PARIWISATA - Keputusan pemerintah Indonesia membuka kembali penerbangan internasional di pulau Bali, mulai Kamis (14/10), disambut positif pelaku industri wisata, namun pemerintah diminta konsisten menerapkan sistem pencegahan berlapis supaya tidak terjadi penularan Covid-19, kata ahli kesehatan masyarakat.
Ukti, wisatawan asal Jakarta, Selasa (12/10) sore, menghabiskan waktu di pantai Sanur, Denpasar. Dia mengaku sistem pencegahan berlapis untuk mencegah penularan Covid-19, sudah berjalan di hotel tempatnya menginap. "Ribet-ribet sedikit, ya dijalani saja, namanya juga protokol kesehatan," kata Ukti.
Hadi, istri dan dua anaknya -- asal Depok, Jawa Barat -- juga memiliki pengalaman yang sama selama piknik di pulau Bali. Dia naik kendaraan roda empat. "Sebelum masuk (ke hotel) dicek suhu, cuci tangan, pakai masker. Kita juga swab sebelum masuk (pelabuhan Ketapang, Banyuwangi)," ungkap Hadi.
Suara-suara seperti ini mewakili optimisme yang berkembang di kalangan pelaku industri wisata di Bali, setelah pemerintah memutuskan membuka kembali Bali untuk wisatawan mancanegara mulai Kamis (14/10).
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bali, mengharapkan pariwisata Bali yang terpuruk dapat kembali 'hidup', dengan membuka pintu bagi wisatawan asing. "Ini berita yang sangat bagus, sangat menjanjikan untuk membangkitkan ekonomi di Bali," kata Wakil Ketua Apindo Bali, Asih Wesika, dirilis BBC News Indonesia, Selasa (12/10).
Senada dengan Asih, Virmigia Risnayani Vira - Cluster Human Resources Director Hyatt Regency Bali dan Andaz Bali - menyambut positif keputusan pemerintah tersebut. "Tentunya ini berita yang kami tunggu-tunggu dan sudah kami antisipasi cukup lama," ujar Virmigia, Selasa.
Hal itu ditekankan Asih dan Virmigia dengan menyodorkan fakta betapa pandemi telah membuat perekonomian Bali mengalami "sangat penurunan luar biasa" dalam 18 bulan terakhir. Dengan dibukanya kembali 'pintu' bagi wisatawan asing ke Bali, mereka berharap hal itu berdampak pada perekonomian di Bali. Alasannya, "tumpuan bisnis utama kami berasal dari devisa yang dihasilkan oleh turis baik lokal maupun mancanegara," kata Virmigia.
Mengapa Apindo Bali mempertanyakan 'karantina'?
Namun demikian, Asih mengatakan dirinya tidak memasang target muluk-muluk di masa awal ini, karena 'batasan-batasan' yang dibuat oleh pemerintah untuk mengantisipasi penularan Covid-19. "Kita membuka diri bagi wisatawan internasional, tapi dengan beban karantina (lima hari)," ujarnya.
"Ini menjadi beban bagi wisatawan."
Semula pemerintah menyiapkan karantina selama delapan hari bagi wisatawan asing yang datang ke Bali, namun kemudian menguranginya menjadi lima hari. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pengurangan dilakukan dengan mempertimbangkan masa inkubasi Covid-19.
"Kenapa lima hari, karena kami hitung masa inkubasi itu empat, delapan hari. Jadi maksimum (lima hari) itu sudah turun di bawah empat persen probability (kemungkinan) penularannya," kata Luhut, Senin (11/10).
Karenanya, meski masa karantina dikurangi, namun risiko penularan virus corona telah telah berkurang, kata Luhut. Namun bagi Asih, karantina itu akan menyulitkan bagi wisatawan asing yang datang ke Bali dalam waktu pendek, seperti yang lazim dilakukan wisatawan asal China. "Nah kalau sekarang diwajibkan karantina dan dibawa tanggungan mereka sendiri, ini menjadi biaya wisata yang lebih mahal lagi," ujarnya.
Karena itulah, dia mengganggap keputusan pemerintah membuka pintu bagi wisatawan asing ke Bali "menjadi tidak akan begitu membantu" dunia pariwisata Bali. Dia mengharapkan agar pemerintah meninjau ulang adanya karantina tersebut, karena sudah ada kewajiban vaksin dua kali. "Jadi mungkin tanpa karantina, tapi mereka mengikuti PCR tes dan jika hasilnya negatif, boleh jalan, dan kalau positif, masuk hotel karantina," paparnya.
Sementara, Virmigia mengatakan, dirinya ingin mempercayai keputusan pemerintah untuk menerapkan karantina itu untuk kebutuhan melindungi kesehatan masyarakat dan para wisatawan itu sendiri. "Harapan kami, kalau mau diimplementasikan, ya, konsisten, berikan sarana dan prasarana yang sesuai," ujar Virmigia.
"Artinya, kami sebagai pelaku pariwisata di sini, mengharapkan melakukan [karantina] itu dengan benar, karena periuk nasi kami berasal dari kebiasaan dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ditetapkan," tambahnya.
Intinya, kata dia, apakah karantina itu sudah didukung sistem yang memadai. "Yang menjadi kefrustasian kami, mungkin lebih ke arah 'ini jadi karantina atau enggak sih'. Kalau jadi dikarantina, siapa yang memastikan bahwa tamu itu benar-benar diperhatikan," tandas Virmigia.
