Artikel   2021/09/15 15:25 WIB

Anak Muda Buat Gerakan 'Pasar Gratis', Sebagai Bentuk 'Protes Atas Kebijakan Pemerintah'

Anak Muda Buat Gerakan 'Pasar Gratis', Sebagai Bentuk 'Protes Atas Kebijakan Pemerintah'
Alma, salah satu pegiat Pasar Gratis di Bandung. (Dok. Pasar Gratis Bandung)

SEKELOMPOK anak muda mendirikan Pasar Gratis, di mana barang-barang yang dijajakan bisa diambil masyarakat secara cuma-cuma. Pakaian dan selimut bekas layak pakai, makanan, masker, vitamin C, buku, sampai cukur rambut dibanderol gratis. Anak-anak muda ini menolak menyebut aksi mereka sebagai "ajang amal menggapai surga, tapi bentuk protes atas kebijakan pemerintah."

Gerakan Pasar Gratis kini meluas ke kota-kota lain, yang disebut peneliti dari LIPI "akan menginspirasi sebanyak mungkin partikel kecil yang akan membangun aksi serupa, dan jadi bahan refleksi pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya". Alma, 20 tahun, berdiri di pinggiran Monumen Perjuangan Rakyat, Bandung, Jawa Barat. Dari balik kaca mata hitam dan pakaian hitam yang dikenakannya, dia menjelaskan aksi Pasar Gratis melalui pelantang suara. "Pasar ini tidak mengenal kelas identitas, dan bahwa sandang pangan yang layak adalah hak seluruh manusia, tanpa terkecuali," teriak Alma di antara lalu lalang sepeda motor dan mobil yang lewat.

Alma menjelaskan dasar konsep Pasar Gratis ini adalah gotong-royong (mutual aid). "Sistem di mana setiap orang memberikan sumber daya, tenaga atau barang, secara sukarela kepada orang lain," katanya dirilis BBC News Indonesia, Jumat (06/08).

Barang-barang gratis yang ditawarkan Alma dan teman-temannya di Monumen Perjuangan Rakyat antara lain pakaian layak pakai, taman bacaan, nasi bungkus, sampai layanan pangkas rambut. "Saya ikut terlibat Pasar Gratis, dan memposisikan diri buat bersama teman-teman," kata Alma.

Berdirinya Pasar Gratis Bandung "berangkat dari keresahan atas pandemi yang terjadi". Awalnya, gerakan ini berupa dapur umum yang menyediakan makanan untuk gelandangan, pengamen jalanan atau mereka yang kehilangan pekerjaan akibat dampak pandemi. "Ibu saya di-PHK, dengan alasan pengurangan kerja selama pandemi. Karena sakit dulu tuh, bukannya dikasih uang buat kesehatan, malah disuruh resign. Kan itu bagian dari penelantaran," kata Gibran.

Gibran dan rekan-rekannya menolak Pasar Gratis disebut sebagai aksi amal. Menurutnya, ini bentuk protes terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi, lingkungan, korupsi, ketenagakerjaan dan lain sebagainya, yang tidak berpihak pada masyarakat. Pada akhirnya, kebijakan-kebijakan ini melahirkan ketimpangan antara si miskin dan si kaya.

Protes terhadap jurang kemiskinan

Selama pandemi berlangsung, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat 10,14% untuk periode perbandingan Maret 2020 dengan Maret 2021 (Y-o-Y). Jumlahnya naik 1,12 juta jiwa, menjadi 27,54 juta jiwa. BPS juga melaporkan ketimpangan orang kaya dan miskin di Indonesia semakin lebar. Hal ini ditunjukkan melalui indikator ketimpangan pengeluaran penduduk di desa dan kota.

Rasio Gini pada Maret 2021 mencapai 0,384 atau meningkat dari bulan Maret tahun sebelumnya 0,381. Semakin mendekati angka 1, maka tingkat ketimpangan semakin tinggi. Cita-cita dari Pasar Gratis menjadi wadah alternatif bagi masyarakat yang suka berbelanja lebih dengan masyarakat miskin untuk "meleburkan kelas". Oleh karena itu, Gibran menyebut Pasar Gratis sebagai "ruang tanpa uang". "Pasar Gratis sendiri sebagai ruang alternatif. Di mana orang-orang mendapat kebutuhan pokoknya tanpa ada transaksi uang. Nah, dengan terdistribusinya barang-barang tadi, bahan pokok, beras, pakaian, selimut. Pada strata ekonomi rendah, nggak perlu membeli," tambahnya.

Sejak dimulainya pandemi, anak-anak muda di sejumlah kota di Indonesia ikut mendirikan Pasar Gratis. Mereka menggunakan slogan yang sama yaitu "Not for charity, this is protest". Di Instagram, terlihat Pasar Gratis juga bermunculan di Bogor, Tangerang Selatan, Cirebon, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Subang, Solo, Denpasar, Palembang, hingga Palu.

Ucup, 21 tahun, salah satu pegiat Pasar Gratis di Kota Bogor, Jawa Barat, mengaku tertarik dengan gerakan ini karena misi protes terhadap "ketimpangan, konsumerisme, dan masalah pandemi, di mana bantuan itu nggak pernah jelas". "Seperti contohnya, yang dapat bantuan itu rata-rata orang-orang yang memiliki rumah, Kartu Keluarga, KTP, tapi bantuan-bantuan itu nggak pernah menjulur ke orang-orang yang ada di pinggir jalan [tunawisma]," kata Ucup.

