
INDRAGIRI HULU - Sejumlah aktivis lingkungan seperti dari Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) ikut mengecam mafia perusak penggarapan lahan ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Pejangki, Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
"Tiga pelaku, termasuk pemilik lahan, diamankan polisi karena terbukti menggunakan alat berat 'menghabisi' kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Inhu."
SALAMBA melihat hutan di sana sudah porak poranda. Ia mendukung, aparat penegak hukum berhasil menangkap pelaku dalam menjaga dan melindungi kawasan tersebut dari rakusnya mafia alih fingsi lahan.
"Sesuai UU No 41 tahun 1999 dan UU No 32 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan pengeloaan lingkungam hidup, mereka [pelaku bisa terjerat 10 tahun penjara."
"Warga negara dilindungu Undang – undang itu untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan. Namun, hutan di sana terus dirusak oleh mafia dan terjadi pembiaran secara terus menerus," kata Ir Marganda Simamora SH MS.i menanggapi tiga pelaku ditangkap polisi tadi ini, Minggu (9/2).
Permasalahan penegakan hukum, menurutnya, saat ini menjadi pembicaraan oleh seluruh rakyat Indonesia, baik itu para pimpinan Negara maupun masyarakat biasa.
Pandangan yang sama juga mengemuka dan menyatakan, bahwa benarkah penegakan hukum di Indonesia menunjukkan kurang berhasilnya atau dapat dikatakan mengalami kegagalan?
Dia prihatin atas penegakan hukum selama ini berlangsung terus-menerus dan kadang kesulitan untuk memulai darimana langkah penegakan hukum dijalankan ini.
"Dalam penegakan hukum saat ini masih mengejar kepada produk legislasi dengan menciptakan berbagai peraturan perundang-undangan, sedangkan untuk menjalankan hukum tidak cukup hanya mengacu kepada produk legislasi, tetapi juga bagaimana melaksanakan peraturan perundang undangan itu. Hampir di setiap bidang kehidupan di tanah air telah diatur dengan peraturan perundang-undangan tidak terkecuali di dalam pengelolaan sumber daya hutan," kata Ganda Mora [nama sebutan hari-harinya].
Dia menilai, begitu pentingnya sumberdaya alam berupa hutan, tetapi sejak tahun 1967 telah dikeluarkan undang-undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, tetapi untuk menjalankan undang-undang itu juga sebelumnya sudah dikeluarkan Peraturan Pemerintah.
Pihak Kepolisian Resor Indragiri Hulu (Polres Inhu) berhasil mengungkap kasus penggarapan lahan ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Pejangki, Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Dalam operasi tersebut, tiga pelaku, termasuk pemilik lahan, diamankan beserta barang bukti alat berat.
Kapolres Inhu AKBP Fahrian Saleh Siregar menjelaskan bahwa pengungkapan ini dilakukan dalam patroli gabungan bersama Polisi Kehutanan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).
"Pada Kamis, 30 Januari 2025, sekitar pukul 10.00 WIB, tim menemukan excavator yang sedang beroperasi membuka lahan di kawasan hutan Desa Pejangki. Di lokasi, kami mengamankan dua orang, yakni operator alat berat berinisial RY dan helper berinisial AT," ujar Fahrian.
Dari pemeriksaan awal, RY dan AT mengaku telah bekerja selama tiga hari di lokasi tersebut atas perintah seorang pria berinisial MT, yang diketahui sebagai pemilik lahan.
"Tim langsung bergerak ke lokasi MT dan berhasil mengamankannya. MT mengakui bahwa dirinya menyuruh RY dan AT untuk menggarap lahan meski tahu bahwa wilayah tersebut masuk kawasan HPT," tambah Fahrian.
Setelah mengamankan para pelaku, polisi melakukan pengukuran titik koordinat di tempat kejadian perkara (TKP) dan membawa ketiganya beserta barang bukti berupa satu unit excavator warna oranye ke Mapolres Inhu untuk proses penyidikan.
