HUBUNGAN manusia Melayu itu dengan alam disebut interaktif dialogis atau hubungan dialog dengan alam. Kebudayaan Melayu mengekspresikan hubungan lingkungan itu dalam dua sikap.
Pertama ada yang dinamakan kepatuhan referensial, kebudayaan Melayu itu dalam satu pola bergerak mengikuti gerak ekologis, kata Ketua Umum [Ketum] Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta, H. Darmawi Wardhana Zalik Aris SE Hk.
Dicontohkannya, ada sejumlah bentuk ekspresi budaya itu menampilkan penerimaan alam semesta sebagaimana adanya, ditafsirkan dalam semangatkepatuhan yang dihidangkan dalam berbagai upacara ritual seperti semah laut, tolak bala dan lain-lain.
“Ritual-ritual seperti itu salah satu contoh yang menunjukkan kepatuhan referensial manusia kepada gerak alam sekitarnya."
"Inilah kita sebut alam terkembang menjadi guru. Alam berfungsi sebagaiguru. Berbagi pengalaman atau dialog itu tadi. Kreasi-kreasi dan ekpresi budaya bersumber dari nilai-nilai yang dibentuk melalui keakraban dengan alam itu," sebutnya.
Misalnya, kata dia, ada ekspresi budaya yang memperlihatkan hubungan harmonis manusiadan komuntias Melayu itu dengan lingkungannya.
Jadi, antara manusia denganalam itu berbagi berkah, Jadi, ekologi alam sekitar dan ekspresi budaya serta nilai-nilainya jika dianalogikan ibarat hubungan sarang dan burung, antara tanah dan tumbuh-tumbuhan, air dan ikan, adanya penyatuan.
Menurutnya, dinamika kebudayaan Melayu itu di mana lingkungan ruang hidup itu mempengaruhi kebudayaan Melayu yang berarti, berkembang atau terhambatnya perkembangan budaya Melayu itu bergantung kepada lingkungan baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, flora, fauna dan lingkungan sosial.
Makanya banyak sekali tunjuk ajar, petuah tetua dahulu terkait dengan larangan anak cucu untuk merusak hutan, tahu mana hutan yang boleh ditebang, mana yang kawasan larangan.
Pedoman-pedoman tentang penggunaan hutan ditetapkan dengan teliti. Tentang menebang pohon diuraikan apa yang boleh ditebang,seberapa banyak, dan apa yang pantang ditebang.
Kearifan Orang Melayu dalam memilihara lingkungan
Orang tua-tua Melayu mengatakan, bahwa kehidupan mereka amat bergantung kepada alam. Alam menjadi sumber nafkah dan juga menjadi sumber unsur-unsur budayanya. Dalam ungkapan dikatakan:
Dalam ungkapan lain dikatakan: (Effendy, 2004)
Ungkapan-ungkapan di atas secara jelas menunjukkan besarnya hubungan antara orang Melayu dengan alam sekitarnya.
Kebenaran isi ungkapan ini secara jelas dapat dilihat dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Tetapi kembali dijelaskan Darmawi Wardhana lagi, secara tradisional, mereka secara turun temurun hidup dari hasil laut dan hasil hutan atau mengolah tanah.
Secara turun temurun pula mereka memanfaatkan hasil hutan untuk berbagai keperluan, membuat bangunan, membuat alat dan kelengkapan rumah tangga, alat dan kelengkapan nelayan, alat berburu, alat bertani, dan sebagainya, termasuk untuk ramuan obat tradisional.
Dalam konteks kearifan lingkungan, kata dia, inti kebudayaan masyarakat Melayu adalah konsep tanah adat.
Tanah adat adalah ruang (space) tanah atau hutan yang diatur begitu rupa oleh masyarakat adat berguna untuk melangsungkan sistem kehidupan masyarakat Melayu.
Diatas tanah adat inilah, diatur pembagian hutan menurut persukuan yang ada, kebun dan sumber asli.
Hutan larangan adalah satu kewujudan daripada bahagian tanah ulayat Di situ juga termasuk aspek-aspek kebudayaan yang berhubungan dengan pengeluaran, penyaluran, dan konsumsi pangan. Oleh itu, setiap inti kebudayaan selalu berhubungan dengan ekosistem, ekonomi dan struktur sosial.