Ia juga terpengaruh menjalankan aksi Pasar Gratis bersama teman-temannya, karena tidak "menjual orang-orang yang kesusahan" untuk memperoleh donasi dan berharap surga. "Kalau ingin menggapai surgawi, agama, itu terserah kalian. Kalau kita nggak mikirin hal-hal seperti itu," kata Ucup.

Namun, ia mengakui kegiatan Pasar Gratis di kotanya tak bisa konsisten "karena anak-anak ada yang kerja, ada yang kuliah, ada yang sekolah". Selain itu, Pasar Gratis yang digelar ini juga kerap mendapat peringatan dari Satpol PP. "Risikonya juga tinggi, dibebani sama Satpol PP juga. Aparatur negara kan lagi galak-galaknya," kata Ucup.

Sejauh ini, Ucup dan rekan-rekannya membatasi jumlah pengunjung yang datang ke Pasar Gratis. "Kalau yang datang membeludak, kita batasi untuk menjaga ketersediaan barang yang ada di lapakan itu. Jadi biar semua kebagian," katanya.

Selain Pasar Gratis, Ucup dan rekan-rekannya juga melakukan apa yang mereka sebut "Razia Perut Lapar" sebagai tandingan dari "razia yang arogan". Selama pemberlakuan PPKM, tak sedikit pemberitaan mengenai razia yang dilakukan apartur negara untuk menutup warung-warung pinggir jalan. Bahkan sejumlah kasus para pedagang didenda hingga jutaan rupiah, termasuk ancaman penjara. "Kayak semacam tandingan, razia apartur negara yang represif itu ke masyarakat, yang suka bubarin pedagang. Penjarain pedagang. Jadi kenapa kita nggak buat tandingannya," kata Ucup.

Razia Perut Lapar ini dilakukan dengan cara berkeliling di jalan-jalan, membawa bungkusan nasi untuk diberikan kepada tunawisma, ojek online, anak jalanan, pengamen, dan pemulung. "Razianya itu kebaikan misal kita bagi-bagi makan," jelas Ucup.

Peneliti bidang Antropologi Sosial dan Budaya dari LIPI, Ibnu Nadzir Daraini menilai gerakan Pasar Gratis menjadi pemecahan persoalan sosial secara langsung di masyarakat. Di sisi lain, gerakan ini juga telah mengambil tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi persoalan sosial. "Kontrak politik pemerintah adalah kita memilih orang-orang di eksekutif maupun legislatif, supaya mereka menjamin hak-hak warga negara. Ketika hak-hak tersebut diambil alih oleh aktivisme semacam ini, sebenarnya legitimasi terhadap pemerintah itu melemah," kata Ibnu.

Pada gerakan lainnya, tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan data Covid-19 juga 'diambil alih' KawalCovid dan LaporCovid, termasuk gerakan Kitabisa untuk bantu sesama. "Mungkin ada banyak isu lainnya, bahwa pemerintahan kita punya banyak persoalan. Tidak seberdaya itu, tidak sebaik itu dalam mengelola hal-hal yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya". "Di titik itu, anak muda punya inisiatif untuk mengambil alih peran itu, sekaligus mengkritik negara," jelas Ibnu menambahkan kemunculan gerakan-gerakan ini berupa peringatan agar "jadi bahan refleksi pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya".

Upaya yang dilakukan pemerintah

Selama pandemi, pemerintah telah melakukan pelbagai kegiatan terhadap penanganan kesehatan dan ekonomi masyarakat. Pemerintah memberlakukan kebijakan PPKM untuk wilayah-wilayah dengan tingkat kasus tinggi, guna menekan angka kasus virus corona dalam bulan-bulan terakhir. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan anggaran selama PPKM darurat sebesar Rp49,89 triliun untuk program kartu sembako. Anggaran itu di luar dari bantuan sosial tunai, diskon listrik, subsidi upah, kartu prakerja, bantuan kuota internet, prgram keluarga harapan dan BLT Desa.

Pemerintah juga menggenjot target vaksinasi untuk mengurangi risiko kematian akibat Covid-19. Targetnya 208 juta penduduk mendapat vaksin untuk mencapai kekebalan komunitas. Dalam keterangan terkini, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan pihaknya kini sedang mempersiapkan strategi jangka panjang untuk pandemi. "Sebagaimana arahan presiden, saat ini kita harus bersiap beradaptasi dengan situasi. Covid-19 akan berpeluang hidup bersamaan dengan kita dalam waktu yang tidak sebentar." 

"Ke depan, pemerintah akan senantiasa memantau kondisi Covid-19 secara aktual, demi mengambil kebijakan yang tepat, baik dalam hal penanganan kesehatan, maupun pemulihan ekonomi," kata Wiku.

Seiring pemerintah melakukan upaya-upaya penanganan pandemi, bagi Ucup masalah sebenarnya ada di depan mata. "Bahwa, kita tuh ada untuk mereka, masyarakat di pinggiran itu nggak usah ketakutan kelaparan. Makanya kita selalu di pinggir jalan. Masak di pinggir jalan. Buat nyadarin masyarakat, kita itu ada," kata Ucup. (*)

Tags : Kaum muda, Virus Corona ,