JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan dua paket stimulus ekonomi untuk membantu warga kelas menengah bawah yang dinilai paling terdampak kelesuan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Meski demikian, beberapa stimulus yang diberikan dinilai 'masih terlalu kecil dan jangkauannya kurang luas'. Salah satu relaksasi yang sudah diumumkan oleh Presiden Joko Widodo adalah penambahan nilai manfaat kartu sembako dari Rp150.000 menjadi Rp200.000 per bulan. Kebijakan ini akan berlangsung selama sembilan bulan dan rencananya diberikan kepada 20 juta penerima, naik dari 15,2 juta orang yang saat ini terdaftar sebagai pemegang kartu sembako.
Pemerintah telah menyuntik lebih dari Rp405 triliun untuk stimulus di bidang kesehatan, jaring keamanan sosial (social safety net), insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat atau KUR, restrukturisasi kredit, dan pembiayaan untuk usaha kecil dan menengah. Salah satu calon penerima stimulus sembako adalah Deri Lisnawati. Perempuan berusia 37 tahun ini telah memiliki kartu sembako dan setiap bulannya mendapat bantuan berupa 10 kilogram beras dan 15 butir telur. Dalam dua bulan terakhir ini paket itu ditambah buah-buahan seperti jeruk atau bahan makanan lain seperti kacang hijau. "Saya masih harus beli susu buat bocah, kalau segitu masih kurang, kan anak saya empat," katanya dirilis BBC Indonesia, Rabu (1/4).
Deri mengatakan bahwa pengeluaran untuk membayar kebutuhan pokok dan biaya sekolah dalam satu bulan bisa mencapai lebih dari satu juta rupiah. Dengan adanya wabah virus corona ini, pendapatan keluarga Deri berkurang drastis lantaran suaminya tidak bekerja dan warung kopinya dilarang buka oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). "Suami kadang nguli bangunan, itu aja. Tadinya sih buka warung, warung kopi gitu, ditutup kemarin, kita gak ada pendapatan apa-apa," kata warga RT 03/RW 05 Kelurahan Petukangan, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan tersebut.
"Biasanya kan kita buka kalau malam, [tapi sekarang] kan banyak patroli. Kan kadang banyak orang ngopi, tapi Satpol PP bilang gak boleh kumpul-kumpul, jadi ditutup dulu, sudah hampir tiga minggu."
Dengan ditutupnya warung kopi ini, Deri kehilangan pendapatan yang bisa mencapai Rp3.000.000 per bulan. Selain itu, suami Deri juga bekerja sebagai seniman Palang Pintu, sebuah tradisi asli Betawi. Namun anjuran penjarakan fisik alias physical distancing membuat kelompoknya tidak dibolehkan memainkan atraksi di tempat umum untuk menghindari penumpukan masyarakat di satu tempat. "Ini musibah, tapi memang ngaruh banget, keadaan begini [membuat saya] bingung, kita makan apa, kita stres, bingung kita mikirnya," katanya. "Bocah juga di rumah melulu, karena di-lockdown, kan. Yang biasanya masak segini, jadi nambah, banyak pengeluarannya sebenarnya karena [anak-anak] di rumah kan harus ngemil-ngemil."
Listrik 900 VA 'perlu dibebaskan'
Salah satu relaksasi lain yang diberikan pemerintah adalah pembebasan biaya listrik untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA dan diskon 50% untuk 7 juta pelanggan listrik 900VA bersubsidi. Meski demikian, banyak masyarakat yang berharap bahwa pelanggan listrik 1300VA juga diberi keringanan karena tidak sedikit pelanggannya yang merupakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, atau UMKM.
Ermita, yang juga warga Pesanggrahan, mempertanyakan kenapa pelanggan listrik 1300VA tidak mendapat diskon. Ia dan suaminya bekerja sebagai penjahit di kontrakannya. Sehari-harinya, ia menggunakan dua mesin jahit untuk menjahit paling banyak 15 jaket, yang lantas dijual di sebuah toko baju di Lampung. Di kontrakannya, ibu dua anak ini berbagi biaya listrik 1300VA dengan tetangga sebelah rumahnya.
"Yang 1300[VA] kenapa gak didiskon? Kadang berat, Bu [untuk bayar listrik]," kata Ermita. "[Orderan] sepi [sejak wabah virus corona], kita nganter barang sepi, pembelinya enggak ada katanya."
Sejak wabah virus corona, ia dan suami kini menjahit paling banyak delapan jaket setiap hari. Pendapatannya pun turun dari Rp100.000 per hari menjadi Rp50.000. Menanggapi keluhan masyarakat tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan: "Pada prinsipnya pemerintah sangat memperhatikan social safety net bagi masyarakat berpenghasilan paling rendah dan juga keberlangsungan usaha terutama UMKM dengan memberikan kebijakan yang seoptimal mungkin."
