"Aktivis lingkungan mengadukan ke Kantor Staf Presiden (KSP) tentang banyaknya lokasi tambang minyak dan gas [Migas] yang merusak dan mencemari lingkungan di bekas area eksplorasi"
ayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba] menilai banyak perusahaan migas di Riau yang dianggap lalai mengurus bekas tambang sehingga menyebabkan nyawa orang lain terancam.
"Seperti perusahaan produsen minyak mentah di wilayah kerja Blok Rokan. Kita laporkan ke Jakarta, tapi malah dijawab pemerintah pusat bilang ini masalah pemerintah daerah, tidak juga," kata Ir Marganda Simamora SH, M.Si, Ketua Yayasan [Salamba], dalam konfrensi pers nya di lantai lima Hotel Pangeran, Pekanbaru, Selasa (16/4/2024).
"Kalau pemerintah daerah bilang ini urusan pemerintah pusat, tidak juga. Semuanya sekarang saling lempar. Soal pusat daerah, rakyat tidak mau tahu. Rakyat sudah cukup menderita. Sekarang bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini," sebutnya menyampaikan yang pernah melaporkan perihal itu di Deputi II KSP di kantor KSP Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat belum lama ini.
"Lokasi pertambangan di wilayah kerja Blok Rokan itu tidak jauh dari pemukiman warga, tetapi 71 persen dari wilayah itu dikavling oleh tambang migas."
"Di Riau itu tambang berdekatan dengan rumah warga, jaraknya tidak sampai 20 meter. Itu mereka bertetangga dengan bencana. Kapan saja bisa jadi korban," katanya.
"Jadi perkiraan kita 71 persen wilayah dikavling-kavling untuk tambang. Artinya, rakyat sangat dekat dengan kegiatan tambang, membahayakan keselamatan rakyat," sambungnya.
"Ini sangat miris perusahaan tidak memiliki pengawas. Bahkan, di lahan konsesinya tidak ada rambu ataupun pagar pembatas," kata Ganda.
"Lubang-lubang bekas tambang ditinggal bertahun-tahun. Padahal PP 78/2010 paling lambat 30 hari sudah harus ditimbun, ditutup, direklamasi," kata Ganda Mora panggilan namanya disapa.
Ganda Mora mengatakan, saat bertemu staf KSP, pihaknya sudah memberikan data, foto, video, hingga daftar kasus.
Harapannya adalah bagaimana aparat penegak hukum bisa menjalankan tugasnya dengan baik, dan pemerintah tidak saling lempar.
"Selama ini sanksi yang diberikan hanya di atas kertas, tidak dikawal. Bahkan tidak terjadi sanksi itu. Terus, DPRD provinsi dan kota juga tidak melakukan apa-apa," jelasnya.
Deputi II KSP Yanuar Nugroho mengatakan, apa yang disampaikan para aktivis ini adalah hal yang serius.
"Saya kira kasus ini memang masalah sudah seharusnya untuk ditangani pemerintah," katanya.
Yanuar mengatakan, Presiden Jokowi sendiri sudah mengetahui masalah ini. Bahkan, saat berkunjung ke Kalimantan beberapa waktu lalu, Jokowi telah memberikan arahan khusus atas masalah ini.
"Kami berterima kasih ke teman-teman NGO (LSM) yang telah memberikan banyak data dan masukan ke KSP yang dapat digunakan untuk tindak lanjut," katanya.
"Kami akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ESDM dan Pemda," sebutnya.
"Karena persoalan pemulihan wilayah tambang, saya kira menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Tentu soal penambangan bukan hanya hasil ekonomi yang kami bicarakan, tapi hal ini juga merupakan hal yang patut disesalkan," tambahnya.
"Bahkan angka terakhir hingga saat ini sudah ada 24 orang korban jatuh. Satu nyawa itu sangat berharga. Memang harus segera dilakukan tindakan," ujarnya.
Tetapi Ganda Mora balik menceritakan terkait pencemaran lingkungan di wilayah kerja Blok Rokan terjadi sejak operasional PT Chevron Pasifik Indonesia [CPI] juga sudah mengadukan pengaduan masyarakat ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Kabupaten Siak, Rokan Hilir, Pekanbaru dan Bengkalis.
"Dari ratusan pengaduan itu, 149 di antaranya sudah terverifikasi, baik koordinat ataupun pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah minyak diduga dari PT CPI. Pencemaran itu berdampak pada tanah, sawah, perkebunan atau lingkungan secara umum."
Ir Marganda Simamora SH MS.i, Ketua Yayasan SALAMBA [kanan] dengan Jendral TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko S.I. P., Kepala Staf Kepresidenan
Area yang tercurah limbah juga menyasar ke SKK Migas sebagai penanggungjawab Blok Rokan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Provinsi Riau cq DLHK Riau.
