"Bagi banyak orang, 2020 adalah tahun malapetaka yang penuh kesuraman dan sesi Zoom tanpa akhir, bahkan beberapa orang yang menyebut tahun yang dilanda pandemi ini sebagai yang terburuk"
etika melihat kembali ke masa-masa sebelumnya, berbagai macam situasi ternyata bisa menjadi jauh lebih buruk lagi, dan mungkin kita perlu mensyukuri hal-hal yang baik yang kita alami. Seperti dituliskan BBC News Indonesia merilis beberapa hal terburuk yang terjadi pada tahun 2020 dan membandingkannya dengan yang terburuk yang pernah terjadi dalam sejarah.
Tahun 2020, banyak orang meninggal dunia akibat Covid-19
Per 17 Desember, Covid-19 telah menulari lebih dari 74,5 juta orang dan membunuh lebih dari 1,6 juta orang di seluruh dunia, menurut data yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins. Tapi angka itu ternyata masih jauh lebih rendah dari pandemi yang terburuk di dunia - dan bahkan, ada beberapa yang lebih buruk. Wabah Kematian Hitam, atau 'The Black Death' - yang paling parah dari banyak kejadian wabah penyakit pes - menewaskan 25 juta orang di Eropa dan hampir 200 juta orang di seluruh dunia pada tahun 1346.
Ekspedisi Spanyol dan Portugis membawa cacar ke benua Amerika pada tahun 1520 dan menewaskan antara 60% hingga 90% penduduk asli benua itu. Flu Spanyol melanda seluruh dunia pada tahun 1918, setelah menyebar ketika para tentara kembali dari Perang Dunia I. Penyakit itu membunuh hingga 50 juta orang, atau setara dengan 3-5% dari total populasi seluruh dunia. HIV/AIDS telah membunuh lebih dari 32 juta orang sejak awal epidemi pada 1980-an.
Tahun 2020, banyak orang kehilangan pekerjaan
Dampak ekonomi dari pandemi ini sangat besar dan juga berdampak pada mata pencaharian masyarakat di seluruh dunia. Namun, tingkat pengangguran masih belum mencapai tingkat yang terjadi selama Depresi Hebat tahun 1929-1933. Dan tahun 1933 merupakan tahun yang sangat buruk. Di Jerman, di mana saat itu satu dari tiga orang menganggur, seorang politisi populis bernama Adolf Hitler mulai berkuasa.
Memang benar bahwa sebagian besar dunia menghabiskan sebagian besar tahun ini di rumah dan jauh dari orang yang mereka sayangi. Tetapi pada tahun 536, sebagian besar dunia bahkan tidak bisa melihat langit. Kabut misterius menenggelamkan Eropa, Timur Tengah dan sebagian Asia ke dalam kegelapan - siang dan malam - selama 18 bulan, menurut sejarawan dan arkeolog Abad Pertengahan dari Harvard, Michael McCormick. Itu adalah "salah satu periode terburuk, bahkan tahun terburuk" untuk hidup di sebagian besar belahan dunia, menurut pendapatnya.
Itu adalah awal dari dekade terdingin dalam 2.300 tahun terakhir - dimana panen gagal, orang-orang kelaparan. Itu semua mungkin disebabkan oleh letusan gunung berapi yang dahsyat di Islandia - atau mungkin di Amerika Utara - yang menyemburkan abu ke belahan bumi utara. Diperkirakan kabut vulkanik itu terbawa angin melintasi Eropa dan, kemudian, Asia, yang menghasilkan cuaca dingin yang mematikan.
Tahun ini memang secara historis merupakan tahun yang buruk bagi industri pariwisata global. Libur natal dan tahun baru dibatasi ketat, industri hotel khawatir 'semakin terpuruk'. Tetapi jika Anda merasa agak terkurung di rumah, luangkan waktu untuk memikirkan leluhur kita. Mulai dari sekitar 195.000 tahun yang lalu, homo sapiens secara keseluruhan menghadapi pembatasan perjalanan yang cukup ketat. Ini adalah awal dari periode yang sangat dingin dan kering yang berlangsung puluhan ribu tahun, atau yang dikenal sebagai Marine Isotope Tahap 6. Beberapa ilmuwan, seperti arkeolog Profesor Curtis Marean dari Institute of Human Origins, percaya bahwa kekeringan yang diakibatkannya hampir menyapu bersih populasi manusia.
