LINGKUNGAN - Suhu di Lingkar Arktika besar kemungkinan mencapai rekor pada Sabtu (27/06) mendatang, dengan temperatur diperkirakan menyentuh 38 derajat celsius di Verkhoyansk, sebuah kota di Siberia, Rusia.
Catatan mengenai temperatur di Lingkar Arktika masih harus diverifikasi, namun tampaknya 18 derajat celsius lebih tinggi ketimbang suhu rata-rata maksimum harian pada Juni. Cuaca panas pada musim panas bukan sesuatu yang jarang terjadi di Lingkar Arktika, namun suhu dalam beberapa bulan terakhir mencapai angka yang tinggi secara abnormal.
Kawasan Arktika diyakini mengalami pemanasan dua kali lebih cepat jika dibandingkan dengan rata-rata bagian dunia lainnya. Verkhoyansk, yang dihuni sekitar 1.300 jiwa, berada di dalam Lingkar Arktika. Tahun ini kota itu mengalami iklim ekstrem, dari rata-rata -42 derajat celsius pada Januari hingga 20 derajat celsius pada Juni.
Namun, gelombang panas yang muncul terus-menerus di Lingkar Arktika membuat sejumlah ahli meteorologi khawatir. Pada Maret, April, dan Mei, dinas Copernicus Climate Change melaporkan bahwa suhu rata-rata mencapai 10 derajat celsius di atas normal.
Pada awal Juni, sebagian Siberia mencatat 30 derajat celsius. Bulan sebelumnya, di Khatanga, Rusiaterletak di Lingkar Arktika sebelah 72 derajat utaramencatat rekor suhu bulan Mei sebesar 25,4 derajat celsius. Rekor suhu dari tahun ke tahun dipecahkan di berbagai tempat di dunia, namun Arktika memanas lebih cepat ketimbang tempat-tempat lain di dunia, ujar Dr Dann Mitchell, profesor bidang sains atmosfer di Universitas Bristol dirilis BBCIndonesia.
Dengan demikian, tidak mengejutkan melihat rekor dipecahkan di wilayah ini. Kita akan melihat lebih banyak kejadian seperti ini dalam waktu dekat, imbuhnya.
Apakah ini bukti perubahan iklim?
Gelombang panas di Arktika bukan sesuatu yang jarang. Pola cuaca di seluruh dunia dapat sejajar sedemikian rupa sehingga udara panas dibawa jauh ke utara dan udara dingin berpindah dari kutub ke selatan.
Selama beberapa bulan terakhir, tekanan tinggi yang berada di kawasan luas sebelah timur Rusia menjadi dominan. Hal ini mendorong angin selatan membawa udara hangat dari daerah dekat kawasan tropis, sehingga suhu lebih tinggi dari biasanya.
Akan tetapi, pola cuaca yang terus-menerus seperti ini membuat cuaca panas bertahan lama dan intens sehingga mengkhawatirkan. Ini klop dengan yang diyakini para ahli iklim akan terjadi di Arktika terkait perubahan iklim.
Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa lebih dari 30 tahun terakhir, kawasan Arktika memanas dua kali lebih cepat dari rata-rata global. Infografis di bawah ini menunjukkan bahwa di seluruh dunia, sepanjang periode 1960-2019, suhu udara rata-rata secara umum meningkat sekitar satu derajat celsius.
Meski demikian, jika Anda mendekati Kutub Utara, dengan lintang 90��, merahnya semakin kelam. Ini menunjukkan bagaimana suhu di daerah itu meningkat lebih tinggi dari kawasan lain - sekitar empat derajat celsius.
Mengapa kita harus khawatir dengan pemanasan di Arktika?
Pemanasan cuaca di Arktika berujung pada pencairan permafrost yang tadinya beku di bawah tanah. Ini membuat para ilmuwan risau karena ketika permafrost mencair, karbondioksida dan metana yang sebelumnya terkunci di bawah tanah akan lepas ke udara.
Pelepasan gas rumah kaca ini bisa mendorong pemanasan yang lebih besar dan permafrost semakin melelehatau lebih dikenal sebagai lingkaran setan. Suhu yang lebih tinggi juga bisa menyebabkan daratan beku di Arktika meleleh lebih cepat, sehingga permukaan air laut meninggi.
Hilangnya es putih di daratan Arktika, menurut BBC Weather, juga membuat tanah dan laut menyerap panas. Hal ini menyebabkan lebih banyak pemanasan. Dampak kebakaran hutan juga menjadi perhitungan. Musim panas lalu, kebakaran hutan merajalela di sejumlah bagian Arktika. Meski peristiwa tersebut jamak terjadi pada musim panas, suhu yang tinggi dan angin kencang membuat kebakaran hutan saat itu begitu parah.
Kebakaran hutan memuncak pada Juli dan Agustus. Akan tetapi, pada akhir April tahun ini, kebakaran hutan di Krasnoyarsk, Siberia, 10 kali lebih besar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menurut menteri Rusia di bidang kedaruratan.
Apakah tahun ini akan menjadi tahun terpanas?
2020 belum berakhir dan siap menjadi calon tahun terpanas. Jarang sekali sebagian besar Eropa utara dan Asia mengalami musim semi yang hangat dan awal musim panas dengan suhu 10 derajat celsius lebih tinggi ketimbang biasanya di beberapa area. Sejauh ini 2016 adalah tahun terpanas, namun jaraknya sangat dekat dengan 2020.
Tentu saja, ini bukan kejutan. Kita membuat kacau keseimbangan energi planet ini, kata Prof Chris Rapley dari University College London (UCL). Tahun demi tahun, khalayak Bumi memecahkan rekor suhu tertinggi, kata ilmuwan bidang iklim itu. Ini adalah pesan peringatan dari Bumi. Abaikan, dan kita akan menanggung bahayanya. (*)
Tags : -,