"Selama ini, masyarakat terdampak di ratusan titik sudah mengadu ke pemerintah. Hanya saja terjadi pembiaran sementara kerusakan lingkungan terus berlangsung meskipun CPI sudah angkat kaki dari Riau pada Agustus 2022 lalu," sebutnya.
Sawit Mati
Seorang warga dari Minas, Mandi Sipangkat, menyebut pencemaran minyak di tanah masyarakat sampai di kedalam 5-6 meter.
Hal ini membuat kebun warga tidak produktif karena tanaman di atasnya mati perlahan.
"Ada sawit yang berusia 15 tahun tidak berbuah lagi, perlahan mati karena endapan minyak limbah di bawahnya," kata Mandi.
Tetapi menurut Ganda Mora lagi, perusahaan seharusnya memulihkan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun akibat operasi migas.
"Kami juga meminta agar pemerintah dihukum untuk segera membuka kepada masyarakat hasil audit lingkungan hidup Blok Rokan yang terjadi sejak tahun 2020 itu," ungkapnya.
"Yang rusak tanahnya itu, satu warga ada dua hektare, kalikan dari ratusan titik tadi, begitu luasnya dampak pencemaran lingkungan ini," kata dia menambahkan perbaikan lingkungan merupakan hal utama karena dampaknya jangka panjang.
Sumber air bersih terganggu
Ganda Mora menilai, kekayaan alam yang berasal dari dalam bumi jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak yang buruk terhadap lingkungan yang juga berdampak terhadap rusak-nya sumber air bersih di permukaan.
"Tidak hanya berdampak terhadap rusak-nya sumber air bersih, namun juga berdampak terhadap ekosistem lingkungan di sekitar kawasan penambangan migas," sebutnya.
Menurutnya, sungai, pepohonan hingga makhluk hidup yang berada di sekitar kawasan penambangan punah akibat zat kimia berbahaya dari limbah minyak mentah.
Riau khususnya wilayah kerja Blok Rokan merupakan satu dari dan berada di Provinsi Riau memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah, mulai dari hasil perkebunan, pertanian hingga minyak bumi.
"Tetapi sangat disayangkan kekayaan alam berupa minyak bumi yang di kelola oleh pemerintah, di daerah itu menyebabkan kerusakan lingkungan," katanya.
Sementara jelas tertuang dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam bumi Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai negara.
Dalam UU No.22/2001 tentang minyak dan gas bumi pada BAB III, pasal 4 ayat (1) dinyatakan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.
Dengan adanya penambangan migas yang mengabaikan lingkungan ini menyebabkan sumber-sumber air bersih di kawasan penambangan rusak.
Tidak hanya di sekitar kawasan penambangan, namun minyak yang mengalir ke sungai-sungai turut merusak lingkungan yang berada di hilir sungai.
"Air Sungai yang sebelumnya jernih dan bersih saat ini berubah menjadi hitam dan berminyak yang sebelumnya dapat di manfaatkan untuk air minum dan menyiram lahan pertanian sudah tidak dapat dimanfaatkan."
"Karena sudah bercampur dengan minyak mentah dan berbau," kata dia.
Begitu pula dengan sungai-sungai yang melintasi kawasan penambangan migas.
Air yang sebelumnya jernih, saat ini berubah menjadi keruh, berminyak dan berbau. Sehingga ikan-ikan yang hidup di suangi tersebut saat ini sudah tidak ada lagi.
Tidak hanya sumber air bersih alami. Sumber air bersih buatan seperti sumur-sumur milik penduduk ikut tercemar.
Air bersih dari sumur warga berbau, berbuih dan berwarna kecoklatan.
Air tersebut tidak hanya tidak dapat digunakan untuk konsumsi, namun untuk keperluan mencuci pakaian dan alat masak juga tidak dapat digunakan.
Hingga saat ini sumber air bersih di kawasan penambangan minyak dan gas di wilayah area Blok Rokan tersebut masih rusak.
Apa dampak akibat limbah minyak metah?
Minyak mentah ini juga disebut dengan oil spil. Tumpahan minyak mentah atau limbah dapat menyebabkan gangguan bagi ekosistem. Ganda Mora menjelaskan dampaknya terhadap lingkungan diantaranya:
1. Kematian organisme; Risiko kematian massal terjadi jika tumpahan minyak terjadi di perairan pantai atau perairan dalam. Risiko ini bisa mengenai ikan, kerang-kerangan, hingga hewan yang berada di keramba.