Dia mengatakan umat manusia diselamatkan dengan berlindung di sebidang tanah di pantai selatan Afrika, yang secara tepat dijuluki "Taman Eden", tempat mereka belajar untuk hidup dari makanan laut.
Tahun 2020, sebuah ledakan dahsyat menghancurkan pelabuhan Beirut
Ledakan pada tanggal 4 Agustus adalah hasil dari ledakan yang tidak disengaja akibat sekitar 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan secara tidak benar. Ledakan itu menewaskan sekitar 190 orang, serta mencederai lebih dari 6.000 orang. Kejadian itu adalah salah satu ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah, kata para ahli, setara dengan satu kiloton TNT. Itu adalah satu per dua puluh ukuran bom Hiroshima.
Namun pada Desember 1984, ribuan orang di kota Bhopal di India tewas akibat kebocoran dari pabrik kimia setempat yang mengakibatkan salah satu bencana industri terburuk dalam sejarah modern. Pemerintah India mengatakan sekitar 3.500 orang meninggal dalam beberapa hari, dan lebih dari 15.000 orang tewas di tahun-tahun setelahnya akibat penyakit paru-paru yang fatal.
Efek dari kabut mematikan yang menyelimuti kota itu bertahan selama beberapa dekade - beberapa masih hidup dengan derita dari dampaknya hingga hari ini.
Pada tahun 2020, hampir tiga miliar hewan terbunuh atau telantar selama kebakaran hutan yang menghancurkan Australia (yang dimulai pada akhir 2019). Selain menewaskan sedikitnya 33 orang, kobaran api dahsyat yang melanda sebagian besar Australia musim panas lalu menyebabkan kehancuran pada banyak satwa liar unik negara itu. Mamalia, reptil, burung dan katak mati dalam kobaran api atau karena hilangnya habitat.
Tetapi pada bulan September 1923, gempa bumi memicu badai api yang luas - dan bahkan tornado api - yang menyebabkan lebih dari 140.000 kematian di Tokyo dan Yokohama di Jepang. Itu berarti 140.000 orang mati, bukan koala. Jadi, dalam banyak hal, 2020 adalah tahun yang sangat sulit. Pandemi membuat kita semua panik membeli dan menjaga jarak, jenuh dengan lockdown, sanitasi tanpa henti, dan bersalaman dengan siku.
Tapi sebagai alternatif dari menyimak kesuraman melalui media sosial, mari fokus pada hal positif. Ini juga merupakan tahun di mana… Dan ini adalah tahun di mana Kamala Harris membuat sejarah sebagai perempuan pertama, perempuan kulit hitam pertama, orang pertama keturunan Asia Selatan, dan anak pertama dari seorang imigran yang terpilih sebagai wakil presiden Amerika Serikat.
Orang-orang di seluruh dunia mengambil bagian dalam demonstrasi besar-besaran melawan ketidaksetaraan rasial, menawarkan harapan untuk perubahan di masa depan. Ada juga kabar baik bagi lingkungan, karena semakin banyak perusahaan berjanji untuk mengurangi emisi karbon mereka. Faktanya, komitmen target nol emisi karbon oleh pemerintah daerah dan bisnis berlipat ganda pada tahun 2020, menurut PBB. Di antara mereka yang bergabung adalah Facebook, Ford dan Mercedes-Benz.
Dan jika ini tidak cukup, dan kita harus meninggalkan planet ini pada suatu saat, NASA mengumumkan pada Oktober bahwa ada lebih banyak air di Bulan daripada yang diperkirakan sebelumnya, sebuah penemuan yang dapat membantu mempertahankan misi di masa depan. Tetapi jika kita bertahan di bumi, semoga kita telah memahami beberapa pelajaran dari pandemi tahun 2020.