"Tidak hanya dari sisi insentif di sisi penghasilan berupa subsidi namun juga dari insentif dari pengeluaran berupa pengurangan biaya listrik dan pajak penghasilan," imbuhnya.
Menurut pengamat ekonomi, pemerintah tidak memasukkan pelanggan listrik 1300VA lantaran dianggap bukan golongan miskin. Mohamad Faisal, direktur eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) menilai bahwa sasaran kebijakan relaksasi pembebasan tarif listik pemerintah pada dasarnya telah tepat, namun mesti diperluas.
"Memang 450-900VA itu yang paling terdampak, karena sebagian besar mereka ini penghasilannya tidak cukup, juga [bekerja] di sektor informal, dan kebanyakan juga mengandalkan pada mobilitas orang. Kalau yg dituju 450-900VA itu tepat, hanya saja mungkin sebagian dari masyarakat yang lebih tinggi dari 900VA itu memang lebih terdampak, tapi memang menurut saya tidak masuk golongan bawah sekali, atau miskin, jadi masuk golongan menengah," kata Mohamad.
"Menurut saya 900VA perlu dibebaskan juga, sekarang kan 450VA saja yang sepenuhnya digratiskan."
Pemerintah disarankan turunkan harga BBM
Menurut Mohamad, salah satu stimulus ekonomi yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah berikutnya adalah penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Harga minyak dunia saat ini tengah anjlok di tengah merebaknya pandemi Covid-19, sehingga tepat bagi pemerintah untuk menurunkan harga BBM bersubsidi dan tidak bersubsidi, yang dipandang akan meringankan beban kelas menengah ke bawah dan kelas menengah.
"Dalam kondisi harga minyak dunia yang sedang turun, idealnya juga turun tarif BBM-nya, karena harga BBM sekarang sudah dilepas, harga pasar," kata Mohamad.
"Apalagi dalam kondisi sekarang, supaya menggerakkan [ekonomi], untuk golongan menengah ke bawah biar survive, dan biaya hidupnya kurang dari pengeluaran BBM, demikian pula dengan [golongan] menengah atas karena mereka mengonsumsi BBM yang tidak disubsidi."
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 diperkirakan akan lebih rendah dari tahun lalu lantaran ekonomi yang lesu akibat wabah virus corona. Bank Dunia, contohnya, pada Selasa (31/03) memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini hanya tumbuh 2,1%.
Sementara itu, Bank Indonesia mengubah proyeksi pertumbuhannya dari 5,0-5,4% tahun 2020 menjadi 4,2-4,6%. Sedangkan Center of Reform on Economics memprediksi ekonomi Indonesia antara menyusut 2% atau hanya tumbuh 2%.
Salah satu alasan mengapa ekonomi Indonesia bisa kontraksi tahun ini adalah lantaran daya beli masyarakat menjelang lebaran yang diperkirakan lesu.
Banyak perusahaan swasta yang tutup atau gulung tikar sehingga mereka tidak bisa membayarkan tunjangan hari raya (THR) karyawannya.
"Biasanya jelang lebaran kan masyarakat mengharapkan THR, biasanya kan ini menstimulasi konsumsi, yang juga menggerakkan industri barang dan jasa, termasuk ritel, transportasi dan sebagainya. Ini perlu diwaspadai karena sebagian [perusahaan] swasta akan kesulitan dalam bayar THR dalam kondisi seperti ini," kata Mohamad.
"Karena banyak yang tutup, banyak juga yang gulung tikar. Ini yg perlu diantisipasi juga."
Stimulus lain yang pemerintah tawarkan adalah menanggung seluruhnya PPH 21 pekerja sektor manufaktur yang penghasilannya maksimal 200 juta rupiah setahun. Mohamad Faisal, pengamat ekonomi dari CORE, menilai bahwa keringanan pajak tersebut sebaiknya diperluas lantaran sejumlah sektor lain juga terkena dampak virus corona.
"Dalam kondisi seperti sekarang banyak sektor-sektor lain yang berdampak dari sisi produksinya karena adanya wabah. Bahkan sektor yang duluan kena dampak adalah di sektor pariwisata dan transportasi, jadi memang seharusnya diperluas bukan industri manufaktur saja," katanya.
"[Kelonggaran] PPH Badan juga musti diperluas. Pengusaha ritel mengeluhkan bahwa PPH Badan yg diberikan stimulus ada di sektor transportasi, pariwisata dan manufaktur, ritel belum padahal ritel juga terdampak."
Menanggapi hal ini, juru bicara Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan bahwa "pemerintah akan terus mendalami dan memantau perkembangan yang terjadi". (*)
Tags : Pandemi Corona, Covid-19, Bantuan Ekonomi Pemerintah, Bantuan Pemerintah Kurang dan Perlu Diperluas,