JAKARTA - Puluhan pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) terus berupaya menentang program yang mereka anggap 'janggal dan tidak relevan' itu. Mereka menyambangi kantor Komnas HAM di Jakarta, Kamis (27/05), untuk melengkapi berkas aduan dugaan pelanggaran hak asasi dalam program tes wawasan kebangsaan.
Salah satu pegawai KPK itu menilai pemberhentian mereka dari komisi antirasuah sebenarnya bisa dibatalkan jika Presiden Joko Widodo pro-pemberantasan korupsi. Namun menurut Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, keputusan pemberhentian berada di tangan pimpinan KPK. Rasamala Aritonang adalah satu dari 75 pegawai KPK yang dianggap tidak lolos TWK. Sudah bekerja selama 13 tahun di KPK, jabatan terakhirnya adalah kepala bagian perancangan dan produk hukum.
Dalam beberapa pekan terakhir, Rasamala tak lagi berkantor seperti biasa. Dia sudah menyerahkan tugas dan tanggung jawab jabatan, sebagaimana diwajibkan pimpinan KPK kepada para pegawai yang tidak lolos TWK. "Bagaimana aktivitas kami, belum ada kejelasan," kata Rasamala dirilis BBC News Indonesia.
"Tadinya kami berharap setelah presiden mengeluarkan pernyataan, surat keputusan penyerahan tugas akan dicabut, lalu kami dilantik, tapi ternyata jauh, keputusannya tidak cocok dengan ucapan presiden," ucapnya.
Sebanyak 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK dinyatakan harus berhenti dari lembaga itu. Adapun, sisanya dapat tetap bekerja di KPK dan menyandang status aparatur sipil negara (ASN). Syaratnya, mereka harus mengikuti program pembinaan seperti bela negara dan wawasan kebangsaan. Keputusan ini diambil pimpinan KPK bersama sejumlah lembaga, antara lain Badan Kepegawaian Nasional dan Kementerian PANRB.
Rasamala menyebut keputusan ini bertolak belakang dengan pernyataan Jokowi dan rekomendasi Mahkamah Konstitusi, "Bahwa proses alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK". Bukan cuma berdampak pada para pegawai secara personal, menurutnya pemberhentian ini juga akan menggoncang pemberantasan korupsi secara keseluruhan. "Merujuk UU yang baru, KPK ada di eksekutif atau di bawah kepemimpinain presiden. Artinya, presiden punya kewenangan memberi instruksi dan pedoman. Presiden bilang hasil tes itu tidak bisa digunakan untuk memberhentikan pegawai. Tapi kalau ternyata keputusan pimpinan memberhentikan kami, berarti tidak sesuai perintah presiden. Presiden bisa ambil langkah untuk perbaiki keputusan itu. Ini masalah niat baik dan ikhtiar mendukung pemberantasan korupsi."
Para pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK, satu suara tidak bersedia mengikuti program pembinaan agar diberi status ASN. Sikap itu mereka nyatakan walau hingga saat ini pimpinan KPK belum mengumumkan, siapa yang diberhentikan dan siapa yang tetap berpeluang bekerja di komisi antikorupsi. Rasamala berkata, tanpa TWK, para pegawai ini telah membuktikan kinerja dan integritas mereka.
Beberapa di antara mereka mampu mengungkap kasus korupsi besar dan membangun sistem pencegahan patgulipat berskala nasional. "Mereka ini aset. Mengumpulkan aset seperti mereka bukan pekerjaan singkat, yang dicari langsung dapat. Pengetahuan, mentalitas, dan independensi mereka sudah tertempa," ujar Rasamala.
"Ada yang bilang, 'memang mereka tidak bisa digantikan? KPK kan bersandar pada sistem, bukan individu'.
"Logikanya bukan seperti itu. Sistem yang bagus kalau tidak ditopang orang-orang yang bagus, tidak akan berjalan," ucapnya.
Beberapa pegawai yang tidak lolos TWK dan jabatan terakhir mereka:
Namun Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebut keputusan soal pemberhentian pegawai KPK ini tidak berada di tangan Jokowi. Moeldoko berkata, hanya pimpinan KPK yang dapat membatalkan pemberhentian tersebut. "Pemerintah memiliki kewenangan tertentu tapi tidak seluruhnya terhadap proses pembinaan internal di KPK," ujarnya dalam keterangan tertulis.
"KPK sebagai pengguna dan pengambil keputusan akhir atas status 75 pegawai bertanggung jawab penuh atas semua implikasi yang ditimbulkan dari keputusan tersebut," kata Moeldoko.
Moeldoko juga menampik tudingan soal pimpinan KPK yang mengabaikan arahan Jokowi. "Untuk menjalankan arahan Presiden, di antaranya Menteri PAN-RB, Menteri Hukum dan HAM, BKN, dan LAN telah berkoordinasi dengan pimpinan KPK dan menyampaikan arahan presiden dengan memberi opsi pembinaan sebagai solusinya," ucapnya.
Bagaimanapun, pemberhentian puluhan pegawai ini adalah rentetan dari hambatan KPK mengatasi korupsi, kata Sulistyowati Irianto, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sulistyowati berkata, sejak KPK didirikan, orang-orang yang bekerja di dalamnya silih berganti digoncang permasalahan. "Negara lain yang punya lembaga antikorupsi juga mengalami situasi yang sama, ada tekanan politik dan teror terhadap pegawainya," kata Sulistyowati.
"Antasari Azhar dulu mengalami persoalan, lalu ada kasus Cicak versus Buaya dan sekarang ada dampak negatif revisi UU KPK. Siapapun presidennya, KPK mengalami hal yang sama. Tapi dibutuhkan kemauan politik besar untuk memulihkan persoalan sekarang," ujarnya.
Menurut Sulistyowati, akhir dari persoalan pemberhentian pegawai KPK ini nantinya akan menentukan citra Jokowi di hadapan publik. "Kalau jokowi bisa membuat terobosan baik dalam kasus ini, dia akan meninggalkan warisan baik, 'oh ternyata presiden kami berani tegas'. Tapi kalau tidak, dampaknya akan luas, di tingkat birokrasi manapun, di lembaga manapun, 'tidak apa-apa korupsi karena KPK sudah jinak'," ujarnya.
Menurut data KPK, total terdapat 1.351 pegawai yang menjalani TWK. Hasilnya, 1.274 pegawai dinyatakan lolos sementara sisanya, 75 orang, gagal. Mereka yang tidak lolos TWK secara otomatis tidak dapat menyandang status ASN. Merujuk UU KPK terbaru, sebagaimana ditegaskan ulang oleh Badan Kepegawaian Negara, mereka yang tidak berstatus ASN hanya dapat bekerja di KPK hingga 17 Oktober mendatang. (*)
Tags : 75 Pegawai KPK Tes Wawasan Kebangsaan, 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, Tes Wawasan Kebangsaan diduga Melanggar HAM,