PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menegaskan bahwa pemberian insentif Upah Pungut (UP) Pajak kepada Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) pada tahun 2024 lalu sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Pemberian Upah Pungut pada Sekdaprov sempat dinilai miring."
"Pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau sudah meluruskan bahwa pembayaran insentif Sekdaprov Riau dilakukan mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," diulang Larshen Yunus, Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana ini menyikapi pernyataan pihak Bapenda Riau itu, Rabu (3/9).
"Jadi soal pemberian insentif yang sempat mencuat kepublik ini lebih di dasarkan pentingnya penjelasan tentang integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pencegahan yang tidak termasuk pada korupsi, serta menjelaskan dasar hukum dan jenis-jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang seperti UU No. 31 Tahun 1999, yang mencakup perbuatan merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan, dan gratifikasi," ungkap Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) KNPI Pusat Jakarta ini.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya pemberian Insentif Pungutan Pajak Daerah kepada Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, yang pada tahun 2024 dijabat SF Haryanto, melanggar aturan.
Jumlah yang ketahuan oleh BPK tak sedikit, sebesar Rp837.810.475.
BPK dalam temuannya yang diperoleh media menyebutkan, pemberian insentif itu menyalahi aturan karena Sekdaprov sudah menerima Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar Rp90.020.983 per bulan, sesuai Perayuran Gubernur (Pergub) Riau Nomor 59 Tahun 2021 tentang Tambahan Penghasilan kepada PNS di lingkungan Pemprov Riau.
Adapun besaran TPP per bulan Jabatan Sekretaris Daerah Tahun 2024, yaitu Beban Kerja sejumlah Rp23.046.191, Prestasi Kerja sejumlah Rp23.046.191, Kondisi Kerja Rp18.321.722. dan Kelangkaan Profesi Rp25.606.879 dengan total Rp90.020.983 per bulan.
Dalam temuan BPK disebutkan, jika PNS sudah mendapatkan TPP setiap bulan sesuai Pergub, maka, tidak diperbolehkan lagi untuk menerima Insentif Pungutan Pajak Daerah.
Adapun perincian insentif hasil pungutan pajak daerah yang diterima Sekdaprov pada tahun 2024 lalu sebagai berikut:
Sehingga total insentif yang diberikan sejumlah Rp1.010.932.724 dan setelah dipotong pajak jumlah diterima Sekdaprov Riau sebesar Rp837.810.475.
Uniknya, BPK menemukan pemberian insentif pungutan pajak daerah ini hanya kepada Sekdaprov Riau. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) nya, BPK tidak memuat adanya pejabat lain yang mendapatkan insentif serupa.
Tetapi Evarefita, Kepala Bapenda Provinsi Riau, meluruskan isu yang beredar dan sempat dinilai miring itu ditengah publik.
Evarefita menjelaskan bahwa pembayaran insentif tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menurutnya, PP tersebut, pada Bab II Pasal 3 ayat (2) huruf c, menyatakan bahwa Sekretaris Daerah adalah Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kemudian, Pasal 3 ayat (3) memperbolehkan pemberian insentif kepada Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, dan Sekretaris Daerah jika ketentuan remunerasi belum berlaku di daerah tersebut.
"Artinya pemberian insentif pajak itu tidak menyalahi aturan karena dalam aturannya juga diperbolehkan," tegas Eva.
Meskipun demikian, berdasarkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemprov Riau Tahun Anggaran 2024, BPK RI Perwakilan Riau memberikan rekomendasi untuk menghentikan pembayaran insentif kepada Sekdaprov Riau.
"Saat ini kami Bapenda Provinsi Riau telah menghentikan pembayaran insentif kepada Sekdaprov Riau sebagai tindaklanjut dari rekomendasi BPK Provinsi Riau itu. Dalam rekomendasi itu juga tidak disebutkan untuk pengembalian," terangnya.
Eva menambahkan, BPK juga merekomendasikan agar Bapenda berkoordinasi dengan Biro Organisasi Setdaprov Riau untuk memformulasikan perhitungan insentif ke dalam Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Sekdaprov.
"Kita Bapenda Provinsi Riau dalam hal ini telah melakukan koordinasi dengan Biro Organisasi agar insentif kepada Sekretaris Daerah Provinsi Riau diformulasikan ke dalam TPP," pungkasnya.
Larshen Yunus kembali meluruskan tudingan soal pemberian UP itu bukan termasuk korupsi.
Ia lebih menekankan dalam persoalan yang sempat mencuat itu adalah menjaga integritas, menerapkan transparansi, dan memastikan akuntabilitas.
Menurutnya, kalau katagori korupsi, tentu didasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia juga mengklarifikasi definisi korupsi, yang diartikan sebagai perbuatan curang yang merugikan keuangan negara, serta menjelaskan beberapa jenis tindak pidana korupsi, antara lain, Merugikan keuangan negara, Suap-menyuap, Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan, Perbuatan curang, Benturan kepentingan dalam pengadaan, Gratifikasi.
Jadi Larshen melihat, dengan menegaskan prinsip-prinsip itu, jelas tentang mekanisme hukum dan aspek-aspek yang terlibat dalam penegakan hukum terkait tudingan korupsi.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) tingkat I Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Riau, Larshen Yunus ini juga telah menepis tudingan bahwa SF Hariyanto, terlibat dalam pemberian insentif pungutan pajak daerah yang melanggar aturan.
"SF Hariyanto masa menjabat Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau adalah pejabat yang jujur dan berintegritas. Kami tidak percaya bahwa beliau terlibat dalam kegiatan yang melanggar aturan," katanya.
Larshen Yunus juga menambahkan bahwa tuduhan tersebut perlu dibuktikan dengan bukti yang kuat dan tidak hanya berdasarkan temuan BPK saja.
Larshen menyikapi itu kembali mengatakan dalam perkara ini harus ada penyelidikan yang transparan.
"Kami berharap agar proses penyelidikan dapat dilakukan secara transparan dan adil. Jangan sampai ada oknum yang mencoba memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi," ungkapnya. (*)
Tags : Badan Pendapatan Daerah, Bapenda, Riau, Upah Pungut Pajak, Bapenda Jelaskan Soal Upah Pungut, sf hariyanto, wakil gubernur riau, pemberian insentif pungutan pajak daerah, komite nasional pemuda indonesia, knpi, larshen yunus, knpi bantah tudingan pemberian insentif pungutan pajak daerah,