Headline Linkungan   2022/06/12 12:36 WIB

Apakah Gelombang Panas, Banjir, Angin Topan, dan Kekeringan Bisa Dipersalahkan pada Manusia?

Apakah Gelombang Panas, Banjir, Angin Topan, dan Kekeringan Bisa Dipersalahkan pada Manusia?

LINGKUNGAN - Ahli iklim Dr Friederike Otto menjelaskan bagaimana para ilmuwan mendiagnosis apakah suatu peristiwa bencana alam disebabkan oleh perubahan iklim atau tidak.

Beberapa wilayah di India dan Pakistan telah mencapai rekor suhu setinggi 50C akibat serangkaian gelombang panas dalam beberapa pekan terakhir.

Ethiopia dan Somalia juga mengalami kekeringan terburuk dalam beberapa dekade, dan di Irak serangkaian badai debu yang parah menyebabkan ratusan orang ke rumah sakit sejak April.

"Lihat lah apa yang terjadi akibat perubahan iklim pada planet ini," orang sering berkomentar di media sosial. Tetapi, apakah mungkin untuk mengetahui suatu peristiwa akibat cuaca ekstrem seperti yang kita saksikan terkait dengan pemanasan global?

Atribusi cuaca

Jawaban singkatnya adalah ya. Ada kesepakatan luas di antara para ilmuwan bahwa pada prinsipnya, mereka dapat menjawab pertanyaan tentang seberapa besar suatu peristiwa disebabkan atau diperburuk oleh perubahan iklim.

Ini dimungkinkan berkat bidang ilmu yang dikenal sebagai Atribusi Peristiwa Ekstrem (Extreme Event Attribution).

Ini adalah cabang ilmu pengetahuan yang relatif baru, tetapi salah satu yang maju "dengan pesat", menurut Dr Thomas Smith, seorang profesor geografi lingkungan di London School of Economics.

"Dari atribusi peristiwa cuaca ekstrem terperinci pertama pada 2018 (Badai Florence), ada ratusan penelitian yang mencoba mengaitkan aspek cuaca ekstrem dengan perubahan iklim yang disebabkan manusia," katanya dirilis BBC. 

"Ini sekarang telah ditunjukkan dengan adanya kebakaran hutan, angin topan, gelombang panas, kekeringan, dan kejadian curah hujan ekstrem."

Sekelompok ilmuwan di bidang ini - Atribusi Cuaca Dunia (World Weather Attribution - WWA) - baru-baru ini menerbitkan panduan tentang cara menafsirkan hubungan antara peristiwa cuaca ekstrem dan perubahan iklim ini.

Salah satu peneliti utama, ahli iklim Jerman Friederike Otto dari Imperial College London, mengatakan kepada BBC bahwa, meskipun kini lebih banyak orang menyadari bagaimana pemanasan global mempengaruhi peristiwa cuaca, "tapi pemahaman mereka masih kurang tentang bagaimana perbedaannya di berbagai daerah."

Dia dan rekan-rekannya menggambar perbandingan secara paralel dengan perokok berat yang mengidap kanker paru-paru.

Mereka menjelaskan bahwa dalam kasus seperti itu, dokter tidak dapat mengatakan secara pasti bahwa rokok menyebabkan kanker, tetapi mereka pasti dapat mengatakan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh rokok membuat kanker lebih mungkin terjadi.

"Dengan pola yang sama, perubahan iklim tidak dapat menyebabkan suatu peristiwa cuaca yang memiliki banyak penyebab, tetapi pemanasan global dapat mempengaruhi seberapa besar kemungkinan dan seberapa intens suatu peristiwa itu. Dan karenanya, itu dapat mempengaruhi seberapa besar dampak peristiwa tertentu terhadap manusia, properti, dan alam," kata mereka.

Bagaimana cara kerjanya?

Metode ini menggunakan model komputer untuk menjalankan dua skenario.

Pertama mensimulasikan iklim seperti sekarang ini, termasuk pemanasan global yang didorong oleh manusia. Ini berarti, menjalankan simulasi model iklim berulang kali dengan kondisi yang sama sehingga menghasilkan cuaca bertahun-tahun dalam iklim saat ini.

Jenis eksperimen kedua adalah menghilangkan pengaruh emisi gas rumah kaca, lalu mensimulasikan iklim yang lebih dekat dengan apa yang ada sebelum Revolusi Industri.

Kemudian para ilmuwan menghitung berapa kali peristiwa ekstrem seperti itu terjadi dalam kedua simulasi itu- dengan dan tanpa pemanasan global.

Dengan membandingkan angka-angka itu, mereka dapat mengatakan bahwa jika suatu peristiwa terjadi tiga kali lebih sering pada skenario pertama, maka pemanasan global yang disebabkan oleh manusia membuatnya tiga kali lebih mungkin.

'Semua gelombang panas dipengaruhi oleh perubahan iklim'

Namun dalam praktiknya, sejauh mana peristiwa cuaca ekstrem dipengaruhi oleh perubahan iklim, sangat bervariasi.

"Karena pemanasan global, semua gelombang panas memiliki pengaruh pada perubahan iklim," kata Dr Otto.

Oleh karena itu, pertanyaan yang relevan untuk ditanyakan ketika suatu negara mengalami suhu tinggi yang ekstrem adalah: 'Bagaimana pemanasan global membuat kejadian itu lebih buruk atau mungkin kurang buruk?'