2. Perubahan reproduksi dan tingkah laku organisme Uji laboratorium menunjukkan terdapat perubahan pola reproduksi dan tingkah laku organisme yang dipengaruhi konsentrasi minyak di dalam air.
Semakin banyak konsentrasi minyak di air menyebabkan udang dan kepiting mengalami gangguan kemampuan mencari makan dan kawin.
3. Bau lantung; Bau lantung ini banyak ditemukan pada jenis ikan keramba yang tidak memiliki kemampuan bergerak menjauhi tumpahan minyak.
Ini akan berdampak pada bau dan rasa daging yang tidak enak.
4. Mengganggu kegiatan budidaya perikanan; Tumpahan minyak ini, selain mempengaruhi ikan yang berada di keramba, akan menyebabkan peralatannya tidak bisa digunakan lagi.
Contohnya tali dan jaring yang sudah terkena minyak, tidak bisa lagi digunakan karena akan mencemari ikan berikutnya.
5. Mengganggu ekosistem; Senyawa minyak yang tidak larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air laut menjadi berwarna hitam.
Minyak yang mengapung ini akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kadar oksigen di dalam air.
Selain itu, ada pula beberapa komponen minyak yang akan tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen di pantai maupun dasar laut.
Komponen hidrokarbon bersifat toksik dan mempengaruhi hewan dan tumbuhan di laut, terutama pada plankton dan hewan yang masih dalam fase telur dan larva.
Ini berisiko membunuh keanekaragaman kehidupan di laut.
Endapan komponen minyak tadi juga bisa mempengaruhi kesuburan lumpur di dasar laut dan kawasan mangrove.
Akar tanaman jadi tertutup minyak dan ini akan menghalangi fungsi akar untuk menyerap nutrisi dan oksigen yang diperlukan tumbuhan laut dan mangrove untuk hidup.
Ilustrasu tumpahan minyak di pantai yang bisa merusak ekosistem.
Dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan?
Setiap jenis minyak mentah dan produk olahan, kata Ganda Mora lagi, memiliki sifat fisik berbeda yang memengaruhi cara minyak menyebar, terurai, dan memengaruhi lingkungan.
Minyak dengan berat yang ringan memiliki bahaya kebakaran yang lebih tinggi, serta beracun.
Sedangkan produk minyak yang lebih berat memiliki risiko kebakaran lebih kecil namun lebih sulit untuk dibersihkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran tumpahan minyak antara lain tegangan permukaan, berat jenis, dan viskositas.
Karena sebagian besar minyak mengapung, makhluk yang paling terpengaruh oleh minyak adalah hewan seperti berang-berang laut dan burung laut yang ditemukan di permukaan laut atau di garis pantai jika minyak sampai ke darat.
"Jika minyak tertinggal di pantai untuk sementara waktu, makhluk lain, seperti siput, kerang, dan hewan darat mungkin menderita," terangnya.
Pada akhirnya, katanya, tingkat keparahan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak tertentu bergantung pada banyak faktor, termasuk jumlah minyak yang tumpah, jenis dan berat minyak, lokasi tumpahan, spesies satwa liar di daerah tersebut, waktu atau siklus berkembang biak dan migrasi musiman, serta cuaca di laut selama dan segera setelah tumpahan minyak.
Risiko terhadap Kesehatan
Selain bedampak terhadap lingkungan, tumpahan minyak mimiliki risiko terhadap kesehatan. Risiko kesehatan yang terkait dengan bekerja saat terkena minyak mentah lapuk meliputi:
Potensi bahaya dermatitis akibat kontak kulit.
Menghirup tetesan minyak/ partikel berminyak yang dibuang ke udara selama operasi pembersihan dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, dan paru-paru.
Penguapan yang terjadi selama 24 hingga 48 jam pertama setelah tumpahan sangat mengurangi bahaya penghirupan dari komponen volatil beracun, seperti benzena.
Meskipun pengambilan sampel udara tidak menunjukkan tingkat yang dapat dideteksi atau tingkat senyawa organik yang mudah menguap (VOC) yang sangat rendah, mungkin masih ada efek kesehatan.
Jadi menurut Ganda Mora hingga kini aktivitas penambangan minyak yang berlangsung lama seperti tahun-tahun sebelumnya di wilayah kerja Blok Rokan itu akan mengakibatkan dampak yang hebat hingga menyisakan kerusakan lingkungan akibat paparan zat kimia berbahaya dari minyak mentah dan limbah. (*)
Tags : penambangan minyak dan gas, riau, pencemaran lingkungan, blok rokan, aktivis salamba sorot kerusakan lingkungan, bekas tambang migas, perusakan dan pencemaran lingkungan berembes pada sumber air bersih, News,