INTERNASIONAL - Pada era keemasan emporium Inggris, pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, agama Kristen adalah bagian dari identitas Inggris.
Seperti dirilis BBCINdonesia, pada periode ini -dikenal pula dengan era Victoria karena bertepatan dengan masa kekuasaan Ratu Victoria mulai 1837 hingga 1901- sejarah mencatat ada sejumlah kecil orang yang meninggalkan Kristen dan memeluk agama Islam.
Setidaknya ada tiga warga yang kemudian dikenal sebagai pionir tokoh Muslim di Inggris. Berikut kisah mereka. Lady Evelyn Cobbold: Sadar merasa jadi Muslim ketika ditanya Paus. Pada era ini, bukan hal yang aneh bagi kelas atas untuk tertarik dengan Islam, biasanya karena didorong oleh perjalanan ke negeri-negeri Muslim.
Ini pula yang terjadi dengan Lady Evelyn Murray, anggota keluarga bangsawan di Edinburgh, yang banyak menghabiskan waktu di Skotlandia dan Afrika utara.
Ia menulis, di Afrika utara inilah ia belajar bahasa Arab
Salah satu yang saya suka adalah mengunjungi masjid bersama kawan-kawan saya dari Aljazair, tulis Lady Evelyn.
Dan secara tidak sadar, dalam hati, sebenarnya saya sudah Muslim, ungkapnya.
Di rumah keluarga yang mewah di Dunmore Park, ia suka mengamati kijang dan pandai menangkap ikan salmon. Ayahnya, Earl of Dunmore ke-7, adalah penjelajah yang melakukan perjalanan ke negeri-negeri jauh, seperti Kanada dan China. Sang ibu, yang pernah menjadi salah satu asisten pribadi Ratu Victoria, juga senang melakukan perjalanan ke luar negeri.
Mungkin dari sini, pada diri Lady Evelyn mengalir darah kesukaan melakukan perjalanan. Ia bertemu dengan John Cobbold, yang kemudian menjadi suaminya, di Kairo, Mesir. Cobbold berasal dari keluarga pengusaha sukses yang juga mengelola klub sepak bola Ipswich Town FC.
Tidak diketahui secara persis kapan tepatnya Lady Evelyn masuk Islam.
Lady Evelyn atau Lady Zainab, perempuan Inggris pertama yang naik haji. Benih-benih ketertarikan mungkin sudah tertanam ketika ia melakukan perjalanan ke negeri-negeri Muslim saat ia kanak-kanak. Yang jelas, keyakinan untuk beralih menjadi Muslimah tampak jelas setelah liburan di Roma, di mana ia bertemu Paus.
Ia menulis, Ketika Paus tiba-tiba bertanya apakah saya pemeluk Katolik, saya kaget dan saya [spontan] menjawab bahwa saya Muslim.
Ia menjelaskan ia tak tahu mengapa ia memberikan jawaban ini ke Paus. Yang jelas, ini seakan menjadi momen untuk makin giat mempelajari Islam. Pakar sejarah William Facey, yang menulis kata pengantar memoar Lady Evelyn mengatakan, sering kali orang tertarik dengan Islam dan akhirnya memeluk Islam karena aspek spiritual dari agama ini.
Menurut Facey di balik perbedaan doktrinal, sebenarnya agama-agama besar punya kesamaan asal.
Di Timur Tengah, Lady Evelyn, oleh kawan-kawan Arabnya, dikenal dengan nama Lady Zainab. Ia punya akses luas dan pernah menulis tentang pengaruh dominan perempuan di budaya Muslim.
Pada usia 65 tahun, ia menunaikan haji ke Mekah, perempuan Inggris pertama yang melakukan ibadah ini. Perjalanan dan pengalaman spiritual yang indah kemudian ia tulis dalam buku yang diberi judul Haji ke Mekah.
Tak banyak diketahui soal kehidupan Lady Evelyn setelah ia menunaikan haji. Ia sempat ke Kenya, namun selain fakta ini, praktis tak banyak terungkap sisi-sisi kehidupan pribadinya. Ia meninggal dunia pada 1963 pada usia 95 tahun di satu panti jompo di Inverness dan dimakamkan di Glencarron estate di Tanah Tinggi Skotlandia.
Di surat yang ia tinggalkan ia antara lain meminta agar dipahat salah satu ayat dari Surat An Nur di batu nisannya. Pahatan ayat Quran dirusak, mungkin oleh orang yang tidak setuju dengan pandangan ke-Islam-an Lady Evelyn. Dalam memoarnya ia menulis, Saya sering ditanya sejak kapan dan mengapa saya memeluk Islam.
Saya hanya bisa menjawab bahwa saya tak tahu kapan tepatnya kebenaran Islam masuk ke jiwa saya.
Sepertinya saya ini sudah Muslim sejak dulu.
Abdullah Quilliam: Tergerak hati lihat salat khusyuk di kapal yang diterjang angin kencang. Pengacara William Henry Quilliam tertarik dengan Islam ketika melihat orang-orang Maroko salat dengan sangat khusyuk di satu kapal feri pada 1887.
Mereka tampak tenang, tak terganggu sedikit pun oleh angin kencang maupun kapal yang terombang-ambing. Saya sangat terkesan melihat wajah-wajah teduh mereka, kata Quilliam.
