Sorotan   2020/05/12 14:15 WIB

Virus Corona: Haruskah Memata-matai Wilayah Perbatasan?

Virus Corona: Haruskah Memata-matai Wilayah Perbatasan?

Provinsi Riau saat ini menerapkan pembatasan sosial tertentu akibat pandemi Covid-19. Jadi, jika ada melihat seseorang melanggar ketentuan itu, bisakah melaporkannya ke pihak berwenang?

class=wp-image-20928

pakah itu bagian dari kewajiban kita sebagai warga sipil atau lebih sebagai aksi memata-matai tetangga kita? Pemerintah Provinsi Riau telah menyampaikan surat permohonan usulan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk 5 daerah yakni: 4 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi Riau.

Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Provinsi Riau Syahrial Abdi saat Konferensi Pers di Posko Gugus Tugas Covid 19 Riau, Kamis (7/5/2020) lalu. Pemprov Riau telah mengajukan usulan PSBB ke Kementerian Keseahatan untuk 5 daerah yakni: Kabupaten Kampar, Pelalawan, Siak, Bengkalis dan Kota Dumai, ujarnya.

Pertimbangan untuk pengurusan PSBB ini yakni rapat terbatas bersama Presiden pada tanggal 27 April yang lalu, untuk evaluasi pelaksanaan PSBB se-indonesia, Kemudian pada tanggal 30 April rapat Forkopimda di mana merekomendasikan untuk pelaksanaan PSBB seluruh kabupaten kota Provinsi Riau. Artinya kalau Secara geografis kita sudah memberikan dukungan menindaklanjuti PSBB kota Pekanbaru dengan daerah-daerah yang berada di sekitar kota Pekanbaru dan lintas arus barang yang kita perkirakan menjadi jalur yang penting untuk dilakukan PSBB yakni dengan mengusulkan 4 Kabupaten dan 1 Kota.

Wilayah perbatasan diperkuat

Sebelumnya Gubernur Riau Drs H Syamsuar MSi mengingatkan warganya untuk berhati-hati dan mewaspadai penyebaran virus Corona, dan fokus memperkuat wilayah perbatasan antara Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jambi.

class=wp-image-23169

Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jambi berbatasan langsung dengan Riau, jadi kita mesti mewaspadai virus corona apalagi warga tiga wilayah itu juga sudah ada yang terjangkit virus mematikan itu, kata syamsuar di Gedung Daerah Pekanbaru, Sabtu (2/5/2020).

Syamsuar menyampaikan, bila bepergian ke luar negeri sebaiknya menggunakan masker serta cek kesehatan untuk mengantisipasi sebaran virus corona. Menurutnya, lebih baik lagi jika kita membatasi diri untuk pergi ke luar daerah Riau, sehingga tidak mudah terjangkit virus tersebut. Kalau bisa batasilah ke luar Riau apalagi bagi warga yang berada di perbatasan, kalau pun ke sana harus lebih berhati-hati gunakan masker, pinta Syamsuar.

Syamusar juga menyampaikan dirinya akan memperkuat gugus tugas terkait untuk langkah dalam mengantisipasi penyebaran virus corona ini. Tetapi warga di perbatasan untuk tidak terlalu panik menyikapi virus corona. Pemerintah sudah mengantisipasi penyebaran virus corona, sudah melaksanakan dan melakukan langkah-langkah sesuai edaran dari Menteri Kesehatan. Penyuluhan kesehatan tentang waspada virus corona yang melibatkan semua pihak di daerah perbatasan khususnya di Kecamatan sangat penting, jelasnya.

Termasuk etika batuk dan penggunaan masker dan meningkatkan kewaspadaan dalam mengantisipasi penyebaran virus Corona khususnya di pintu masuk perbatasan baik meningkatkan pengawasan terhadap alat angkut, orang dan barang dari luar daerah. meningkatkan koordinasi dengan seluruh pihak seperti Imigrasi, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Bea Cukai, Karantina Pertanian, dan Karantina Ikan, di lingkungan pintu masuk ke Riau ini.

Menurutnya. sebagai upaya mencegah Covid-19 masuk ke wilayah Provinsi Riau, pada daerah perbatasan perlu dijaga ketat. Karena, provinsi tetangga, yakni Sumatra Barat dan Sumatra Utara memiliki catatan lebih banyak kasus corona sehingga rentan masuk ke Riau.