Tahun 2020, Asia menderita resesi
Asia Pasifik menderita akibat resesi terburuk sepanjang ingatan masyarakat, namun kini berupaya pulih, kata Dana Moneter Internasional (IMF). Perkiraan pertumbuhan di kawasan itu kembali diturunkan dari 1.6% ke -2.2% untuk tahun ini. Akan tetapi, menurut IMF, ada secercah harapan untuk bangkit hingga mencapai hampir 7% tahun depan. China akan memainkan peranan besar dalam pertumbuhan di kawasan Asia Pasifik tahun depan, seiring munculnya data terbaru yang menunjukkan pemulihan setelah keterpurukan akibat virus corona.
Meski demikian, masih ada banyak awan hitam mengingat sejumlah negara, seperti India, Filipina, dan Malaysia, masih berjuang memerangi penularan Covid-19. "Lukanya akan dalam," sebut IMF, seraya merujuk investasi rendah yang bakal terkena dampak tidak langsung hingga pertengahan dekade. Tak hanya berurusan dengan imbas pandemi, negara-negara di kawasan Asia Pasifik juga terpengaruh perang dagang AS-China serta ketegangan antara kedua negara adidaya ekonomi tersebut.
Berbicara kepada BBC pada Kamis (22/10), Jonathan Ostry selaku direktur pelaksana IMF untuk Asia dan Pasifik, mengatakan: "Untuk kawasan yang sangat berorientasi ekspor, ini akan menjadi risiko besar ke depannya". "Kami khawatir adanya decoupling pusat-pusat teknologi besar—tidak hanya di China dan AS tapi lebih luas, yang bakal membuat perdagangan hi-tech memudar dan menyebabkan ketidakefisienan produksi". Awal pekan ini, China merilis data kuartal Juli-September yang memperlihatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9% jika dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu.
Berita baiknya adalah IMF mengestimasi pertumbuhan kawasan Asia Pasifik mencapai 6,9% pada 2021, namun hal ini bergantung pada banyak faktor, termasuk pemutusan penyebaran virus corona. "Dengan rangkaian kebijakan yang tepat dan sokongan internasional ketika diperlukan, mesin-mesin Asia bisa kembali bekerja sama dan memberi tenaga terhadap kawasan untuk menuju ke depan," kata Ostry.
Salah satu tantangannya adalah mendiversifikasi ekonomi negara-negara Asia dari ketergantungan pada ekspor, yang disebut IMF "dalam tahap pengembangan".
Indonesia alami resesi
Indonesia resmi mengalami resesi akibat pandemi Covid-19 setelah perekonomian kuartal ketiga tercatat minus dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Ini adalah resesi pertama setelah krisis moneter tahun 1998. Secara teori, resesi akan terjadi jika suatu negara mencatatkan pertumbuhan minus dalam dua triwulan berturut-turut. Sebelumnya, pada kuartal kedua tahun ini, perekonomian Indonesia tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,32%.
Penurunan kuartal ketiga diumumkan Kepala BPS, Suhariyanto, dalam konferensi pers yang digelar virtual pada Kamis (05/11). "Secara tahunan (y-o-y), meski pertumbuhan ekonomi kita masih mengalami kontraksi sebesar 3,49% tapi kontraksinya tidak sedalam kuartal dua, yang sebesar 5,32%. "Artinya terjadi perbaikan. Kita berharap triwulan keempat situasinya menjadi lebih baik apalagi dengan adanya pelonggaran PSBB," kata Suhariyanto.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi di kuartal ketiga, akan minus 2,9% hingga 1%. Suhariyanto menambahkan, dibandingkan kuartal sebelumnya (q-to-q), terjadi pertumbuhan sebesar 5,05%, tren yang disebut Suhariyanto menunjukkan "arah yang sangat positif". Pertumbuhan yang ada salah satunya dikerek pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah yang meningkat sebanyak 9,76% dibanding tahun 2019.
Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan pengumuman yang secara resmi menempatkan Indonesia dalam posisi resesi itu tidak mengejutkan. "Menurut saya ini bukan sesuatu yang surprising karena kondisi ekonomi yang extraordinary (di luar biasanya) dan memang banyak negara yang sudah masuk kategori resesi. Kita nggak perlu terlalu khawatir tentang status ini dan harus fokus terhadap penanganan pandemi dan bagaimana proses pemulihan ekonomi ke depan karena resesi ini sulit dihindari," ujar Teuku Riefky.
