JAKARTA - Label ‘politik identitas’ akan semakin sulit dihilangkan dari bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan setelah ia dan bakal cawapres Muhaimin Iskandar hadir sebagai saksi di pernikahan putri Rizieq Shihab, mantan ketua Front Pembela Islam (FPI).
Kunjungan itu juga dikhawatirkan dapat menimbulkan gesekan internal dalam koalisi Anies karena keberadaan kubu Islam tradisional yang menjadi pendukung Muhaimin Iskandar berbeda ideologi dengan kelompok pendukung Rizieq Shihab.
“Anies dalam posisi yang dilema; Apakah ia akan langsung memalingkan wajahnya dari kelompok Islam spektrum kanan yang selalu bersama dia demi meraih simpati warga NU?” ujar pengamat dari Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro pada Kamis (28/09).
Menurutnya, jika Anies lebih banyak menerima dukungan dari pemilih NU, maka anggapan bahwa dirinya diuntungkan oleh isu politisasi agama akan berkurang.
Sebaliknya, jika Anies lebih banyak menerima dukungan dari pihak Islam ‘konservatif kanan’, maka ia menjadi semakin lekat dengan label ‘politik identitas’.
Akan tetapi, juru bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian, membantah tudingan Anies-Muhaimin memiliki motif politik apapun saat menghadiri acara pernikahan putri Rizieq Shihab.
“Orang datang menjadi saksi ke pernikahan seharusnya biasa saja. Tapi kadang orang datang ke acara pernikahan dan ditempel beban politik yang enggak ada sama sekali sebenarnya,” ungkap Angga.
Pada Rabu (27/9) malam, pasangan bacapres dan bacawapres dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, menghadiri pernikahan putri Rizieq Sihab, Syarifah Fairuz Syihab dan Sayyid Muhammad Bagie Alathas.
Pernikahan tersebut digelar di kediaman Rizieq Shihab di Pertamburan, Jakarta Pusat. Namun, Anies dan Cak Imin tidak hadir sebagai tamu biasa. Mereka diminta untuk menjadi saksi pernikahan anak Rizieq Shihab.
Dihubungi secara terpisah, pengacara Rizieq Shihab, Aziz Yanuar, menyatakan undangan pernikahan itu bersifat terbuka kepada siapapun, termasuk para calon presiden. Namun, diakuinya yang datang hanya bacapres Anies Baswedan dan bacawapres Muhaimin Iskandar.
Ia menjelaskan setelah Anies-Cak Imin mengonfirmasi akan hadir, barulah keduanya diminta untuk menjadi saksi di pernikahan tersebut.
“Kehadiran tokoh semisal beliau adalah suatu bentuk ihtiram [saling mengormati] untuk dijadikan saksi dalam acara pernikahan,“ kata Aziz.
Lebih lanjut, ia mengatakan keputusan itu dapat dipandang sebagai sinyal dukungan Rizieq Shihab pada pasangan bakal capres-cawapres tersebut.
“Sinyal ke arah tersebut mungkin saja. Segala kemungkinan masih sangat mungkin terjadi,“ ujar Aziz.
Anies Baswedan dekat dengan Rizieq Shihab, politik identitas muncul kembali?
Peneliti dari Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, memandang keputusan Anies Baswedan menghadiri pernikahan putri Rizieq Shihab sebagai upaya menjaga hubungan baik dengan kelompok pendukung utamanya, yakni kelompok Islam konservatif.
“Salah satu basis kelompok pendukung utama Anies Baswedan adalah mereka. Misalnya juga dari sisi partai politik adalah PKS, yang secara ideologi tidak terlalu berjauhan dengan kelompok 212,” ungkap Bawono.
Isu politik identitas pertama kali muncul secara ekstrem dalam pemilihan gubernur (pilgub) Jakarta pada 2017. Ketika itu, calon gubernur Anies Baswedan bersaing Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Selama pertarungan memperebutkan kursi gubernur itu, massa pendukung Anies Baswedan, seperti diwakili FPI yang dipimpin Rizieq Shihab disebut-sebut menggunakan isu agama untuk bersaing dengan lawan politiknya, yakni Ahok.
Salah satu kasus utama yang mengindikasikan penggunaan politik identitas adalah ketika Ahok dilaporkan ke polisi dengan tuduhan penistaan agama. Pada akhirnya, Ahok diadili dan divonis hukuman penjara.
Anies kemudian berhasil menjadi gubernur DKI Jakarta.
Sebagian pengamat dan lawan politiknya kemudian menyebut kemenangan Anies ini tidak terlepas dari upaya menggunakan apa yang disebut sebagai politik identitas. Tuduhan ini berulang kali dibantah oleh Anies, partai-partai dan kelompok yang mendukungnya.