Provinsi tetangga Riau yakni Sumut dan Sumbar memiliki kasus Covid-19 lebih banyak dibanding Riau. Pak Kapolda dan Pak Indra Yovi (Juru bicara Covid-19 Riau) menyampaikan kita ini berbatasan langsung dengan beberapa provinsi yang sangat besar dampaknya (penyebaran covid-19,red) bagi Riau, kata Syamsuar.

Jumlah kasus Covid-19 yang lebih tinggi itu dikhawatirkan berdampak terhadap penyebaran Covid-19 di Bumi Lancang Kuning. Seperti Sumbar misalnya sudah di atas 100 kasus positif Covid-19. Lalu Sumut sudah di atas 100 kasusnya.

Dia mengaku telah berkoordinasi dengan Kapolda Riau, Danrem 031 Wirabima, dan instansi terkait lainnya untuk pengamanan di pos-pos perbatasan provinsi. Terhadap pos-pos pengamanan di daerah perbatasan akan dijaga ketat, sehingga kita harapkan penularan virus Corona tidak ada lagi di Riau ke depannya, pungkasnya.

Pentingnya posko diperbatasan

Akses pintu masuk ke Provinsi Riau mulai diperketat dengan membuat Posko pemeriksaan baik di lintas Provinsi Sumut, Sumbar dan Jambi provinsi tetangga, yang dijaga oleh petugas pemeriksaan kesehatan dan personil dari instansi terkait.

Selain Gubernur Riau, Syamsuar menyatakan bahwa proteksi ketat di wilayah perbatasan menjadi salah satu upaya untuk menyetop penyebaran virus Corona (Covid-19). Menurutnya, semua kendaraan yang melintas wajib berhenti untuk diperiksa, penumpang dan sopirnya, termasuk masyarakat yang melintas batas provinsi tersebut, wajib dicek kesehatannya oleh aparat gabungan.

Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan meliputi pengecekan suhu badan serta pengecekan kesehatan ringan lainnya, dan juga penyemprotan disinfektan. Selain itu, Gubernur Riau juga mengatakan, dengan adanya posko kesehatan di perbatasan, masyarakat diharapkan sadar akan pentingnya pengecekan kesehatan, terutama warga yang baru pulang dari perantauan. Dengan adanya posko dapat mencegah penularan Covid-19 melalui pemudik yang pulang kampung. Karena wilayah Riau merupakan jalur lintas Sumatra menuju, Padang, Medan, dan Jambi.

class=wp-image-23171
Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution

Sebelumnya, Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution juga telah meninjau Posko Penanganan Covid-19 diperbatasan Provinsi Riau Sumatera Barat (Sumbar). Peninjauan dilakukan bersama Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno. Wagubri mengatakan, hal ini sesuai dari arahan Gubernur Riau (Gubri) yang mengimbau masyarakat yang masuk dari Sumbar ke Riau untuk diperiksa kesehatannya. Posko pencegahan Covid-19 yang ada diperbatasan ini, difokuskan di setiap pintu masuk perbatasan di Provinsi Riau, katanya.

Edy mengharapkan, posko Covid-19 diperbatasan untuk berperan aktif dalam memeriksa setiap masyarakat yang masuk ke Provinsi Riau. Diharapkan dengan adanya posko ini, kita bisa memonitor, mendata, dan mengetahui siapa yang termasuk Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang berpotensi positif untuk cepat ditangani, tuturnya.

Dirinya juga mengimbau masyarakat untuk bersama membantu pemerintah dengan cara tidak ke luar rumah dan tidak mudik. Saya mengimbau masyarakat agar tetap di rumah, kalau tidak ada kepentingan lebih baik di rumah saja, hindari berkumpul, itu sudah termasuk membantu pemerintah, tegasnya.

Menurutnya, ada tiga pintu masuk Provinsi Riau dijaga ketat oleh Tim Gugus Covid-19 dengan mendirikan posko. Ke tiga posko didirikan, yang pertama posko perbatasan Provinsi Sumut, Jambi dan Sumbar. Posko-posko yang didirikan di pintu masuk perbatasan Provinsi guna dapat mendeteksi kedatangan orang dari luar yang akan masuk ke Provinsi Riau. Jadi setiap orang yang akan masuk ke Provinsi Riau kita lakukan penyemprotan cairan disinfektan, dan suhu tubuh penumpang dan sopir juga turut diperiksa oleh tim medis agar masuk ke Provinsi Riau dalam keadaan sehat, pungkasnya.

Wajarkah melaporkan orang lain ke pihak berwenang?

