepakati bersama.

Tanpa semua itu, kita tak mungkin melaksanakan demokrasi, sehingga pemilu hanya bersifat prosedural yang akan menghasilkan wakil rakyat, tetapi tidak peduli terhadap masalah kesejahteraan rakyat. Itulah esensi Pemilu 2024 yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan pendewasaan demokrasi di Tanah Air. (***)

Tags : pemilu 2024, sebentar lagi akan tiba hajatan demokrasi, fenomena hajatan demokrasi, pilar keempat demokrasi, kesejahteraan rakyat, pesta demokrasi, kualitas pemilu, kontestasi pemilu, tulisan redaksi,