Kearifan dalam melestarikan tanah adat orang Melayu dipresentasikan dalam nilai sosial, norma adat, etika lingkungan, sistem kepercayaan, pola penataan ruang tradisional, peralatan dan teknologi sederhana ramah lingkungan.Hubungan tanah dan warga Orang Melayu ditandai dengan produktivitas, sustainabilitas, equitabilitas, bijaksana, benar, tepat, serasi dan harmonis.
Sistem tanah adat Orang Melayu itu terwujud kedalam bentuk ide, aktivitas, dan material.
Pemeliharaan dan pemanfaatan tanah adat Orang sudah ada sebelum Kerajaan Siak Sri Indrapura yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat Orang Melayu.
Keberadaan tanah adat berdampak positif bagi masyarakat Orang Melayu dengan alam dan lingkungan yang bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat.
Nilai-nilai yang terdapat dalam sistem tanah adat memiliki fungsi kearifan lingkungan terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Namun bermula dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintahab kolonialisme yang kemudian di rekonstruksi oleh pemerintahan Indonesia yang berorientasi kepada pandangan kapitalistik dan antropologi telah memarjinalkan orang Melayu dan dagradasi lingkungan secara hebat.
Jadi menurutnya, hubungan manusia Melayu Riau dengan alam dapat diumpamakan sebagai sesuatu yang tak terjelaskan. Pasalnya, hubungan itu sebagai suatu keniscayaan, tidak dapat tidak.
Dari takrif atau definisi saja, manusia sekaligus masyarakat Melayu, merupakan bagian dari alam itu sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa alam adalah segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, seperti bintang, dan kekuatan.
Alam dapat juga disebut sebagai lingkungan kehidupan, bahkan yang berkaitan dengan akhirat.
Hubungan hubungan manusia dengan alam tidak lain sebagai upaya untuk melihat sejauh mana hubungan itu tetap terpelihara. Sehingga tidak mengherankan dalam budaya Melayu, hubungan itu lebih menyorotiot pada soal manusia terhadap keberadaan alam.
Hal ini terjadi jika upaya upaya pelestarian dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh keberadaan alam.
Sedangkan “Alam terkembang jadi guru” adalah ingatan ekspresi-ekspresi verbal maupun visual yang mewakili ke alam, representasi hubungan harmonis manusia dan komunitas dengan lingkungannya.
Hal itu tergambar dalam berbagai aktivitas ke ekonomi orang / masyarakat, misalnya dalam membuka ladang.
Orang Melayu membuka hutan untuk berladang dilakukan dengan tahap-tahap panjang.
Diawali dengan menebas semak-semak, menebang pohon-pohonnya, menutuh (mengurangi ketinggian saat api saat ladang), melandang (membersihkan kayu-kayuan dan terapi yang ada di tepi ladang), dan melihat arah angin, memerun (kelompok sisa pembakaran yang masih berserakan), membersihkan, dan meratakan tanahnya merupakan bagian dari proses membuka ladang.
Manusia adalah bagian dari alam, maka patutkah pula bahwa makhluk hidup disekitarnya. Betapapun posisi manusia adalah yang paling mulia, masyarakat Melayu, berusaha untuk tidak menjadi mentang-mentang.
Oleh karena itu, selalu diupayakan menciptakan perbincangan atau dialog antar sesana makhluk atau “anggota” alam tersebut.
Dari ungkapan ini, didapat simpulan bahwa Orang Melayu memandang alam sebagairuang hidup yang sangat diperhatikan.
Orang Melayu hakikatnya hidup bersebati denganalam lingkungannya. Orang Melayu menganggap alam bukan saja dijadikan alat mencari nafkah, tetapi juga berkaitan dengan kebudayaan dan kepercayaan.
Dalam ungkapan Melayudikatakan bahwa kehidupan mereka amat bergantung kepada alam. Alam menjadi sumbernafkah sekaligus menjadi sumber unsur-unsur budayanya.