Pada usia 31 tahun, ia resmi masuk Islam setelah berbincang-bincang soal agama ini di Tangiers, Maroko. Ia mengatakan bahwa Islam masuk akal, logis, saya merasa tak bertentangan sama sekali dengan keyakinan yang saya anut.
Islam tidak mengharuskan mualaf mengganti nama, namun ia memutuskan untuk menggunakan nama Abdullah. Ketika kembali ke Inggris, masih pada 1887, ia menjadi dai dan disebut ikut berperan penting dalam perpindahan agama sekitar 600 orang di seluruh Inggris.
Ia juga mendirikan masjid pertama di Inggris pada tahun tersebut di dekat Liverpool. Quilliam menulis pamflet yang merangkum aspek-aspek agama Islam yang ia beri judul Faith of Islam. Penguasa Inggris ketika itu, Ratu Victoria, meminta agar pamflet ini diterjemahkan ke 13 bahasa. Ia dilaporkan memesan enam eksemplar untuk keluarga kerajaan.
Pada 1894, sultan kekaisaran Utsmaniyah, dengan persetujuan Ratu Victoria, mengangkat Quilliam sebagai Syekh untuk Inggris Raya, yang mencerminkan peran penting Quilliam di komunitas Muslim ketika itu. Di balik pengakuan penting yang diterima Quilliam, banyak warga Muslim di Liverpool yang mendapatkan perlakuan buruk.
Mereka dilecehkan, bahkan dilempar dengan batu bata atau kotoran kuda.
Quilliam meyakini orang-orang yang menyerang warga Muslim ini telah dicuci otak sehingga percaya bahwa pemeluk Islam adalah orang-orang yang jahat.
Di Liverpool, ia dikenal suka membantu kalangan bawah dan mendorong pembentukan serikat buruh. Kariernya sebagai pengacara terhenti ketika ia membantu seorang klien perempuan yang menggugat cerai suaminya. Perempuan ini yakin suaminya selingkuh dan bersama Quilliam ia membuat jebakan. Upaya ini gagal dan izin Quilliam sebagai pengacara dicabut.
Ia meninggalkan Liverpool pada 1908 agar skandal ini tidak menjadi besar dan tidak berdampak terhadap komunitas Muslim. Ia pindah ke London dan memakai nama Henri de Leon, meski banyak yang tahu bahwa itu adalah nama baru Quilliam, kata penulis buku tentang Quilliam, Profesor Ron Geaves.
Karismanya yang meredup tak menghalangi langkahnya untuk aktif membantu pembangunan masjid di Woking pada 1889, masjid tertua kedua di Inggris. Ia meninggal dunia pada 1932 dan dimakaman di kota itu. Masjid yang ia dirikan di Liverpool pada 1887 hingga hari ini masih memakai nama Masjid Quilliam.
Robert Stanley: Baru terungkap masuk Islam 100 tahun kemudian
Narasi sejarah Muslim era Victoria biasanya banyak diisi oleh kisah kalangan menengah kelas atas yang masuk Islam. Bisa dipahami karena tradisi pencatatan mereka jauh lebih baik, kata Christina Longden, yang menemukan bahwa leluhurnya, Robert Stanley, memeluk Islam setelah ayahnya menelusuri silsilah keluarga.
Robert Stanley berasal dari kelas pekerja namun kemudian bisa menjadi wali kota Stalybridge, di dekat Manchester pada 1970-an. Longden, yang menulis buku dan naskah drama tentang Stanley, menuturkan bahwa Stanley secara berkala menulis tentang kolonialisme Inggris di penerbitan yang dikeluarkan oleh Masjid Quilliam di Liverpool.
Stanley bertemu Quilliam pada akhir 1890-an setelah ia tak lagi menjadi politisi. Keduanya kemudian menjadi teman akrab. Stanley 28 tahun lebih tua dibandingkan Quilliam, jadi mungkin ada hubungan semacam bapak-anak, kata Longden.
Stanley mengucapkan kalimat syahadat pada 1898 pada usia 70 tahun dan kemudian memakai nama Reschid. Penelusuran yang dilakukan Longden menunjukkan di Stalybridge ketika itu tak ada warga Muslim lain kecuali Stanley.
Stanley pindah ke Manchester dan meninggal dunia di kota itu pada 1911
Langkah Stanley memeluk Islam ditutup rapat oleh pihak keluarga dan baru terungkap oleh keluarga Longden pada 1998. Temuan ini Longden komunikasikan dengan cucu Quilliam yang mengatakan jika fakta ini tak diungkap, orang selamanya tidak akan tahu bahwa Robert Stanley adalah termasuk pionir komunitas Muslim di Inggris.
Kebetulan saudara laki-laki Longden, Steven, masuk Islam pada 1991 setelah belajar di Mesir. Steven mengatakan dirinya kaget, dalam konteks terkejut yang menggembirakan, begitu tahu bahwa leluhurnya adalah seorang Muslim.
Keputusan masuk Islam pada abad ke-19, yang bagi masyarakat Inggris ketika itu tentu akan dianggap sebagai keputusan yang sangat aneh, mungkin adalah bagian dari karakter Manchester yang dipunyai Robert Stanley, kata Steven. Orang tak takut memegang prinsip dan menyampaikan keyakinan yang dianut, baik itu terkait dengan politik maupun agama, tambahnya. (*)
Tags : -,