PEKANBARU, RIAUPAGI.com - Enam pemimpin dan penguasa Riau pernah terjungkal dari kursi jabatan dibawah penguasaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seiring Riau ditunjuk menjadi tuan rumah peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) dan rangkaian kegiatan sudah dimulai sejak tanggal 8 hingga 10 Desember 2016 kemarin itu tetapi Riau tak lepas dari tingginya angka tindak pidana korupsi.
Bumi Melayu dinyatakan KPK termasuk lima besar daerah masuk dalam pengawasan karena seringnya terjadi korupsi.
Setidaknya ada tiga Gubernur Riau dan empat bupati yang telah dijebloskan ke penjara oleh KPK. Bahkan KPK sempat hattrick karena menangkap tiga Gubernur Riau secara berurutan.
1. Saleh Djasit Tersangkut Kasus Damkar
Gubernur Riau pertama berurusan dengan KPK adalah Saleh Djasit. Gubernur periode 1999-2003 itu ditahan KPK karena terlibat kasus alat pemadam kebakaran (damkar) senilai Rp 15,2 miliar. Dalam kasus itu, Saleh divonis 4 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta, subsider 6 bulan penjara.
Pria kelahiran Pujud, 13 November 1943 itu terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam putusan hakim disebutkan bahwa Saleh terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang bertujuan untuk menguntungkan pihak lain, yaitu PT Istana Saranaraya dan sejumlah orang. Majelis hakim juga menuturkan tidak adanya rasa bersalah setelah melakukan korupsi merupakan hal yang memberatkan bagi Saleh.
2. Rusli Zainal Tersangkut Korupsi PON
Sesudah Saleh, Gubernur Riau 2 periode (2003-2008 dan 2008-2013) Rusli Zainal juga berurusan dengan KPK. Ia tersangkut dugaan korupsi PON dan izin kehutanan di Pelalawan, Riau.
Dalam kasus ini, Rusli divonis 14 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Sewaktu banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru, hukumannya dikurangi 2 tahun.
Rusli dinilai secara sah dan meyakinkan oleh majelis hakim melanggar 3 dakwaan KPK. Dalam kasus kehutanan, Rusli dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 56 ayat 1 KUHP.
Rusli diinilai melanggar hukum karena mengesahkan BKT-UPHHKHT. Pengesahan itu menyebabkan penebangan hutan alam dan merugikan negara senilai Rp 265 miliar.
Dalam kasus suap PON, Rusli Zainal dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Rusli juga terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Menurut hakim saat itu, Bachtiar, Rusli terbukti memerintah pemberian suap ke anggota pansus Lapangan Menembak PON Riau senilai Rp 900 juta. Ia juga dinilai memerintahkan suap Rp 9 miliar ke Kahar Muzakkir dan Setya Novanto, anggota DPR RI.
Perintah penyuapan itu dipercayakan Rusli ke mantan Kadispora Riau Lukman Abbas.
Terakhir, Rusli dinilai terbukti menerima uang Rp 500 juta dari PT Adhi Karya, sebagai pemulus penambahan anggaran PON dari pusat senilai Rp 290 miliar.
3. Annas Maamun Tersangkut Kasus Alih Fungsi Lahan
Berakhirnya masa jabatan Rusli dan diselenggarakannya Pilkada sempat membuat harapan terpilihnya pemimpin baru yang bebas korupsi. Annas Maamun kemudian terpilih setelah melepas jabatannya sebagai Bupati Rokan Hilir.
Hanya saja setelah beberapa bulan dilantik, Annas, ditangkap KPK di kawasan Cibubur karena menerima sejumlah uang dari pengusaha terkait alih fungsi lahan. Kasus ini kemudian mengungkap korupsi lainnya yang dilakukan pria dipanggil Atuk itu.
Adalah Riki Hariansyah, anggota DPRD Riau 2009-2014 datang ke KPK dan menceritakan sejumlah rekannya di dewan telah menerima janji Rp1,2 miliar dari Annas untuk membahas RAPBD-Perubahan 2014 dan RAPBD murni 2015.
Hingga kini, Annas masih berada di penjara Sukamiskin. Kondisi fisik karena sudah berumur 70 tahun lebih membuatnya tak kunjung menjalani sidang. Dia selalu jatuh sakit ketika mendengar akan dibawa ke Pekanbaru.
4. Azmun Jaafar Tersangkut Kasus Izin Usaha Penggunaan Hutan
Selain tiga gubernur, ada pula empat bupati yang berurusan dengan KPK. Tiga bupati, masing-masing Burhanudin (Kampar), Arwin AS (Siak) dan Tengku Azmun Jaafar (Pelalawan), ditangkap karena terlibat secara bersama-sama dengan Rusli Zainal memberi izin perusahaan menggarap hutan.
Dalam kasus ini, Azmun Jaafar divonis 11 tahun penjara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 16 September 2008. Ia dinilai bersalah menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman atau IUPHHK-HT, berakibat kerusakan hutan di Pelalawan.
Selain memvonis 11 tahun penjara, majelis hakim juga memerintahkan Azmun membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 12,367 miliar.
Setelah bebas dari penjara, Azmun kembali berurusan dengan hukum karena diduga terlibat korupsi pengadaan lahan untuk Perkantoran Bakti Praja. Hanya saja dalam kasus ini, Azmun divonis bebas oleh hakim.
5. Arwin AS Terlibat Kasus Izin Usaha Penggunaan Hutan
Sementara, Arwin AS (Bupati Siak) divonis pada Kamis, 22 Desember 2011, dengan hukuman 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Selain itu, Arwin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 800 juta lebih dan 2.000 Dolar AS. Uang pengganti paling lambat dibayar dalam rentang waktu satu bulan, bila tidak dibayar harta benda terdakwa disita untuk negara. Kalau tidak mencukupi terdakwa dihukum 10 bulan penjara.
6. Burhanudin Husin Terlibat Kasus Izin Usaha Penggunaan Hutan
Sementara Bupati Kampar periode 2005-2011, Burhanudin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus kehutanan saat dilakukan pengembangan untuk tersangka lainnya, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak, Arwin AS.
Burhanuddin ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di sejumlah perusahaan, di Kabupaten Pelalawan dan Siak.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, menjatuhkan vonis Burhanuddin Husein selama 2 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
Tak hanya tiga bupati tersebut yang berusuan dengan KPK. Masih ada Suparman (Bupati Rokan Hulu) yang saat ini menjalani sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dia didakwa sebagai penerima suap atau janji dari kasus yang menjerat Annas Maamun.
Selain ketiga, masih ada beberapa bupati di Riau yang berurusan dengan penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian. Misalnya Ramlan Zas (Rohul) karena terlibat korupsi pengadaan genset Rp 7,9 miliar, Herliyan Saleh (Bengkalis) karena terlibat Bansos Rp 230 miliar dan penyertaan modal Rp 300 miliar dan terakhir Raja Tamsir Rachman (Indragiri Hulu) karena terlibat korupsi APBD senilai Rp 116 miliar. (*)
Tags : Penguasa Riau, Pemimpin Riau, Terjungkal dari Kursi Jabatan, Penguasaan KPK,