Dari teknologi tradisional yangdiwariskan secara turun-temurun, tampak bahwa keseharian orang Melayu hidup dari hasillaut dan hasil hutan serta dari hasil mengolah tanah.
Dari hubungan yang erat itu, orang Melayu berupaya memelihara serta menjaga kelestarian dan keseimbangan alam lingkungannya.
Dalam adat istiadat ditetapkan "pantang larang yang berkaitan dengan pemeliharaan serta pemanfaatan alam. Mulai dari hutan, tanah, laut dan selat, tokong danpulau, suak dan sungai, tasik dan danau, sampai kepada kawasan yang menjadi kampunghalaman, dusun, ladang, kebun, dan sebagainya.
Ketentuan adat yang mereka pakai memilikisanksi hukum yang berat terhadap perusak alam. Sebab, perusak alam bukan saja merusak sumber ekonomi, tetapi juga membinasakan sumber berbagai kegiatan budaya, pengobatan,dan lain- lain, yang amat diperlukan oleh masyarakat.
Jadi menurutnya, secara garis besar, hubungan manusia dan alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan struktural dan hubungan fungsional.
Dalam perspektif ekologis, hubungan manusia dan alam merupakan suatu keniscayaan. Antara manusia dan alam terdapat keterhubungan, keterkaitan, dan keterlibatan timbal balik yang sama dan tidak dapat ditawar.
Manusia Bahagia Bila Selaras Alam….. Menurut kebanyakan orang, manusia adalah manusia dan alam semesta adalah alam semesta.
Padahal, ada hubungan yang sangat erat dan penuh makna antara manusia dan alam semesta. Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang memiliki ikatan abadi dengan seluruh dimensi alam.
Hubungan antara manusia dan lingkungan alam dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama hubungan yang membuat manusia harus dapat menyesuaikan diri dengan alam. Kedua adalah hubungan yang membuat manusia dapat memanfaatkan alam sekitarnya.
Hubungan lain antara manusia dengan harta dunia bisa dikaji dari sisi moral dan nilai. Yakni, mungkin saja dari hubungan ini membuat terbentuknya akhlak baik atau buruk dalam diri fmanusia.
Hubungan manusia dengan alam adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai satu kesatuan, semua hal tersebut saling berkaitan dan bersifat fungsional. Alam sebagai satu kesatuan sistem yang utuh merupakan kolektivitas dari serangkaian subsistem yang saling berhubungan, bergantung, dan fungsional satu sama lain.
Keseimbangan alam dan kelestarian sumber daya alam penting dijaga supaya tidak rusak atau punah. Terlebih lagi, alam merupakan tempat tinggal semua makhluk hidup, dan sumber daya menjadi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Manusia saling membutuhkan satu sama lain. Dalam hubungan lingkungan alam dengan manusia mempunyai hubungan timbal balik. Seperti contoh: manusia membutuhkan segala kebutuhan yang sebagian besar dari alam, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan semuanya bersumber dari manusia.
Hubungan manusia Melayu Riau dengan alam dapat diumpamakan sebagai sesuatu yang tak terjelaskan. Pasalnya, hubungan itu sebagai suatu keniscayaan, tidak dapat tidak. Dari takrif atau definisi saja, manusia sekaligus masyarakat Melayu, merupakan bagian dari alam itu sendiri.
Karena manusia merupakan makhluk sosial, yang artinya setiap individual pasti membutuhkan keikutcampuran orang lain dalam hidupnya.
Jadi, manusia tidak bisa hidup tanpa seseorang disampingnya. Manusia adalah makhluk sosial. Artinya manusia yang tidak dapat hidup sendiri atau individu artinya manusia yang selalu membutuhkan orang lain. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri.
Dalam budaya dan kehidupan orang Melayu, Tunjuk Ajar Melayu memiliki posisi dan kedudukan yang cukup penting, yakni menjadi rujukan dan patokan dasar kesadaran, moral, pembentukan jati diri, di dalam kehidupan orang Melayu tradisional, sebut Darmawi Wardhana. (*)
Tags : hubungan manusia dengan alam, manusia dan lingkungan, masyarakat melayu riau, masyarakat melayu dekat dengan alam dan lingkungan, budaya melayu riau ,