Ditanya tentang keharusan karantina bagi wisatawan asing, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa mengatakan hal ini sangat dinamis sekali. "Covid-19 ini dinamis sekali. Untuk tahap awal, kalau ada varian baru, kita harus berhati-hati dulu, sambil kita evaluasi permebangan lebih lanjut. Jika tidak dibutuhkan karantina, tentu kita usulkan ke pusat," paparnya.
"Nanti kita usulkan tiga hari dulu, dan nanti secara bertahap bisa menjadi tidak perlu karantina," tambahnya.
Turis asing datang, bagaimana cegah penyebaran Covid-19?
Keputusan membuka kembali Pulau Bali bagi wisatawan mancanegara, untuk sementara hanya berlaku bagi 18 negara yang dianggap memiliki tingkat risiko rendah dan sedang dalam penularan Covid-19.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, 18 negara itu terdiri dari beberapa negara level satu dan level dua. Negara berstatus level satu adalah yang memiliki tingkat risiko rendah dalam penularan Covid-19, kata Wiku. "Yakni negara dengan kasus konfirmasi positif kurang dari 20 per 100.000 penduduk dengan positivitiy rate kurang daru 5 persen," katanya.
Adapun negara berstatus level dua atau disebut risiko sedang adalah negara dengan jumlah kasus konfirmasi antara 20 sampai 50 per 100.000 penduduk dengan positivity rate kurang dari 5%. Menurutnya, kriteria penetapan level tersebut didapatkan berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Bagaimanapun, ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Udayana, Bali, Pande Putu Januraga, meminta pemerintah memperbanyak vaksinasi di tengah keputusan membuka pintu bagi wisatawan asing di Bali.
Dia juga meminta agar pemerintah terus melancarkan testing dan tracing Covid yang disebutnya masih rendah, apalagi bakal terjadi peningkatan kontak antara wisatawan dan masyarakat lokal nantinya.
Pande Putu Januraga juga mewanti-wanti agar sistem pencegahan berlapis yang sudah disiapkan pemerintah harus tetap dijalankan secara konsisten selama Bali dibuka untuk wisatawan asing. "Dan kita harus punya mekanisme untuk deteksi dini. Artinya, selama wisatawa itu ada di Indonesia, dia harus bisa kita 'monitor' ketika dia lolos, tapi dia menunjukkan gejala atau tanda terpapar," kata Pande Januraga kepada BBC News Indonesia, Selasa (12/10).
"Wisatawannya harus wel- informed, kemana dia harus melaporkan diri atau memeriksakan diri, misalnya. Dan tentu saja dia harus menaati aturan kita di Indonesia," tambahnya.
Di sinilah dia mengingatkan pemerintah apakah aplikasi peduli lindungi bisa memberikan informasi kemana para wisatawan itu harus memeriksakan diri. "Misalnya dia sakit, atau mengalami sesuatu, nah, apakah sistem [peduli lindungi] ini membuat dinas kesehatan setempat bisa mengetahui dimana dia berada, agar tak terjadi penularan," jelasnya.
Apa tanggapan Kepala Dinas Pariwisata Bali?
Sementara, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa mengatakan, upaya mencegah penyebaran Covid-19 saat pintu dibuka bagi wisatawan asing sudah diantisipasi dengan melakukan penyaringan berlapis .
Mulai keharusan mendapatkan vaksin lengkap serta 72 jam sebelum berangkat, hingga saat mereka harus menunjukkan surat bebas Covid di negara asalnya. "Setelah di bandara Ngurah Rai, kita swab lagi untuk memastikan apakah mereka terkonfirmasi positif atau negatif," kata Astawa.
Jika dinyatakan negatif, mereka akan dikarantina di 'hotel karantina' selama lima hari. "Kemudian di hari keempat di swab lagi. Kalau negatif, barulah mereka boleh untuk beraktivitas wisata," ujar Putu Astawa.
Dia juga menjanjikan untuk mempercepat vaksinasi bagi penduduk Bali. "Sekarang vaksin kedua sudah mencapai 82,32% per Senin (11/10)". Dan bagaimana otoritas perhotelan di Bali menyiapkan sistem agar tidak terjadi penularan Covid-19 selama pintu wisatawan asing dibuka di Bali?
Virmigia Risnayani Vira - Cluster Human Resources Director Hyatt Regency Bali dan Andaz Bali mengatakan, pihaknya sudah menyiapkannya sejak awal pandemi, yaitu menciptakan 'budaya baru'. "Ini bukan sekedar kampanye, misalnya untuk mencuci tangan, tapi ini menjadi sebuah kebiasaan atau budaya yang harus kami ciptakan," akunya.
"Tim tidak hanya melakukannya di tempat kerja, tetapi juga di lingkungan rumahnya, yaitu membawa budaya itu ke rumah," jelas Virmigia.
Selain Bali, Pemerintah Indonesia juga melakukan uji coba pembukaan di Batam dan Bintan untuk turis asing mulai 14 Oktober. Pembukaan bagi wisatawan asing ini dilandasi klaim pemerintah Indonesia bahwa jumlah kasus harian dan kematian akibat Covid-19 terus mengalami penurunan.
Sementara keputusan membuka kembali Pulau Bali bagi wisatawan mancanegara, untuk sementara hanya berlaku bagi 18 negara yang dianggap memiliki tingkat risiko rendah dan sedang dalam penularan Covid-19. (*)
Tags : Pariwisata, Virus Corona, Industri pariwisata dan hiburan,