Etiskah melaporkan atau tidak melaporkan seseorang yang melanggar ketentuan hukum? Dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di perbatasan terdengar masih saja melanggar peraturan, seperti terjadi sejumlah kendaraan yang mampu melakukan berbagai cara untuk menerobos perbatasan antara Riau-Sumbar. Informasi diperoleh warga Rimbo Datar, Kampar, Riau membayar uang untuk menyebrang perbatasan itu yang dibiarkan lewat.

Sofyan, salah satu sopir mobil travel dari Riau mengakui melakukan bekerjasama dengan sejumlah pihak di perbatasan untuk memuluskan menerobos ke wilayah Sumbar. Aman kalau mudik ke Sumbar bang, warga yang mau mudik cukup bayar Rp100 ribu disekitar pos penjagan, ungkapnya, Minggu (10/5/2020).

Pemerintah Sumatera Barat sebelumnya telah melarang kendaraan masuk berdasarkan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi selama mudik Idulfitri 1441 H dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. Dalam peraturan itu, semua kendaraan dilarang masuk dan keluar dari daerah yang memberlakukan PSBB. Seperti diketahui, PSBB di Sumbar diperpanjang hingga 29 Mei.

Kepala Bidang Humas Polda Sumbar, Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, sebelumnya mengatakan bahwa ada 498 kendaraan terdiri atas 141 kendaraan roda dua, 267 kendaraan roda empat, dan 64 bus dikembalikan keasalnya. Data tersebut merupakan data hingga 6 Mei, yang dihitung sejak PSBB berlaku di Sumbar, yakni mulai 22 April.

Sebagian kecil dari kita yang tidak mematuhi itu dapat menggagalkan upaya keras yang dilakukan oleh petugas. Ini akan muncul perasaan yang sangat mengganggu melihat orang lain tidak menjalankan apa yang semestinya mereka lakukan, kata Dahrul Rangkuti, aktivis Eka Nusa yang dikontak ponselnya menyikapi masih adanya warga menerobos wilayah perbatasan yang sudah diterapkan peraturan distansing.

Ini diduga sudah melakukan kejahatan. Seharusnya semua orang melakukan kesadaran bersama mendasari keputusan itu. Tapi jarang sekali orang orang memutuskan untuk melaporkan lingkungan setempat yang menerobos perbatasan kepada otoritas setempat. Mereka tidak benar-benar tahu yang terjadi.

class=wp-image-23173

Menurutnya, tentang benar dan salah dalam melaporkan seseorang ke polisi ini juga bisa berimplikasi pada hal-hal yang tak diinginkan, termasuk terhadap pihak yang berwenang. Saya khawatir dampak pada orang-orang rentan dan yang terpinggirkan dalam sistem ini, di mana polisi diberikan hak mengambil diskresi, kata Dahrul.

Tentang apa yang boleh dan dilarang juga memicu debat saat ini. Kepolisian meminta laporan pelanggaran PSBB walau ada ruang abu-abu dalam peraturan itu. Konsep hukum itu menyatakan, polisi hanya bisa mendapatkan kewenangan luar biasa untuk menangkap dan menahan seseorang karena publik menghendakinya.

Boleh tidaknya seseorang berjalan keliling dan menerobos perbatasan yang semula sudah ditolak, pihak kepolisian pun belum menyatakan aktivitas itu apakah pelanggaran hukum. Namun seberapa efektif dorongan agar publik bisa melaporkan kesalahan orang lain, terutama saat munculnya solidaritas bersama di kala pandemi seperti ini?

Diakuinya, mengelola kepatuhan publik dan pemberdayaan sosial dalam satu waktu yang sama adalah hal rumit bagi pemerintah. Menghukum orang yang melanggar hukum adalah salah satu cara menumbuhkan kepatuhan, ujarnya.

Sanksi berat bagi petugas curang

Namun sbelumnya Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution disela sela meninjau Posko Penanganan Covid-19 diperbatasan Provinsi Riau Sumatera Barat (Sumbar) bersama Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno mengatakan, sesuai dari arahan Gubernur Riau (Gubri) mengimbau masyarakat yang masuk dari Sumbar ke Riau untuk diperiksa kesehatannya.

Posko pencegahan Covid-19 yang ada diperbatasan ini, difokuskan di setiap pintu masuk perbatasan di Provinsi Riau.

