PANDEMI Covid-19 telah mengubah kebiasan berkantor untuk sebagian besar industri di seluruh dunia. Di tahun 2021, banyak pelajaran yang tercatat seiring dengan dinamika pandemi yang terus berkembang.
Pada tahun 2021, timbul asumsi bahwa kerja di kantor akan kembali ke situasi yang lebih konsisten, bersandar pada perencanaan yang lebih konkret dibandingkan pada tahun 2020. Namun, bagi sebagian besar tenaga kerja di dunia, hal itu tidak terjadi.
Justru, 2021 menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa apa yang akan menjadi 'normal' di dunia kerja merupakan target yang terus-menerus berubah.
Ada sejumlah tema yang menonjol terkait situasi pekerjaan sepanjang tahun 2021, yang kemungkinan tidak akan hilang tahun depan, dan bahkan mungkin tahun-tahun mendatang.
Tidak butuh waktu lama bagi sejumlah besar pekerja untuk mengetahui betapa mereka menyukai pekerjaan jarak jauh, dan semua keuntungan-keuntungan yang menyertainya.
Tetapi pada tahun 2020, perubahan pengaturan kerja terasa reaktif terhadap pandemi, dan sulit bagi karyawan untuk mengetahui peraturan mana yang akan bertahan. Setahun berlalu, sebagian besar pekerja sudah terlanjur terbiasa dengan fleksibilitas.
Para pekerja sekarang hidup di dunia dengan struktur kerja yang berbeda, mereka terbiasa dengan komunikasi asinkron, bahkan pekerjaan jarak jauh secara permanen. Banyak perusahaan sekarang memberi staf lebih banyak kebebasan untuk memilih di mana mereka bekerja.
Perusahaan seperti Unilever di Selandia Baru, dan bahkan sebuah negara, seperti Islandia, telah bereksperimen dengan kebiasaan empat hari kerja dalam seminggu.
Lebih banyak perusahaan dan negara meluncurkan program percobaan; Spanyol, misalnya, diperkirakan akan meluncurkan uji coba 32 jam kerja per minggu pada tahun 2022.
Perubahan dan eksperimen ini dinilai baik untuk tenaga kerja
Banyak yang melaporkan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik dalam pengaturan yang lebih fleksibel (meskipun rata-rata hari kerja secara global menjadi lebih panjang selama pandemi). Sejumlah pekerja mengatakan mereka akan berhenti jika atasan memanggil mereka kembali ke kantor secara permanen.
Selain itu, dengan lebih banyak lapangan pekerjaan terbuka daripada kesediaan jumlah pencari kerja untuk mengisinya, pekerja saat ini memiliki pengaruh yang sangat besar yang dapat menekan perusahaan untuk mempertahankan pengaturan ini secara permanen.
Tentu saja, ada kemungkinan bahwa beberapa dari pengaturan kerja baru ini tidak akan bertahan, terutama jika pasar tenaga kerja semakin ketat dan karyawan memiliki suara yang lebih sedikit daripada yang mereka miliki sekarang. Semakin banyak perusahaan berkomitmen pada praktik kerja baru untuk mengakomodasi keinginan pekerja
Hal ini sebagian besar diperkirakan terdorong oleh fenomena 'The Great Resignation' (Pengunduran Diri Besar-Besaran) yang menjadi sorotan pada tahun 2021.
Eksodus pekerja massal dan perombakan tenaga kerja ini paling banyak tercatat di AS, di mana jumlah pekerja Amerika meninggalkan pekerjaannya mencatat rekor.
Tren serupa tampaknya akan muncul di Inggris, di mana para pekerja semakin melaporkan keinginan untuk ganti pekerjaan, atau berhenti sama sekali. (Data tentang fenomena di negara lain bervariasi; misalnya, di Australia, pekerja lebih banyak bertukar pekerjaan daripada berhenti secara massal.)
Di seluruh dunia, para pekerja yang mengundurkan diri, mempertimbangkan berhenti atau melompat posisi lain memberikan tekanan pada pemberi kerja untuk menawarkan fasilitas yang lebih baik untuk menarik dan mempertahankan bakat.
Dan apa yang diinginkan pekerja telah berubah. Mereka melaporkan meminta tunjangan yang lebih dipersonalisasi, akses ke layanan kesehatan mental, bantuan pengasuhan anak, tunjangan pekerjaan rumah dan fleksibilitas dengan pengaturan kerja mereka.
Banyak perusahaan telah melangkah untuk memenuhi keinginan ini, dan lebih banyak lagi telah mengumumkan rencananya.
Sepanjang musim panas, perusahaan-perusahaan besar termasuk LinkedIn dan Nike tutup sepenuhnya selama berhari-hari dan berminggu-minggu untuk kesehatan mental. Ini adalah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam masyarakat kapitalis yang didorong oleh produktivitas.
Namun, perusahaan lainnya belum tentu mengenali atau menjawab panggilan baru untuk tunjangan dan pengaturan kerja yang berbeda.
Sektor-sektor tertentu, seperti keuangan dan konsultasi, didorong untuk kembali ke bisnis seperti biasa sebelum pandemi.
