Artikel   2020/05/08 00:08 WIB

Petani Sayur Kewalahan Ditengah Pandemi Virus Corona dan Ramadan

Petani Sayur Kewalahan Ditengah Pandemi Virus Corona dan Ramadan

Pandemi virus corona mengubah pola konsumsi masyarakat dan memengaruhi bisnis makanan, yang akhirnya berdampak pada petani

class=wp-image-23103

amadan, biasanya konsumsi meningkat, tapi sekarang tak banyak memberi harapan buat petani sayuran diperparah adanya pandemi virus corona yang mengubah pola konsumsi masyarakat dan memengaruhi bisnis makanan.

Komoditas yang cocok untuk dikembangkan di Pekanbaru selama ini seperti sayuran dataran rendah [cabai, bawang merah, terong, sawi, kangkung cabut, bayam, kacang panjang dan labu siam] hasil komuditi itu merosot, kata Sambudi, petani sayuran dari Kelompok Tani Harapan Jaya, Desa Sidomulyo Barat Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru.

Selama ini hasilnya dipasarkan ke pasar tradisional juga ke pusat perbelanjaan modern tapi belum genjot konsumsi, bahkan petani saat ini merugi, walau sayuran itu banyak diminati orang untuk di konsumsi selama bulan Ramadan.

Sambudi menyatakan sudah tujuh tahun menjual hasil tanaman sayur-sayuran ini. Petani sayuran mengakui menjualnya di bulan Ramadan, jauh lebih sedikit dibanding tahun lalu. Ia meyakini, pandemi yang membatasi aktivitas warga merupakan biang keroknya. Meski jumlah pembeli menurun, ia mengaku beberapa pembeli cenderung membeli sayur dalam jumlah lebih banyak untuk konsumsi selama beberapa hari. Orang yang belanja sayur sedikit, tapi yang dibeli banyak. Bayam, kacang panjang dan labu misalnya, pembelinya sedikit, kata dia kepada wartawan belum lama ini.

Cuaca pengaruhi produksi

Diwilayah Kecamatan Tampan bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi petani. Beberapa petani mengeluhkan cuaca yang tak ideal yang mengakibatkan penurunan produksi bagi petani yang tersebar di Kota Dumai, Kabupaten Siak Sri Indetapura, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu. Tanaman bawang merah terbesar berada di Kabupaten Kampar, sedangkan di Kota Pekanbaru merupakan salah satu daerah yang didorong untuk pengembangan sayuran.

class=wp-image-23105

Taran, (50), salah seorang petani cabai di Dumai menyatakan pada musim tanam tahun ini, hasil panen cabai berkurang dibanding tahun lalu karena cuaca yang sangat panas. Tanaman cabai membutuhkan banyak air agar buahnya berkualitas. Jika kurang air, daun akan layu dan terancam mati, kata dia dikontak ponselnya.

Ia menyebut hasil panen cabai pada bulan puasa tahun ini hanya berkurang jauh bahkan menurun dibanding tahun lalu. Tahun ini saya hanya dapat Rp1 juta dari hasil memanen cabai, sangat menurun dibanding panen tahun lalu yang bisa Rp3 juta, kata Taran.

Dadang, petani sayuran di Kampar juga dihubungi menyebut intensitas hujan yang tinggi sangat berpengaruh terhadap hasil bumi. Pengaruhnya besar sekali. Tanam sayuran itu kan sekarang musim hujan, banyak hujan. Jadi sayuran itu nggak full, kadang-kadang (hasil panen cuma) 50%, kadang-kadang bisa dipanen, kadang-kadang hancur, katanya.

Hasil tani terbuang

Pembatasan sosial selama pandemi berarti banyak rumah makan harus membatasi operasi atau malah menutup usaha, yang tentu berdampak langsung terhadap pesanan hasil bumi dari petani sayur. Seperti disebutkan Sambudi petani sayuran di Tampan yang berkisah berkilo-kilo hasil taninya nyaris terbuang lantaran batal disalurkan ke konsumen tetapnya.

Kadang dibuang. Ya cuma sedikit ada 10 kg, 15 kg dibuang. Kalau bawa 50 kg atau sekuintal, kadang-kadang nggak habis, ya dibuang saja, ujarnya.

Namun Sambudi tak tinggal diam. Bersama rekan sesama petani yang bernasib serupa, melalui komunitasnya [Kelompok Tani Harapan Jaya] menemukan cara menjual sayurannya, yakni penjualan secara daring. Melalui komunitas, (jual) sayur online. Jadi kita masuk ke rumah-rumah. Kalau pesanan di bawah 50 kg kita kirimnya via ojek online, kalau satu kuintal kita langsung kirim pakai kenderaan roda dua, ujarnya.

Meski menemukan alternatif solusi, ia mengaku penjualan terus menurun. Kalau ditolak kepasar teradisional kan biasanya satu item bisa sampai lima hingga enam kuintal, bahkan bisa sampai 1 ton. Kalau ke rumah-rumah kan cuma sekilo atau dua kilo, ungkapnya yang sehari bisa mengirimkan sayuran ke konsumen rumahan.

