Internasional   2021/02/05 16:1 WIB

Barat dan Tiga Negara ASEAN Kecam Kudeta Myanmar, Minta Konflik Diselesaikan Melalui 'Mekanisme Hukum dan Dialog Damai'

Barat dan Tiga Negara ASEAN Kecam Kudeta Myanmar, Minta Konflik Diselesaikan Melalui 'Mekanisme Hukum dan Dialog Damai'

INTERNASIONAL - Indonesia dan tiga anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) lainnya mendesak pihak-pihak yang terkait pengambilalihan kekuasaan di Myanmar untuk menyelesaikan sengketa melalui "mekanisme hukum" dan "dialog yang damai".

Dalam pernyataan terbaru menanggapi perkembangan yang terjadi di Myanmar, perwakilan Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand di Komisi Hak Asasi Manusia ASEAN (AICHR) mendesak Myanmar untuk menghormati prinsip-prinsip dalam Piagam ASEAN dan Deklarasi HAM ASEAN. Piagam ASEAN antara lain menyebut "kepatuhan terhadap aturan hukum, tata kelola pemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi, perlindungan HAM, dan menghormati kebebasan mendasar".

"Kami mendukung berlanjutnya proses demokratisasi dan perdamaian di Myanmar dan mendesak semua pihak untuk menyelesaikan perseteruan melalui mekanisme hukum yang ada dan dialog yang damai," tulis pernyataan empat perwakilan individu untuk Komisi Hak Asasi Manusia ASEAN (AICHR) dirilis BBC News Indonesia, Jumat (05/02).

"Kami mengharapkan hasil yang demokratis dan damai yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar," lanjut pernyataan yang dikeluarkan oleh perwakilan dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Sebelumnya, sejumlah negara ASEAN menyerukan kepada pihak-pihak terkait di Myanmar untuk menjunjung prinsip-prinsip demokrasi, tetapi beberapa anggota lain ASEAN memilih untuk tidak bersuara. Indonesia, Malaysia, dan Singapura menyampaikan keprihatinan mendalam dan menyerukan pihak terkait "menahan diri", sedangkan anggota ASEAN lain seperti Filipina, Kamboja dan Thailand menganggap apa yang terjadi di Myanmar sebagai "masalah dalam negeri".

Adapun Vietnam, Brunei Darussalam dan Laos belum mengeluarkan pernyataan apa pun. Sementara itu, Barat terang-terangan mengecam kudeta oleh militer dan penahanan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi pada Senin (01/02) tersebut. Melalui laman Kementerian Luar Negeri, Indonesia mengimbau agar Myanmar menggunakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam ASEAN, "di antaranya komitmen pada hukum, kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional."

Di samping itu, pemerintah Indonesia juga menggarisbawahi "sengketa-sengketa terkait hasil pemilihan umum kiranya dapat diselesaikan dengan mekanisme hukum yang ada". Kementerian Luar Negeri Indonesia juga "mendesak semua pihak di Myanmar menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog dalam mencari jalan keluar dari berbagai tantangan dan permasalahan yang ada sehingga situasi tidak semakin memburuk."

Dari Putrajaya, Kementerian Luar Negeri Malaysia menyerukan kepada Myanmar untuk menyelesaikan semua sengketa pemilu melalui mekanisme hukum yang ada dan menggelar dialog secara damai. "Malaysia sebagai negara tetangga dan anggota ASEAN akan terus mendorong keamanan dan kestabilan, karena itu penting demi kemajuan dan kemakmuran semua di kawasa ini, termasuk di Myanmar. "Malaysia senantiasa memberi sokongan kuat bagi peralihan demokrasi Myanmar, proses perdamaian dan pembangunan ekonomi yang inklusif," demikian keterangan Kemenlu Malaysia.

Seruan serupa juga dikeluarkan oleh pemerintah Singapura melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri. "Singapura menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait situasi terbaru di Myanmar. Kami memantau situasi dengan seksama dan berharap semua pihak menahan diri, menggelar dialog, dan berusaha mencari penyelesaikan positif dan damai."

Namun beberapa negara lain di ASEAN memilih melakukan pendekatan berbeda. Di Thailand, Wakil Perdana Menteri Prawit Wongsuwon mengatakan perebutan kekuasaan di negara yang berbatasan langsung dengan negaranya itu adalah "masalah dalam negeri". Perdana Menteri Kamboja Hun Sen juga menegaskan kudeta itu merupakan "masalah dalam negeri" Myanmar dan menolak memberikan keterangan lebih jauh. Presiden Filipina Rodrigo Duterte, melalui seorang juru bicara, mengatakan negara itu mengedepankan keselamatan rakyat Myanmar dan memandang apa yang terjadi di sana sebagai "masalah dalam negeri dan kita tidak akan mencampurinya."

'Bebaskan Aung San Suu Kyi dan hormati HAM'

Pemerintah China meminta semua pihak di Myanmar untuk "menyelesaikan perbedaan mereka". "China adalah tetangga yang bersahabat bagi Myanmar dan berharap berbagai pihak di Myanmar akan menyelesaikan perbedaan mereka dengan tepat di bawah kerangka konstitusi dan hukum untuk melindungi stabilitas politik dan sosial," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, dalam jumpa pers.

PBB menyerukan kepada militer Myanmar untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan orang-orang lain yang ditahan.  Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan apa yang terjadi "merupakan pukulan buruk bagi reformasi demokrasi", seraya menyerukan kepada semua pihak untuk tidak menggunakan jalan kekerasan dan menghormati hak asasi manusia. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengecam kudeta dan "pemenjaraan tak sah terhadap warga sipil, termasuk Aung San Suu Kyi, di Myanmar".

Dari Amerika Serikat (AS), Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan, "Kami menyerukan kepada pemimpin militer Myanmar untuk membebaskan semua pejabat pemerintah, pemimpin masyarakat madani dan menghormati keinginan rakyat Myanmar sebagaimana tercermin dalam pemilu demokratis pada tanggal 8 November lalu," katanya dalam komentar tertulis.

Menurut juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, AS menolak setiap upaya untuk mengubah hasil pemilihan umum. "AS menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilihan umum baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar, dan akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika tidak menghentikan apa yang mereka lakukan," kata Psaki dalam sebuah pernyataan. 

Sementara, Australia menuntut militer Myanmar agar segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin lainnya. "Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati aturan hukum, untuk menyelesaikan perselisihan melalui mekanisme yang sah," kata Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne dalam sebuah pernyataan dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan lainnya yang telah ditahan secara tidak sah.

Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan dan memberlakukan kondisi darurat selama setahun sejak. Seluruh kekuasaan telah diserahkan kepada panglima tertinggi militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menurut pernyataan dalam siaran saluran TV militer. Kudeta dilakukan menyusul kemenangan mutlak NLD, partai pimpinan Aung San Suu Kyi dalam pemilu November lalu, tetapi militer menganggap pemilu diwarnai kecurangan. (*)

Tags : Kudeta Myanmar, Barat dan Tiga Negara ASEAN Kecam Kudeta, Mekanisme hukum dan Dialog Damai,