Ia memprediksi perekonomian yang minus juga masih akan terjadi di kuartal empat juga kuartal pertama tahun 2021 karena pandemi yang belum selesai. Ia mengatakan sejauh ini pemerintah "tidak terlalu perform" dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Akibatnya, angka pandemi Covid-19 masih tinggi, hal yang mengakibatkan lesunya ekonomi karena pengusaha belum berani melakukan ekspansi bisnis, sementara masyarakat masih memilih menyimpan uang alih-alih berbelanja.
Di sisi lain, menurut data BPS, negara lain seperti China dan Vietnam sudah mengalami pemulihan ekonomi, yang tercermin dari pertumbuhan positif di kuartal ketiga. China mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,9% dan Vietnam di kisaran 2,6%, hal yang menurut Teuku Riefky dikarenakan penanganan pandemi virus corona yang efektif akibat lockdown ketat. Namun, Teuku Riefky mengatakan 'total lockdown' memang sulit dilakukan di Indonesia karena pengeluaran pemerintah akan sangat besar. "Jadi bagaimana jalan keluarnya? Baik pemerintah maupun masyarakat harus menentukan titik tengahnya. Kalau memang pemerintah tidak bisa melakukan total lockdown, maka masyarakat harus bisa melakukan aktivitas ekonomi yang terbatas, tapi tetap bisa menjaga protokol kesehatan. Memang growth (pertumbuhannya) tidak akan bisa setinggi China dan Vietnam setelah fase lockdown, tapi this is the best we could afford (yang terbaik yang bisa kita lakukan)," ujarnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengatakan kondisi ekonomi "sangat tergantung bagaimana perkembangan kasus Covid-19 dan bagaimana pandemi ini akan mempengaruhi aktivitas ekonomi". Pada 25 Agustus lalu, Sri Mulyani mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga berada di kisaran 0 persen hingga -2%. Adapun untuk keseluruhan tahun 2020, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di kisaran -1,1 persen hingga 0,2 persen.
Saat itu, Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan negatif pada kuartal III mungkin saja terjadi karena tingkat konsumsi masyarakat masih lemah, meski mendapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Sri Mulyani juga mengatakan, kunci utama untuk mengerek kinerja perekonomian pada kuartal III adalah investasi dan konsumsi domestik. "Kalau tetap negatif meski pemerintah sudah all out maka akan sulit untuk masuk ke zona netral tahun ini," ujar Sri Mulyani sebagaimana dilaporkan wartawan Resty Woro Yuniar September lalu.
Dalam pengumuman pada Rabu (05/08), BPS menyatakan angka Produk Domestik Bruto pada triwulan II 2020 menyusut sebesar 5,32%. Penyusutan ini lebih besar dari prediksi pemerintah dan Bank Indonesia. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi PDB di kuartal II akan jatuh -3,8%, sementara Bank Indonesia memprediksi penurunan sebesar -4,8%. "Perekonomian Indonesia pada triwulan II 2020 secara y-o-y, dibandingkan triwulan II 2019 mengalami kontraksi sebesar 5,32%. Kalau kita bandingkan dengan triwulan I 2020, atau q-o-q, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II ini juga mengalami kontraksi -4,19%," ujar Suhariyanto, Kepala BPS.
Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan bahwa kontraksi PDB itu berarti "situasi resesi ekonomi sudah di depan mata". "Di kuartal III kemungkinan besar kita akan resesi, kalau melihat kuartal II ini kita cukup dalam minusnya," kata Bhima pada September lalu.
"Yang perlu diperhatikan ini kan adanya penurunan tajam pada konsumsi rumah tangga, karena adanya pandemi membuat masyarakat tidak yakin untuk berbelanja, dan akhirnya berpengaruh juga pada industri manufaktur yang turun dan sektor perdagangan turun."
Ia mengatakan, ini adalah penurunan ekonomi tahunan Indonesia terburuk pertama sejak dihantam krisis moneter 1998—ketika itu, ekonomi Indonesia anjlok sampai minus 13,13%. "Resesi itu kan dua kuartal berturut-turut [pertumbuhan PDB] kita negatif, resesi yang sesungguhnya itu nanti ketika kita kuartal ketiga kita akan negatif," ujar Bhima.