Meski begitu, Bawono mengatakan kemenangan Anies di Pilkada 2017 dan kaitannya dengan isu politik identitas masih melekat pada citranya.
“Jika Anies lebih diwarnai oleh kelompok-kelompok spektrum kanan, citra sebagai kandidat yang menang di Pilkada akibat isu [politik] identitas itu justru semakin sulit dihilangkan,” lanjut Bawono.
Hal serupa terulang dalam Pemilu 2019. Laporan-laporan pada saat itu menyebutkan narasi penggunaan politik identitas bahkan menyebabkan perpecahan di tingkat keluarga maupun sosial.
Temuan di lapangan menunjukkan isu agama kembali digunakan untuk menjatuhkan lawan politiknya. Saat itu, pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, didukung oleh kelompok-kelompok yang menggunakan atribut-atribut Islam, khususnya Front Pembela Islam.
Juru Bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian, membantah bahwa Anies Baswedan menggunakan politik identitas dalam konteks apa pun menjelang Pilpres 2024. Menurut dia, isu itu merupakan label yang diciptakan oleh lawan-lawan politik Anies.
“Pak Anies sendiri sejak 2016 tidak pernah ada satupun pernyataan atau kebijakan yang keluar dari Anies Baswedan terkait politik identitas,“ ujar Angga.
Apakah Anies bisa kehilangan suara pemilih NU?
Pengamat politik Bawono Kumoro memperkirakan akan ada perpecahan di dalam Koalisi Perubahan yang mendukung Anies Baswedan. Hal ini berhubung adanya dua partai dengan ideologi Islam yang berbeda, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebagkitan Bangsa (PKB),
”Jangan sampai kedua kelompok Islam berbeda spektrum tadi tidak bisa saling bersinergi atau saling kontraproduktif terhadap langkah politik Anies Baswedan menuju Pemilu 2024,” kata Bawono.
Secara politik, PKB sering dipertentangkan dengan PKS, partai utama pendukung Anies dalam Pilpres ini. Secara umum, PKB dianggap identik dengan kelompok Islam tradisional, sementara PKS disejajarkan dengan kelompok Islam modernis.
Dengan Anies menggandeng Muhaimin dalam Pilpres 2024, ia juga berupaya menarik suara NU yang merupakan basis pendukung PKB, partai yang dipimpin Muhaimin.
“Jadi itu semacam pertaruhan. Ia ingin merangkul market baru dan ingin mengambil ceruk pemilih Islam baru yang beda spektrum, tapi risikonya kehilangan basis utama selama ini yang mendukung dia secara politik di Pilkada dan selama memimpin Jakarta,” kata Bawono.
Oleh karena itu, ia menilai pertemuan itu merugikan bagi Anies karena ia berpotensi kehilangan suara NU yang kurang sepaham dengan Rizieq Shihab. Sementara, jika ia memprioritaskan suara NU, ia dapat saja kehilangan suara Islam konservatif yang mendukung Rizieq Shihab.
Di sisi lain, peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai kehadiran Anies dan Cak Imin dalam acara pernikahan putri Rizieq Shihab sebagai hal yang positif.
Sebab, ikut sertanya Muhaimin dalam acara tersebut menunjukkan tidak ada konflik antara kedua kelompok tersebut.
“Kehadiran Muhaimin di acara itu meredam dan membuktikan bahwa ini acara biasa saja. Acara kemanusiaan yang saling mengundang jika ada perkawinan suatu hal yang biasa.
“Maka, sebetulnya muatan politiknya itu tidak ada menurut saya,” ujar Firman.
Jubir tim kampanye Anies, Angga Putra Fidrian, mengatakan Anies dan Rizieq Shihab memang sudah lama kenal. Sehingga, kedekatan itu tidak lagi menjadi hal yang mengundang kontroversi.
Ketika ditanya apakah kedekatan Anies dengan mantan pentolan FPI itu membuat khawatir pihak PKB dan NU, ia mengatakan tidak ada masalah internal terkait hal tersebut.
“Pak Anies berkomunikasi dengan Rizieq Shihab, komunikasi dengan bermacam-macam pihak. Dari yang paling Islam ekstrem kiri sampai ekstrem kanan, semua duduk bersama jadi tidak ada masalah,” katanya.
Sebelum menghadiri acara itu, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid telah mengumumkan kepada awak media bahwa Anies dan Muhaimin akan bertemu dengan Rizieq Shihab pada Rabu malam (27/09). Ia menegaskan bahwa tidak ada pembahasan politik dalam pertemuan tersebut.
“Ya, memenuhi undangan akad nikah putri Habib Rizieq Sihab,“ kata Jazilul seperti dilaporkan detikcom pada Rabu (27/09). (*)
Tags : Islam, Politik, Pilpres 2024, Indonesia, Pemilu 2024, Agama,