Ketimpangan yang semakin melebar di antara pekerja
Pandemi telah mengekspos dan menciptakan lebih banyak ketidaksetaraan. Untuk pekerja garis depan dan sektor layanan, kembali bekerja di dunia yang masih kacau dan tidak pasti bukanlah pilihan.
Banyak karyawan ini bekerja di bawah tekanan tinggi karena bisnis kekurangan staf di tengah kekurangan tenaga kerja, di antaranya seperti perhotelan dan transportasi yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi.
Sementara, akses ke pekerjaan jarak jauh yang efisien dan nyaman tidak sama untuk semua pekerja, karena fasilitas dasar seperti internet berkecepatan tinggi yang andal tidak diberikan untuk semua, juga tidak ada ruang untuk bekerja dengan nyaman atau tenang.
Pekerja pemula dan pekerja yang lebih muda pada umumnya merupakan yang paling terdampak, hal yang menjadi salah satu alasan mereka meminta kembali ke kantor, setidaknya beberapa hari dalam seminggu.
Ketimpangan bagi karyawan perempuan juga muncul
Seperti yang terjadi pada tahun 2020, tahun ini, perempuan secara tidak proporsional keluar dari angkatan kerja; di AS, hingga September 2021, ratusan ribu perempuan meninggalkan pekerjaan.
Ada juga kekhawatiran bahwa perempuan yang dapat kembali ke dunia kerja dan melanjutkan karir mereka mungkin tertinggal dari para rekan kerja pria yang secara konsisten bekerja di kantor, karena bias kehadiran dan kedekatan - yang berpotensi memperburuk kesenjangan gender.
Beban berat dari perburukan keseimbangan kehidupan kerja
Beberapa pekerja melaporkan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik pada tahun lalu - terutama, karena pekerjaan jarak jauh dan fleksibel. Tapi itu tidak berlaku secara universal.
Tanpa perjalanan pulang pergi atau pintu kantor untuk keluar, banyak pekerja merasa lebih sulit menarik garis tegas antara kehidupan pribadi dan profesional.
Mereka meraih ponsel mereka setiap saat
Dalam banyak situasi, tidak jelas apakah bos benar-benar ingin pekerja online sepanjang waktu, atau jika tekanan datang dari pekerja itu sendiri.
Tidak mengherankan, kelelahan dan lembur yang tidak dibayar menjadi semakin parah. Terutama di kalangan kelompok tertentu seperti manajer tingkat menengah dan perempuan.
Meskipun beberapa perusahaan mencoba untuk mengatasi masalah keseimbangan kehidupan kerja, dan mendorong karyawan untuk menjauh dari ponsel mereka, masih sulit bagi banyak orang untuk menghindari kerja berlebihan.
Masih jauh dari menyempurnakan sistem kerja 'hibrid'
Banyak yang memimpikan bahwa 2021 adalah awal mula sistem pekerjaan hibrid bisa maksimal. Banyak perusahaan bahkan mengeluarkan uang untuk mendesain ulang kantor mereka dan menambahkan lebih banyak ruang kolaboratif dan bilik isolasi untuk memenuhi permintaan pekerja, di tengah perubahan tujuan kantor.
pola hibrid belum stabil
Tidak mudah untuk kembali lagi ke kantor, bisnis tertentu telah mengembalikan pekerja untuk masuk paruh waktu, tetapi kebijakan ini sangat bervariasi di antara negara, industri, dan pengusaha, dan belum konsisten karena sifat pandemi yang terus berfluktuasi.
Ini menimbulkan tantangan
Pertama, banyak karyawan yang masih tak punya kepastian, tidak tahu bagaimana pengaturan kerja hibrid akan berdampak bagi mereka.
Ketidakpastian ini membebani para pekerja, baik secara emosional maupun logistik, selama hampir dua tahun.
Selain itu, tanpa aturan hibrid, pengusaha kekurangan data yang mereka butuhkan untuk memahami apa yang berhasil dan tidak berhasil.
Meraba-raba masa depan
Kita menyadari bahwa stabilitas pekerjaan maupun kehidupan tidak akan terwujud untuk sementara waktu. Mutasi Covid-19 masih menyulitkan perencanaan jangka panjang.
Misalnya, perkembangan saat ini dengan varian baru yang muncul telah memaksa perusahaan-perusahaan termasuk Google (yang pernah punya rencana konkret agar karyawannya kembali ke kantor) berbalik dan mengumumkan arahan baru sepenuhnya.
Selain itu, meskipun kehidupan sedikit lebih stabil, dunia masih dalam pergolakan untuk menerapkan kebijakan-kebijakan baru.
Menyongsong tahun 2022, tampaknya satu-satunya yang konstan adalah bahwa semuanya bisa saja berubah. Baik itu kebijakan perusahaan besar, atau hal-hal kecil sehari-hari.
Dunia masih jauh dari memahami 'normal' - tetapi mudah-mudahan kita akan segera mendapat lebih banyak jawaban daripada pertanyaan. (*)
Tags : Selandia Baru, Kesehatan mental, Pekerjaan, Karir,