"Tapi ini ketika penurunannya relatif tajam secara year-on-year, maka bisa dikatakan ini resesi technical, jadi secara data ini sudah menunjukkan adanya resesi karena penurunannya cukup tajam karena tidak mungkin di kuartal III bisa kembali positif."
Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan PDB pada kuartal I sebesar 2,97%. Indef memprediksi bahwa penurunan di kuartal III akan sebesar -1,7%. Jika ekonomi memasuki resesi, para pencari kerja di Indonesia bisa kesulitan mencari lowongan pekerjaan dalam beberapa bulan ke depan. Pendapatan korporasi dan pelaku usaha juga bisa menurun lantaran berkurangnya daya beli masyarakat, kata seorang pengamat. Menteri Keuangan Sri Mulyani telah dua kali membeberkan proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam kuartal berjalan dan beberapa kuartal ke depan, dan proyeksinya suram.
Pertumbuhan PDB di kuartal III, yang dimulai per Juli, diprediksi akan tumbuh di kisaran 1,4%, atau melemah sampai minus 1,6%. Untuk kuartal IV, pemerintah Indonesia berharap ekonomi mulai mencatatkan pertumbuhan 3,4%, atau paling sedikit 1%. "Kami harapkan di kuartal III dan kuartal IV (2020), pertumbuhannya bisa recover (pulih), dalam hal ini bisa 1,4 persen atau kalau seandainya kita dalam zona negatif, bisa saja minus 1,6 persen.
"Itu yang saya sebutkan technically kita bisa resesi kalau kuartal II negatif, kuartal III nya juga negatif, maka Indonesia secara teknis bisa resesi," kata Sri Mulyani saat rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (22/06).
Sulitnya mencari lapangan pekerjaan
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, dampak dari resesi yang berpotensi paling dirasakan masyarakat adalah sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, disusul dengan jatuhnya daya beli masyarakat karena berkurangnya pendapatan. "Kenapa lapangan pekerjaan jadi susah [ditemukan]? Karena aktivitas-aktivitas ekonomi belum kembali normal. "Kemarin dunia usaha mengatakan, begitu ada pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karena masih harus memenuhi protokol Covid-19, maka pekerja-pekerja yang mereka rumahkan tidak full 100 persen mereka bisa pekerjakan kembali. "Kemungkinan, untuk rata-rata industri, yang bisa mereka pekerjakan kembali tinggal 50 persen, artinya 50 persen sisanya ini, yang sudah terlanjur terdepak dari lapangan kerja ini, mereka harus mendapatkan pekerjaan dari mana?" kata Enny.
Apa itu resesi?
Enny Sri Hartati, direktur Indef, mengatakan bahwa ekonomi sebuah negara bisa dikatakan mengalami resesi jika terjadi "penurunan ekonomi secara eksesif". Enny mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga masih menjadi kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia mencatatkan inflasi yang sangat rendah pada bulan Mei, hanya 0,07 persen, salah satu indikasi bahwa daya beli masyarakat sedang sangat jatuh. Inflasi merupakan kenaikan harga barang-barang dan jasa yang salah satunya disebabkan oleh melonjaknya permintaan. Oleh karenanya, daya beli masyarakat yang lemah bisa menurunkan tingkat inflasi.
Belanja rumah tangga jelang Hari Raya Idul Fitri dan sepanjang Ramadan, yang tahun ini jatuh pada bulan Mei, selama ini bisa diandalkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di kuartal yang mencakup bulan dan hari suci umat Islam tersebut. Rendahnya daya beli masyarakat saat Lebaran bisa menjadi indikasi bahwa ekonomi pada periode April-Juni tidak tumbuh dan justru melemah, atau minus. Resesi akan terjadi jika Indonesia mencatatkan pertumbuhan minus dalam dua triwulan berturut-turut. "Kalau di triwulan dua, otomatis karena ada pemberlakuan PSBB dan dampak pandemi yang telah berjalan lebih dari dua bulan terhadap daya beli dan konsumsi rumah tangga, yang dampaknya jauh lebih besar daripada di triwulan satu. Maka banyak yang memberikan simulasi bahwa [pertumbuhan ekonomi] untuk triwulan dua sudah pasti minus," jelas Enny.
