Headline Linkungan   2023/05/07 17:31 WIB

Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Usaha Stockpile yang Sudah 'Mengabaikan Lingkungan', SALAMBA: 'Sepertinya Kerusakan Alam Makin Dahsyat'

 Apa yang Dapat Dilakukan Pemerintah untuk Usaha Stockpile yang Sudah 'Mengabaikan Lingkungan', SALAMBA: 'Sepertinya Kerusakan Alam Makin Dahsyat'
Penimbunan Batubara (stockpil) di Desa Bayas Kualacenaku, Inhil.

"Pemerintah belum melakukan tindakan apapun terhadap usaha penimbunan Batubara (stockpile) yang sudah menimbulkan pencemaran lingkungan dahsyat yang berimbas pada alam sekitarnya"

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Observasi dan investigasi Aktivis Sahabat Alam Rimba (Salamba) menunjukkan di lokasi tepatnya di Desa Bayas Kualacenaku, Kecamatan Kempas Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, terdapat tempat penimbunan Batubara (stockpil) milik PT Koralindo dan PT Global sungguh diluar dugaan yang sangat menakutkan.

"Jadi pemandangan ini siapapun tidak menginginkannya, pencemaran sangat berdampak luas, yang mendukung suasana lingkungan seperti tidak sehat dan gelap."

"Kami menduga ini tidak memiliki izin usaha dan tidak memiliki Analisa Dampak Lingkungan (Amdal)," kata Ir. Ganda Mora M.Si, Aktivis Salamba dalam laporannya melalui sarana Whats App (WA) tadi ini, Minggu (7/5/2023).

Apa yang dapat dipelajari oleh pemerintah setempat soal stockpil ini?

"Sebenarnya Pemerintah Indonesia sudah menyetujui komitmen untuk beralih dari bahan bakar fosil karena alasan lingkungan. Hanya saja rintangannya terjal."

"Tetapi hingga pada akhir April 2023 kemarin, sebuah kota indah (Kabupaten Indragiri Hilir) yang diperkirakan berpenduduk sekitar 400.000 jiwa itu juga menyadari arti penting alam dan lingkungan," kata Ganda Mora menceritakan kondisi terakhir daerah yang dikenal dengan julukan seribu parit itu.

"Saya sedang menyusuri jalan sempit menuju lokasi, ketika saya memasuki alam terbuka alun-alun seperti di Desa Bayas Kualacenaku, dilokasi sebuah gudang yang luas dijadikan tempat penimbunan Batubara yang menggunung yang menimbulkan udara dilokasi tidak sehat," sebutnya.

Pemandangan itu sangat mengejutkan, terutama karena, beberapa ratus meter jauhnya, kerumunan berkumpul warga desa, tetapi mereka terlihat telah meningkatkan kewaspadaan pada kondisi yang mereka hadapi yaitu waspada terhadap imbas dari sebuah tumpukan benda yang besar.

"Sebenarnya, warga sudah lebih dahulu menghadapi dari ancaman mandat vaksinasi virus corona baik untuk anak anak sekolah, usaha kecil, dan petani kebun disekitar desa," katanya.

 "Ini bertambah satu lagi masalah hadirnya stockpile dan keinginan pemerintah setempat tidak terlihat untuk menghentikan ancaman dampak dari tumpukan Batubara yang berlama-lama itu akan memberikan bagian yang lebih besar resiko yang dihadapi warga desa," tambahnya.

Stockpil Batubara memiliki gaung khusus di area Desa Bayas Kualacenaku, milik dua perusahaan dan salah satu dari pertambangan besar yang tersisa di daerah itu.

"Tetapi sebagai bentuk kompensasi wilayah Batubara, untuk membantu mengubah ekonomi mereka kelihatannnyapun tidak ditemukan, malah yang terdengar sikap-sikap sembrono jauh dari kota," kata Ganda Mora yang juga sebagai Ketua Umum Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) ini.

"Sangat kontras, inilah yang membawa saya ke Desa Bayas Kualacenaku dimana terdapat penimbunan Batubara telah dianggap sangat penting secara simbolis di daerah itu, tetapi ini sangat terang terjadi penambahan emisi karbon," dalam perkiraanya.

Menurutnya, panel antarpemerintah tentang perubahan iklim bahwa perlu menghentikan penambahan karbon dioksida ke atmosfer agar memiliki harapan untuk mempertahankan pemanasan; 1,5 derajat Celcius.

Tetapi penimbunan Batubara seperti di Desa Bayas Kualacenaku mewakili hampir terjadinya emisi karbon yang tentunya menyebabkan terlalu banyak kerusakan lingkungan dan ekonomi.

"Semuanya berubah setelah penimbunan Batubara coklat atau lignit, adalah batuan sedimen yang kurang terkompresi pada umumnya. Lignit ini lebih lunak, lebih dekat dengan gambut di busur geologis karbon. Ini juga lebih kotor untuk dibakar daripada batu bara bitumen dan mengeluarkan lebih banyak karbon," jelasnya.

Atas kejadian dan pemandangan yang tanpa diduga itu, pihaknya melaporkan usaha penimbunan Batubara (Stockpile) PT Koralindo dan PT Global di Desa Bayas9 Kecamatan Kempas, Inhil ini ke Polda Riau dengan nomor: 021/Lap-SALAMBA/V/2023, tanggal 5 Mei 2023. 

"Saya menduga kedua perusahaan stockpile itu tidak memikiki izin usaha dan tidak memiliki Amdal," kata dia.

Dengan keadaan itu, kata Ganda, akan mengakibatkan pencemaran lingkungan dengan pelanggaran pidana lingkungan terkait Amdal yang berdampak luas kepada kesehatan masyarakat atau melanggar UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan juga merugikan negara akibat tidak membayar konstribusi pajak daerah.

"Atas perkara ini kami sudah melaporkan kegiatan stockpile yang diduga tidak berizin ke Polda Riau dan Gakum KLHK. Mudah-mudahan nanti, Gakum DLHK Riau bisa secepatnya lidik dan menghentikan kegiatan stockpile yang sudah mencemari lingkungan dengan abu hitam pada musim kemarau dan berlumpur berserakan saat ditimpa hujan yang berakhir mengganggu lingkungan," kata dia.

Hasil monitoringnya, juga menunjukkan saban hari dump truk hilir mudik keluar masuk jalan desa mengangkut Batubara yang berserakan di jalan raya sepanjang satu kilometer. "Yang seperti ini sebaiknya pemerintah dan APHK menghentikannya," pintanya. (*)

Tags : penumpukan batubara, stockpile, pencemaran lingkungan, stockpile di riau, stockpile mengabaikan lingkungan, kerusakan alam, salamba kritisi penumpukan batubara,