Selain itu, Edy Natar Nasution juga mengingatkan kepada para petugas di lapangan untuk tidak bermain curang dengan menerima uang dari pengendara pribadi supaya bisa lolos penyekatan. Alangkah bodohnya siapapun petugas yang melakukan [kecurangan], dan alangkah tidak manusiawi mereka bermain di tengah wabah ini. Jadi misal ada yang memanfaatkan dengan bermain di belakang, menerima uang untuk meloloskan, dijamin sanksinya akan sangat berat, kata Edy Natar Nasution.

Diakui Edy Natar Nasution, peluang kecurangan tersebut kecil karena operasi yang dilakukan melibatkan instansi lain seperti TNI, dinas perhubungan, dan kesehatan. Pemerintah sudah mengeluarkan keputusan larangan mudik yang berlaku dari 24 April hingga 31 Mei mendatang. Artinya, segala moda transportasi baik pribadi maupun umum, baik darat, laut dan udara, dilarang beroperasi untuk mengantarkan pemudik.

Larangan mudik itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19. Dalam aturan itu juga tertuang sanksi bagi yang melanggar berupa denda Rp100 juta dan hukuman kurungan satu tahun.

Dari 24 April hingga 7 Mei 2020, polisi masih menggunakan cara persuasif dengan cara menghalau atau melarang mereka saat di jalan. Namun, setelah periode tersebut, jika ada yang masih melanggar maka bisa dikenakan sanksi.

Namun Alhamran Ariawan SH MH, Praktisi Hukum dan Penggiat Lingkungan dikontak ponselnya menilai, larangan mudik demi mencegah penyebaran Covid-19 tidak akan berhasil jika hanya mengharapkan kekuatan dari petugas keamanan, tanpa ada bantuan dari publik. Disiplin itu tidak hanya untuk para aparat, tapi juga warga sendiri harus belajar disiplin bahwa kebijakan ini diberlakukan dalam rangka mencegah perluasan virus ke daerah-daerah. Selama filosofi itu tidak dipahami, maka petugas di lapangan akan terus mendapat kesulitan, sebaliknya masyarakat juga mencari-cari cara untuk melanggar, kata aktivis lingkungan tersebut.

Alhamran juga menilai petugas juga harus menyikapi adanya celah bagi pemudik menggunakan jalur tikus yang akan menciptakan dampak berlapis baik untuk keselamatan jiwa dari tindak kejahatan, hingga berpotensi menyebarkan virus kepada orang-orang selama di perjalanan.

Menurutnya, Polisi memberikan diskresi dalam pelaksanaan keputusan tersebut dengan mengizinkan warga untuk keluar atau masuk wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan zona merah penyebaran Covid-19 dengan alasan kedaruratan dan kemanusiaan.

class=wp-image-21350

Seperti mengunjungi kerabat yang sakit keras atau meninggal dunia, lalu seperti rumah di Riau kerja di Sumabr. Alasannya bukan mudik karena mudik itu dilarang. Itu semua tergantung penilaian anggota di lapangan yang menentukan, kata dia.

Tentunya diskresi diberikan setelah dilakukan pemeriksaan yang ketat seperti jika alasan keluarga sakit parah atau meninggal dunia. Petugas lapangan akan menanyakan foto, video dan menghubungi pihak keluaraga itu. Penilaiannya ketat dan tidak sembarangan.

Kalau kebijakan itu ada perkecualian pasti tidak akan pernah berhasil baik karena memunculkan celah dan kemungkinan pelanggaran. Di kasus ini, memungkinkan orang lolos dan bisa mudik dengan alasan apapun sehinga berpotensi menyebarkan virus corona, katanya.

Menurutnya, mudik berpotensi mempercepat penyebaran virus corona dan memicu lonjakan korban meninggal. Mereka yang mudik ini pulang ke kampung dan tidak tahu membawa virus karena tidak dites, lalu ketemu orang tua dan sanak saudara dan menginfeksi mereka. Dari daerah yang tidak ada virus lalu menjadi terpapar dan terjadi perluasan penyebaran infeksi, kata dia.

Ditambah lagi, mudik, ujarnya, dapat meningkatkan secara tajam jumlah orang yang terpapar virus corona dan menyebarkannya hingga ke desa-desa. Hitungan kasar, jika satu orang menularkan ke dua hingga empat orang, dan ada seribu yang membawa virus ke daerahnya. Maka satu hingga dua minggu ke depan akan ada 2.000-4.000 kasus baru. Lalu mereka menularkan lagi ke dua hingga empat orang, lalu lagi dan lagi. Bisa kita bayangkan pertambahan jumlah kasus itu? tentu akan meningkat tajam, ujarnya memperkirakan. (suryadharma panjaitan)

Tags : -,