"Cuma minusnya berapa, itu sangat tergantung dari bansos dari pemerintah, seberapa efektif, itu untuk menopang penurunan daya beli masyarakat. Tapi kalau kita lihat dari rilis Badan Pusat Statistik [BPS] di bulan Mei, inflasi sangat rendah hanya 0,07%, padahal ada hari raya, itu menunjukkan bahwa mitigasi dalam hal perlindungan sosial relatif tidak efektif. Daya beli masyarakat benar-benar drop. Yang kedua, adalah penjualan ritel yang juga minus untuk bulan April dan Mei, sehingga itu yang menyebabkan potensi kita menghadapi kontraksi ekonomi, kalau tidak disebut resesi atau pertumbuhan minus, itu sangat besar," tambahnya.
Apa upaya pemerintah mengatasinya?
Juru bicara Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan bahwa pemerintah telah mencoba upaya terbaiknya agar penyaluran stimulus-stimulus dan anggaran, yang tercakup dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar 695,20 triliun rupiah, efektif di lapangan. "Stimulus fiskal yang sudah dikeluarkan pemerintah, satu per satu mulai diimplementasikan, tentunya dengan berbagai dinamika di lapangan, mengingat pertama, peristiwa [pandemi Covid-19] ini shocking, kepada kita semua, di mana kita harus cepat-cepat menyiapkan uang dan tata kelolanya juga. "Jadi saya kira semua pihak mencoba at their best effort untuk melakukan hal ini," kata Rahayu.
Ia menambahkan, Kemenkeu telah menyiapkan tim yang khusus memonitor dan mengevaluasi penyaluran stimulus dalam program PEN tersebut. "Per tiga hari kita melakukan konsolidasi dan setiap minggu ini dibicarakan dengan Menkeu untuk dicarikan solusi-solusinya seperti apa. "Ini supaya penyerapan terjadi lebih cepat dari anggaran yang sudah dialokasikan. Kedua supaya cepat sampai ke beneficiaries atau mereka yang menikmati manfaat [program] tersebut. Kita tidak punya luxury time berlama-lama dan ini butuh kolaborasi bersama," ujar Rahayu.
Berapa lama resesi akan terjadi?
Terakhir kali Indonesia mengalami krisis ekonomi masif adalah pada krisis moneter 1997-1998. Enny Sri Hartati mengatakan Indonesia membutuhkan waktu lebih dari lima tahun untuk bangkit. "Berdasarkan pengalaman kita menghadapi krisis '97-'98 saja tidak cukup lima tahun untuk benar-benar pulih. Dampak pandemi itu jauh lebih berat daripada krisis '97-'98. "Karena krisis '97-'98 itu hanya beberapa sektor yang berdampak, kali ini dampaknya seluruh sektor," kata Enny.
Meski demikian, Enny mengatakan pemerintah nampaknya telah mengantisipasi krisis ekonomi akibat pandemi akan berlangsung selama tiga tahun, jika melihat dari sikap pemerintah yang menerbitkan aturan soal relaksasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang membolehkan defisit APBN di atas 3% selama tiga tahun. Defisit APBN terjadi apabila pengeluaran negara lebih besar dari pendapatannya. Dalam krisis ekonomi, pemerintah mungkin menggontorkan pengeluaran yang lebih besar untuk merangsang daya beli masyarakat lewat program-program seperti bantuan sosial atau pengurangan bunga atas cicilan kredit masyarakat. "Artinya mereka memprediksi dalam tiga tahun minimal [ekonomi] bisa pulih, artinya 'pulih' itu adalah kegiatan ekonomi sudah mulai normal. Tapi kalau pulih yang benar-benar mampu untuk akselerasi [pertumbuhan] dan sebagainya, itu tergantung pada respon kebijakan pemulihan ekonomi selama 2-3 tahun [ke depan] ini," jelas Enny. (*)
Tags : Tahun 2020 Suram, Covid-19, Wabah Mematikan,