Diakuinya, kini penghasilan petani sayur pun menurun drastis sebagai dampak dari menurunnya permintaan. Ke pasar pagi (penurunannya) hampir 40% karena masih buka. Dampaknya ke petani itu, permintaannya jadi berkurang, kalau harga fluktuatif. Ada yang naik, ada yang turun, ujarnya.

Selain berjualan daring, Sambudi mengakui cukup terbantu dengan mengirim hasil taninya ke pasar induk yang masih buka. Para petani ini mengaku bulan puasa Ramadan, di saat umumnya ada peningkatan, belum juga mengangkat konsumsi warga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang April 2020 sebesar 0.8%, perlambatan yang antara lain didorong oleh melemahnya permintaan barang dan jasa.

(Saya berharap pandemi) cepat selesai. Kalau gini terus, repot orang kecil, kekurangan untuk makan sehari-hari, kata Sambudi.

Pemesanan lewat aplikasi melonjak

Sementara banyak petani tradisional yang merugi, perusahaan teknologi agribisnis, yang melayani pesan antar sayur mayur, justru mengalami lonjakan pemesanan karena banyak konsumen tinggal di rumah. Saat pemerintah mengumumkan tiga kasus Covid-19, peningkatan penjualan anjlok. Selama kondisi wabah ini, penjualan buah, sayur, sembako, dan hasil tani lainnya (secara keseluruhan) pada TaniHub Group pada hari biasa dan sebelum adanya pandemi corona meningkat cukup besar, yaitu lebih dari 20%, kata Direktur Perlingdungan Hortikultura, Sri Wijayantie Yusuf.

Paling tidak sayuran banyak dibutuhkan warga Kota Pekanbaru tak perlu lagi didatangkan dari luar. Selain itu juga dilakukan sosialisasi adanya OPT baru spodoptera frugiperda yang perlu diwaspadai, bimbingan pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT) Ramli dan bantuan fasilitasi sarana pengendalian OPT sebagai stimulan dan upaya untuk mengendalikan serangan OPT secara ramah lingkungan.

Selama ini kegigihan petani sayuran di Pekanbaru dapat menghasilkan sayuran yang sehat dan aman konsumsi serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, dan terdapat peningkatan tajam di penjualan ke pembeli individu dan rumah tangga, yang mencapai 150%, sebutnya.

class=wp-image-23122

Propinsi Riau terletak di Pulau Sumatera dengan ibu kota Pekanbaru. Propinsi ini yang memilki luas 87.023,66 km ini memiliki petani yang semangat dalam bertanam sayuran. Selama ini sejumlah komoditas sayuran cabai, tomat dan bawang merah di Provinsi Riau sebagian besar didatangkan dari luar Riau seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Hal ini sejalan dengan kebijakan Menteri Pertanian sejak dijabat Amran Sulaiman agar pengembangan hortikultura tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Riau pun ikut mengembangkan berbagai macam sayuran.

Menurutnya, provinsi berupaya mencapai swasembada sayuran dengan memanfaatkan lahan tidur dan lahan pekarangan. Hal ini tentunya membutuhkan peningkatan kemampuan pengendalian dan penanganan OPT. Gerakan Pengendalian OPT dilaksanakan oleh UPT Proteksi Tanaman Perkebunan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau (P3H) bersama petani sebagai stimulan dalam pengamanan produksi hortikultura. Pembinaan teknis, fasilitasi sarana pra sarana pengendalian OPT ramah lingkungan dalam bentuk perbanyakan agens hayati dan pestisida nabati terus disampaikan petugas POPT setempat.

(Kami melihat) lonjakan pemesanan masih mengalami kenaikan kurang lebih lima kali lipat sebelum adanya kebijakan bekerja dari rumah dan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dari pemerintah, kata Sri.

Pemerintah pastikan pasokan aman

Mengingat disebutkan Gubernur Riau Syamsuar dalam rapat terbatas untuk membahas stok pangan menghadapi Ramadan pada bulan April lalu, Gubri selain meminta perusahaan kebun sawit membuka lahan pangan di masa pandemi corona juga meminta pemerintah daerah untuk menjamin kelancaran produksi dan distribusi bahan pangan meski ada PSBB.

Pastikan bahwa distribusi logistik, kelancaran produksi itu betul-betul tidak ada hambatan di lapangan, stok pangan cukup. Saya harapkan daerah memberi teguran yang blokir jalan-jalannya agar urusan distribusi logistik ini tidak terganggu, kata Syamsuar.

Selain itu Ia mengingatkan mengembangkan strategi sistem logistik untuk menyederhanakan rantai distribusi pangan. Salah satunya dengan mengalihkan komoditas dari daerah yang surplus ke daerah yang defisit. Untuk saat ini, setidaknya ada 12 kabupaten/Kota dalam kondisi terkendali, katanya dalma keterangannya didepan media.

Menurutnya, data Badan Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan persediaan bahan pokok pangan masih cukup hingga Juni 2020. Data badan tersebut menunjukkan cadangan beras, jagung, gula pasir dan minyak goreng. (rp. ron, kam, muf, sul/*)

Editor: Surya Dharma

Tags : -,