PEKANBARU - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) meminta pemerintah Indonesia memperhitungkan risiko diplomatik jika memutuskan membeli minyak mentah dari Rusia.
Apa konsekuensinya bila membeli minyak murah dari Luar Negeri?
"Langkah tersebut berpotensi mencederai reputasi Indonesia di mata negara-negara Barat," kata Wasekjend DPP KNPI, Larshen Yunus S.Sos SE M.Si C.L.A C.Me.
Pemuda maupun Dosen Politik yang energik ini, mengatakan apabila pemerintah melakukan hal tersebut, Indonesia dapat dianggap ikut membiayai invasi Rusia di Ukraina.
“Jadi ini memang betul-betul merupakan keputusan yang punya risiko diplomasi dan risiko terhadap reputasi Indonesia yang sangat tinggi,” kata Larshen.
Presiden Joko Widodo telah mengatakan akan "memantau semua opsi" untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat, di tengah tekanan dari dalam negeri untuk menurunkan harga BBM.
Namun, menurut Wasekjend KNPI Bidang Minyak dan Gas Bumi ini bahwa sesungguhnya, membeli minyak murah dari Rusia belum tentu akan menurunkan harga BBM secara signifikan.
‘Memantau semua opsi’
Sebelumnya Presiden Jokowi ditanya apakah Indonesia akan membeli minyak mentah dari Rusia.
"Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara (dan) mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja," jawab Jokowi pada media, Kamis (15/9).
Presiden menambahkan bahwa adalah kewajiban pemerintah untuk menemukan berbagai sumber demi memenuhi kebutuhan energi rakyatnya.
Hal itu ia katakan saat negara-negara Barat sedang berusaha mengurangi ketergantungan energi pada Rusia sebagai respons atas invasi ke Ukraina.
Sikap Presiden mendapat dukungan dari anggota Komisi VII DPR dari PDIP, Adian Napitupulu. Ia mengatakan, tanggung jawab utama pemerintah Indonesia adalah kepada rakyatnya sendiri.
"Satu sisi kita memang bagian dari dunia internasional, tetapi kita lebih bertanggung jawab pada keselamatan rakyat kita sendiri,” kata Adian.
"Sehingga walaupun kita juga perlu memperhatikan kepentingan internasional, tapi yang terutama adalah mempertimbangkan kepentingan rakyat kita," sambungnya.
Wacana untuk membeli minyak murah dari Rusia bergulir setelah negara itu menginvasi Ukraina, Februari lalu.
Pada bulan Maret, Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan perusahaan pelat merah itu mempertimbangkan untuk membeli minyak mentah dari Rusia untuk diolah di Kilang Balongan.
"Kami melihat ada peluang untuk membeli dari Rusia dengan harga yang lebih baik," kata Nicke.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno baru-baru ini mengatakan Rusia menawarkan minyaknya dengan diskon 30% dari tarif internasional.
Jika Jakarta menerima tawaran tersebut, Indonesia akan mengikuti langkah sejumlah negara Asia termasuk India dan China yang sudah lebih dahulu membeli minyak mentah dari Rusia.
Langkah itu membantu Moskow menghindari sanksi ekonomi berat yang dijatuhkan oleh Barat.
Biaya diplomasi
Namun kembali disebutkan Larshen Yunus menyikapi itu, meminta pemerintah juga mempertimbangkan dampak terhadap reputasi internasional dan hal yang ia sebut “biaya diplomasi” seandainya jadi membeli minyak mentah dari Rusia.
Menurutnya, salah satu yang perlu diantisipasi ialah respons Amerika Serikat.
"Kita ketahui bahwa Amerika bisa saja mengambil langkah langkah yang tegas itu, bahkan mungkin langkah yang ekstrem seperti melakukan embargo atau melakukan peninjauan terhadap berbagai macam komitmen dalam kerja samanya dengan Indonesia yang sudah dibangun selama ini,” kata Larshen.