"Ketika kami melihat gelombang panas Siberia pada tahun 2021, kami menemukan bahwa perubahan iklim memungkinkan peristiwa itu dan kita tidak akan pernah melihatnya tanpa perubahan iklim," kata Dr Otto, "sementara ketika kami menganalisis beberapa gelombang panas Eropa pada 2019, di beberapa bagian di Inggris, suhu tinggi terjadi lima kali atau lebih."

Para ahli WWA mengatakan kini curah hujan juga relatif mudah karena lebih banyak uap air di udara yang lebih hangat.

Namun, untuk peristiwa lain seperti angin topan, kekeringan, banjir dan kebakaran hutan, pertanyaannya adalah apakah perubahan iklim ikut berperan di dalamnya.

Mereka menjelaskan bahwa misalnya, kekeringan sering terjadi karena kombinasi penyebab, termasuk curah hujan yang rendah, suhu tinggi dan interaksi antara atmosfer dan permukaan tanah.

Banjir, juga disebabkan oleh berbagai faktor termasuk hujan deras tentunya, tetapi ada juga banyak pengaruh manusia seperti penggunaan lahan dan pertahanan.

Mereka mengatakan bahwa jumlah keseluruhan siklon tropis per tahun tidak berubah, tetapi perubahan iklim telah meningkatkan terjadinya badai yang paling intens dan merusak.

Dalam kasus kebakaran hutan, catatan data-data terbatas sehingga membuat studi atribusi menjadi menantang, tetapi mereka mencatat bahwa cuaca saat kebakaran mengalami peningkatan di beberapa bagian dari semua benua.

Dua pendekatan dalam satu

Proyek Dr Otto dengan atribusi kembali ke waktu di mana gelombang panas melanda Moskow pada 2010.

"Pada saat itu, pertanyaan apakah pemanasan global berdampak pada peristiwa itu tidak terjawab.

Sekitar tahun 2012, ia menemukan dua makalah tentang peristiwa tersebut. "Satu menampilkan perubahan iklim sebagai faktor yang membuatnya lima kali lebih mungkin dan yang lain melaporkannya sebagai peristiwa alam.

"Saya membacanya dan bertanya pada diri sendiri: bagaimana peristiwa yang sama bisa terjadi secara alami dan juga [dibuat] lima kali lebih mungkin oleh [perubahan] iklim?

"Mereka sebenarnya hanya mengajukan pertanyaan yang sangat berbeda."

Saat itu, dia sedang mengerjakan model-model iklim di Universitas Oxford setelah mempelajari Fisika dan menyelesaikan gelar PhD dalam bidang filosofi.

"Saya memutuskan untuk menulis makalah yang merekonsiliasi kedua pendekatan tersebut. Dan dari sana, saya memilih untuk fokus di bidang ini."

Bersama rekan-rekannya di WWA, Otto mengembangkan metode yang diadopsi oleh IPCC, panel pakar iklim PBB. Saat ini, ia ikut memimpin upaya internasional untuk menganalisis dan mengomunikasikan kemungkinan pengaruh perubahan iklim terhadap peristiwa ekstrem.

Sejak itu, ilmu atribusi telah berubah dari bidang yang menjanjikan, kini menjadi bagian penting dalam penilaian IPCC untuk pertama kalinya pada tahun 2021.

"Ketika kita berbicara tentang perubahan iklim, kita biasanya berbicara tentang suhu panas global dan itu adalah ukuran abstrak," kata Dr Otto.

"Kami tidak merasakan dampak perubahan iklim dengan cara yang sama. Jika Anda kaya dan memiliki rumah yang terlindungi dengan baik, Anda kebal terhadap tekanan panas atau banjir. Dampak nyatanya ada pada kelompok paling rentan yang membayar harga untuk perubahan cuaca."

Otto melihat perubahan iklim sebagai salah satu ancaman terbesar terhadap kesetaraan dan keadilan, dan "perubahan cuaca adalah bagaimana hal itu yang termanifestasi dalam sistem fisik," katanya.

'Beradaptasi lebih baik'

Dr Otto berharap penelitian timnya akan memberikan sejumlah tujuan penting.

Kadang-kadang, misalnya, laporan-laporan resmi dengan cepat mengaitkan bencana-bencana dengan perubahan iklim, tapi para ahli menyarankan, penting untuk menghindari menyalahkan kenaikan suhu untuk semua peristiwa ekstrem.

"Studi tim kami menunjukkan bahwa tidak seperti apa yang dilaporkan beberapa pejabat, kekeringan yang melanda Madagaskar pada tahun 2021 adalah peristiwa yang langka, tetapi, bukan salah satu yang dipengaruhi oleh perubahan iklim," kenangnya.

Peneliti iklim juga menyarankan, temuan atribusi ini dapat digunakan untuk menguggat penghasil emisi ke pengadilan sebagai bukti. Tujuannya untuk mendorong mereka membatasi emisi atau untuk meminta kompensasi.

Selain itu, ilmu atribusi dapat memberi tahu kita semakin banyak tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan dalam hal cuaca ekstrem dan dampaknya, terutama di area yang mungkin tidak pernah mengalami peristiwa yang sering atau intens di masa lalu.

"Manfaat utama," jelas Dr Otto, "tetap membantu kami memahami kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim, dibandingkan hanya dari cuaca semata. Walaupun kami tahu berapa banyak yang telah keluarkan, kami tidak memiliki inventaris dampaknya. Atribusi memungkinkan kami untuk mengungkapnya dan beradaptasi dengan lebih baik". (*)

Tags : Gelombang Panas, Banjir, Angin Topan, dan Kekeringan, Perubahan Iklim, Lingkungan,