Setelah penyelidikan lebih lanjut, MT resmi ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga melanggar Pasal 36 Angka 19 poin ke-3 dan/atau Pasal 37 Angka 16 poin ke-1 huruf a & b UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 KUHP.
Fahrian mengungkapkan bahwa MT, warga asal Gresik, Jawa Timur, berperan sebagai pihak yang mengerjakan, menggunakan, dan menduduki kawasan hutan tanpa izin. "Dia juga diduga membawa alat berat ke dalam kawasan hutan dan melakukan aktivitas pembukaan lahan tanpa izin berusaha," jelas Fahrian.
Tersangka MT telah ditahan sejak 4 Februari 2025 untuk memudahkan proses penyidikan.
Fahrian menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen penuh untuk memberantas praktik ilegal logging dan penggarapan hutan secara ilegal. "Kami imbau masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas yang merusak lingkungan dan melanggar hukum," ujarnya.
Menurutnya, penggarapan hutan ilegal dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk banjir, longsor, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
"Jika masyarakat menemukan aktivitas mencurigakan terkait ilegal logging atau penggarapan hutan, kami harap mereka segera melaporkannya kepada pihak kepolisian atau instansi terkait," tutup Fahrian.
Lantas Ganda Mora kembali melihat kejadian itu sangat erat kaitannya bahwa sumber daya hutan tersebut harus dijaga dan dilindungi dari perusakan hutan.
"Ini diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang tidak hanya mengatur secara hukum administrative tetapi juga ada pengaturan sanksi pidana bagi pelanggarnya," sebutnya.
Menurutnya, konsekuensi dari pengaturan sanksi pidana tersebut diperlukan aparat penegak hukum, sarana prasarana hukum yang harus disiapkan.
Paradigma pengelolaan hutan, kata dia, memang untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diharapkan dapat menutup kelemahan peraturan perundang-undangan sebelumnya.
Kebijakan legislasi tersebut, kata Ganda lagi, ternyata belum menunjukkan suatu keberhasilan penegakan hukum karena dalam mengelola kawasan hutan ternyata banyak berbenturan dengan kepentingan lain, seperti belum adanya pemantapan wilayah hutan di seluruh Indonesia, proses penetapan kawasan hutan hanya melalui penunjukan (di atas peta), internal kehutanan yang tidak sinkron, usaha pertambangan, energi, masyarakat adat terkait dengan hukum adat, otonomi daerah, pemekaran wilayah, penataan ruang, over cutiing, politik hukum pengelolaan hutan yang selalu berubah.
Akibatnya, sebutnya, pengaturan sanksi pidana yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan kehutanan mengalami kegagalan.
Bukti kegagalan tersebut adalah pembalakan hutan saat ini masih berlangsung terus-menerus dengan luasan hutan rusak per tahun lebih dari 1 juta hektar. Selain itu, proses peradilan kejahatan kehutanan juga tidak berhasil dari sisi penerapan hukumnya. Dengan demikian regulasi ke depan tentunya perlu adanya perubahan-perubahan dengan memperhatikan kegagalan penegakan hukum yang sudah berjalan dengan tidak hanya menekankan pada hukum administrasi dan hukum pidana, "tetapi juga harus menggunakan instrument hukum lain yang relevan," sebutnya.
Jadi Ganda Mora melihat, masyarakat yang berjuang melindungi hutannya malah dikriminalisasi. “Lalu siapa penjahatnya, siapa pelindungnya. Apakah masyarkat yang ditangkap sebagai penjahat. Saya selaku aktivis lingkungan mengutuk dan mengecam keras persoalan ini,” ketusnya. (*)
Tags : Perusak Hutan, Riau, Inhu, Pelaku Penggarapan Hutan Produksi Terbatas di Inhu, Sahabat Alam Rimba, Aktivis Lingkungan SALAMBA Minta Polisi Tangkap Pelaku Perusak Hutan ,