“Selain itu juga kita ketahui bahwa saat ini dunia internasional baik pemerintah, organisasi internasional, maupun organisasi masyarakat sipil memberikan atensi yang tinggi dan concern yang serius terhadap perilaku atau tindakan Rusia di Ukraina. Nah, ini bisa saja juga berimbas kepada Indonesia,” ia menambahkan.
Negara-negara G7 sedang merumuskan batasan harga untuk minyak Rusia, dengan maksud membatasi kemampuan Moskow membiayai perangnya di Ukraina tanpa mengurangi ekspor minyaknya ke konsumen di seluruh dunia.
Batasan harga itu diperkirakan US$40 sampai US$ 60 per barel.
AS telah mengancam akan memberi sanksi kepada pihak yang membeli minyak Rusia di atas batasan tersebut.
Sedangkan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan akan menahan ekspor ke negara yang menerapkan batasan tersebut, yang dapat memberikan tekanan pada pasar.
Larshen menyarankan pemerintah Indonesia agar mematuhi batasan harga yang ditetapkan G7, bila jadi membeli minyak dari Rusia. Atau, langkah lain yang bisa diambil, membeli dari pihak ketiga misalnya China dan India.
“Ini salah satu strategi yang bisa dilakukan karena kalau misalnya pembelian secara langsung dan kemudian sampai terjadi embargo, saya kira secara nyata bisa berdampak terhadap perdagangan internasional kita,” kata Larshen.
Apakah impor dari Rusia akan turunkan harga BBM?
Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM akhir Agustus lalu demi mengurangi beban subsidi pada keuangan negara.
Presiden Jokowi mengatakan anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun ini telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 trilun.
Subsidi membengkak karena rata-rata harga minyak dunia selama sembilan bulan terakhir berkisar 90 hingga 100 dolar AS per barel - jauh di atas Indonesia Crude Price atau ICP yang ditetapkan di APBN 2022 yaitu 63 dolar AS per barel.
Menurut lembaga pemantau pasar Statista, harga rata-rata minyak mentah Ural, merk minyak terbesar Rusia mencapai US$74,7 per barel pada Agustus 2022 - turun dari bulan sebelumnya.
Indonesia harus mengimpor hingga 500.000 barel minyak mentah per hari, menurut data SKK Migas. Itu karena produksi dalam negeri hanya mencapai 700.000 barel per hari (bph) sementara konsumsinya mencapai hingga 1,5 juta barel per hari.
Mamit Setiawan dari Energy Watch mengatakan membeli minyak mentah dari Rusia yang harganya lebih murah belum tentu dapat menurunkan harga BBM di dalam negeri, tergantung berapa banyak minyak yang dibeli.
"Kalau jumlahnya sedikit, saya kira nggak akan terlalu berpengaruh signifikan ya misalnya dari 800.000 bph, kita beli dari rusia 300.000 bph; 500.000 lagi kita impor dari apa dari Arab saudi, dari Afrika dengan harga yang sama (tarif internasional) ketika di-blend kan memang ada penurunan tetapi tidak signifikan,” ia menerangkan.
Pendapat serupa disampaikan pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.
Menurut Fabby, harga BBM kemungkinan tidak akan turun signifikan meskipun Indonesia membeli minyak dengan harga diskon dari Rusia, kecuali pemerintah bisa membeli dengan volume yang cukup besar untuk membuat harga rata-rata turun mendekati US$63 per barel yang ditetapkan di APBN.
“Itu kita harus beli ke depannya, kalau mau nurunkan harga, separuh dari volume minyak kita dari yang kita beli sekarang sampai bulan September itu harus dibeli dalam tiga bulan ke depan. Jadi dari sisi itu agak sulit ya menurut saya,” kata Fabby.
Hingga saat ini pemerintah belum memastikan apakah akan membeli minyak dari Rusia. (*)
Tags : Minyak gas, Ekonomi, Riau, Energi, Pemerintah Perlu Memperhitungkan Beli BBM, Minyak Rusia, News,